Kaskus

Entertainment

jennifersanj640Avatar border
TS
jennifersanj640
Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, Sebuah Film Tentang Ketakutan untuk Maju

Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, Sebuah Film Tentang Ketakutan untuk Maju

Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, film terbaru garapan Hanung Bramantyo yang diadaptasi dari novel karya Puthut E.A. Film ini bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan perjalanan emosional seorang pria dalam menghadapi ketakutannya terhadap waktu dan takdir.

Film ini mengikuti kisah seorang pria bernama Daku (Refal Hady) yang bekerja sebagai penulis. Daku dulunya pernah memenangkan sayembara sastra, tetapi kini hanya menulis novel pesanan yang jauh dari idealismenya. Dalam hidupnya, Daku selalu terjebak dalam berbagai ketakutan—takut bukunya tak laku, takut bertemu ayah pacarnya yang bernama Nadya (Nadya Arina) karena adanya tekanan untuk menikah, dan takut menghadapi masa depan. Ketakutannya ini membuatnya kehilangan Nadya yang telah menemaninya bertahun-tahun, yang akhirnya menerima lamaran pria lain karena tidak lagi sanggup menunggu kepastian yang tak kunjung datang. Perjalanan cintanya terus berlanjut dengan hadirnya Anya (Carissa Perusset), seorang perempuan mandiri, dan Sarah (Mira Filzah), seorang dokter asal Malaysia. Namun, ketakutan yang sama untuk menikah selalu menghantui.

Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, Sebuah Film Tentang Ketakutan untuk Maju

Satu hal yang saya sangat suka dari film ini adalah kemampuan Hanung Bramantyo dalam menangkap esensi dari Kota Yogyakarta. Sebagai seseorang yang cukup lama menghabiskan waktunya di kota cantik ini, kemampuan Hanung dalam merepresentasikan suasana Yogya dengan akurat perlu diacungi jempol. Shoot-shoot cantik di berbagai sudut kota dan kehadiran figur dari dunia seni seperti Agus Noor, Agus Magelangan, dan Butet Kartaredjasa semakin menambah nuansa autentik film ini. Yogya, dengan segala kenyamanannya dan gaya hidup yang slow living, digambarkan sebagai tempat yang bisa menenangkan sekaligus membuai, membuat seseorang enggan melangkah maju. Hal ini juga digambarkan dalam karakter Daku yang terlihat enggan untuk mengambil tanggung jawab besar dalam hidupnya. 

Sinematografi film ini juga layak diapresiasi. Saat Daku kembali ke kampung halamannya di Rembang, rasio layar berubah menjadi 4:3, menggambarkan bagaimana ia mengurung dirinya dalam ketakutan dan kebimbangan. Perjalanan Daku memahami waktu dan takdir bukanlah hal yang mudah, terutama setelah sebuah tragedi yang mengubah hidupnya. Walaupun premis ini terasa sangat melankolis da mendayu-dayu, Hanung berhasil menyelipkan humor yang natural, sehingga sedikit mengangkat nuansa keseluruhan film ini. 

Sedikit kekurangan dalam film ini adalah, cara penggambaran figur perempuan dan pernikahan yang terkesan sedikit“mengekang”. Sebenarnya tidak menjadi masalah bagi penonton yang sudah pernah membaca buku aslinya dan paham bahwa cara pandang dalam buku itu berdasarkan sudut pandang 20 tahun yang lalu, sehingga kurang relevan dengan sudut pandang yang berkembang sekarang. Tapi untuk penonton awam, terutama wanita, hal ini bisa jadi lumayan mengganggu. Walaupun menurut saya pribadi, sudut pandang tentang wanita dan pernikahan dalam film ini oke-oke saja. 

Saya cukup suka dengan bagaimana film ini dibawa, tentang bagaimana perasaan yang dirasakan oleh Daku sangat relevan dengan kebanyakan anak muda zaman sekarang yang penuh dengan keragu-raguan, terutama soal komitmen dalam pernikahan. Pesan yang ada dalam film ini adalah, meskipun waktu tidak pernah tepat waktu, tidak pernah sesuai dengan keinginan kita, kita tetap punya kekuatan untuk bertindak. Berdiam diri, menjadi pasif bukanlah jawaban. Bagi saya skor untuk film Cinta Tak Pernah Tepat Waktu adalah 7/10. 

Buat yang tertarik menonton, buruan nonton mumpung masih tayang di bioskop. Sekian!




0
78
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan