Kaskus

News

prabogelAvatar border
TS
prabogel
Danantara Rawan Jadi Sarang Korupsi Seperti 1MDB Malaysia, Bagaimana Kasusnya?
Jakarta - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah menjadi sorotan setelah membentuk Danantara, sebuah lembaga yang digadang-gadang bakal menjadi andalan investasi negara. Lembaga ini rencananya bakal diluncurkan pada 24 Februari.

Beberapa yang optimis menyebut Danantara bisa mengikuti jejak sukses Temasek, lembaga investasi yang dikelola Pemerintah Singapura. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa Danantara bisa bernasib seperti 1Malaysia Development Berhad (1MDB), skandal mega-korupsi yang mengguncang Malaysia dan merugikan negara hingga Rp177 triliun.

Kecurigaan ini bukan tanpa alasan. Skandal 1MDB menjadi contoh nyata bagaimana sebuah lembaga investasi yang awalnya dibentuk untuk kemajuan ekonomi justru berubah menjadi sarang korupsi. Lantas seperti apa kronologi kasus 1MDB?

Kasus ini menyeret nama mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, yang akhirnya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Meski begitu, hukuman tersebut tidak sepenuhnya dijalani setelah ia menerima pengampunan dari Raja Malaysia, yang memangkas hukumannya menjadi 6 tahun dan mengurangi dendanya dari RM210 juta menjadi RM50 juta.

Perjalanan hukum Najib Razak dimulai pada 4 Juli 2018, ketika ia pertama kali didakwa atas tiga kasus pelanggaran kepercayaan dan satu kasus penyalahgunaan kekuasaan terkait aliran dana SRC International sebesar RM42 juta. Tuduhan terhadapnya semakin bertambah pada 8 Agustus 2018, dengan dakwaan pencucian uang.

Kasus ini akhirnya memasuki tahap persidangan pada 3 April 2019 dan setelah 33 hari proses pengadilan, dengan 19 saksi, kasus ini ditutup pada 11 Maret 2020.

Pada 28 Juli 2020, Pengadilan Tinggi memutuskan Najib bersalah dan menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara serta denda RM210 juta. Najib tidak tinggal diam dan terus mengajukan banding. Namun, baik di Pengadilan Banding pada 8 Desember 2021 maupun di Mahkamah Federal pada 23 Agustus 2022, keputusannya tetap sama: ia harus menjalani hukumannya.

Setelah jalur hukum habis, Najib pun mengajukan permohonan grasi. Hingga akhirnya, pada 29 Januari 2024, Dewan Pengampunan mengumumkan pengurangan hukumannya, yang kemudian dikonfirmasi secara resmi pada 2 Februari 2024.

Keputusan ini memicu kontroversi di Malaysia. Banyak yang menganggapnya sebagai kompromi politik, sementara sebagian lagi tetap menilai bahwa hukuman ringan ini tidak menghapus luka akibat skandal besar yang mengguncang negeri jiran itu.

Najib sendiri masih menghadapi beberapa tuntutan hukum lainnya, termasuk dugaan pencucian uang sebesar RM27 juta yang juga berasal dari dana SRC International.

Kisah kelam 1MDB menimbulkan kekhawatiran bahwa skema serupa bisa terjadi di Indonesia, terutama dengan kehadiran Danantara. Beberapa warganet menilai pentingnya menjaga independensi Danantara. Karena badan ini harus berorientasi pada return on investment (ROI), terlepas dari kepentingan politik. Transparansi juga harus dijaga agar masyarakat tahu dana tersebut digunakan dengan benar.

Jika dibandingkan, Temasek (Singapura) dan 1MDB memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengelola investasi. Temasek fokus mengelola kelebihan dana pemerintah untuk diinvestasikan kembali guna memaksimalkan keuntungan. Sementara itu, 1MDB lebih banyak mencari investor dan menggunakan aset sebagai jaminan utang, strategi yang akhirnya menjadi bumerang dan membuka celah praktik korupsi.

Danantara sendiri menaungi dua sektor utama, yakni operasional dan investasi, serta membawahi sejumlah BUMN. Seperti Bank Mandiri, BRI, PLN, Pertamina, BNI, Telkom, dan Mining Industry Indonesia (MIND ID).

Selain itu, lembaga ini juga mengawasi Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA), yang merupakan Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia yang dibentuk pada era Presiden Joko Widodo.

Pada tahun 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menegaskan bahwa LPI harus dikelola dengan transparan agar tidak mengalami nasib serupa dengan 1MDB. Ia menekankan pentingnya penerapan Santiago Principles, yang mengutamakan akuntabilitas, transparansi, dan tata kelola perusahaan yang baik.

Hal yang sama juga ditegaskan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Menurutnya, skema SWF yang diterapkan di Indonesia berbeda dengan 1MDB, karena akan dijalankan secara transparan dan profesional.

https://jatimtimes.com/baca/331754/2...imana-kasusnya

Indonesia bubar 2030
superman313Avatar border
soelojo4503Avatar border
01.01.2025Avatar border
01.01.2025 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
399
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan