- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
'Hujan Bom' AS Belum Usai, Trump Siapkan Tarif Balas Dendam


TS
mbappe007
'Hujan Bom' AS Belum Usai, Trump Siapkan Tarif Balas Dendam
Presiden Amerika Serikat Donald Trump makin memperdalam ketegangan dagang global dengan mempersiapkan tarif balasan (resiprokal) terhadap negara-negara yang selama ini mengenakan tarif bea masuk pada barang-barang AS. Langkah ini, yang sedang difinalisasi oleh para penasihat perdagangan Gedung Putih pada Rabu (12/2/2025), telah memicu kekhawatiran dari banyak pihak, termasuk industri dalam negeri dan mitra dagang utama seperti Meksiko, Kanada, Uni Eropa, Jepang, dan Australia.
Setelah mengejutkan pasar dengan pengumuman tarif impor baja dan aluminium sebesar 25% pada Senin lalu-yang berlaku mulai 1 Maret-Trump kini akan segera menaikkan tarif untuk setiap negara yang selama ini menerapkan bea masuk pada produk AS sebagai upaya membalas karena memanfaatkan AS sebagai negara ekonomi nomor satu dunia yang tidak menerapkan tarif sehingga AS selalu mengalami defisit neraca perdagangan yang sangat besar setiap tahun.
Langkah ini menambah ketidakpastian di sektor industri yang bergantung pada impor baja dan aluminium, serta memperdalam risiko perang dagang global yang lebih luas.
Baca: Perang Baru Trump Bikin Chaos, Ramai-Ramai Bos Industri Buka Suara
Sebelumnya, Trump telah mengenakan tambahan tarif 10% (total menjadi 35% tarif) pada barang-barang China yang berlaku sejak 4 Februari, dengan Beijing membalas dengan kebijakan serupa pada pekan ini.
Tarif impor sebesar 25% untuk barang dari Meksiko dan Kanada seharusnya berlaku bulan ini, tetapi ditunda hingga 4 Maret untuk memberikan waktu bagi negosiasi terkait pengamanan perbatasan AS dari imigran ilegal dan upaya mengatasi perdagangan fentanyl ilegal.
Meskipun beberapa pekerja industri baja di AS mendukung kebijakan ini, banyak perusahaan manufaktur besar yang mengandalkan impor mengkhawatirkan efek domino dari kenaikan tarif ini terhadap rantai pasokan dan harga produk mereka.
"Perusahaan-perusahaan dengan ketergantungan besar pada impor baja dan aluminium kini kesulitan menyusun strategi jangka panjang," ujar seorang eksekutif manufaktur yang enggan disebutkan namanya, dilansir Reuters.
Banyak industri, termasuk otomotif, farmasi, dan teknologi semikonduktor, khawatir dengan ancaman Trump yang juga mempertimbangkan tarif baru pada sektor mereka.
Baca: Rupiah Dibuka Melemah ke Level Rp16.360, Dolar AS Kian Perkasa
Hingga kini, Gedung Putih belum memberikan detail lengkap mengenai bagaimana tarif balasan ini akan diterapkan, meskipun Trump berjanji akan mengumumkannya dalam dua hari ke depan.
Menurut William Reinsch, analis senior di Center for Strategic and International Studies, tim perdagangan Trump menghadapi dilema besar dalam menyusun skema tarif ini. Ada dua pilihan utama yang bisa diambil:
Pertama, Pemerintah AS bisa mengenakan tarif rata, misalnya 10% atau 20% untuk semua negara, agar lebih mudah diterapkan.
Kedua, tarif berbasis timbal balik, yakni AS bisa menyesuaikan tarif untuk setiap negara berdasarkan bea masuk yang mereka kenakan terhadap barang AS.
"Jika kita mengikuti metode kedua, ini akan sangat kompleks dan sulit diterapkan," kata Reinsch.
Seorang sumber di Gedung Putih yang terlibat dalam perumusan tarif mengatakan bahwa detailnya masih dirampungkan hingga Selasa malam, mengindikasikan masih adanya perdebatan internal.
Menurut Damon Pike, pakar perdagangan internasional di BDO International, skema tarif yang diusulkan Trump berpotensi menjadi pekerjaan monumental.
"Di tingkat internasional, ada sekitar 5.000 deskripsi produk dengan kode 6 digit yang digunakan di 186 negara anggota Organisasi Bea Cukai Dunia. Jadi, ini berarti 5.000 dikalikan 186 negara-ini hampir seperti proyek kecerdasan buatan," jelasnya.
Dukungan dan Tantangan Hukum
Para penasihat perdagangan Trump sedang mengeksplorasi berbagai undang-undang yang dapat digunakan untuk menerapkan tarif ini. Beberapa opsi yang sedang dipertimbangkan antara lain Trade Act 1974, Section 122 - hanya memungkinkan tarif flat maksimum 15% selama enam bulan; Tariff Act 1930, Section 338 - memungkinkan AS mengambil tindakan terhadap negara yang melakukan diskriminasi perdagangan terhadap produk AS, tetapi belum pernah digunakan sebelumnya; dan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) - digunakan untuk mengenakan tarif terhadap China, serta rencana tarif baru untuk Kanada dan Meksiko.
Menurut Pike, jika tidak menggunakan IEEPA, maka pemerintah harus melibatkan Kongres sebelum memberlakukan tarif baru.
"Segala sesuatu tampaknya bergerak dengan sangat cepat, tetapi jika tidak melalui IEEPA, tarif harus mendapat persetujuan dari badan pemerintah lain sebelum bisa diterapkan," katanya.
Namun, metode "tarif balasan" yang diusulkan Trump juga bisa menjadi bumerang bagi AS sendiri.
Reinsch memperingatkan bahwa pendekatan ini berarti AS menyerahkan kendali atas kebijakan tarifnya kepada negara lain.
"Misalnya, jika Kolombia menetapkan tarif tinggi untuk kopi demi melindungi industrinya, maka kita akan menerapkan tarif tinggi pada kopi Kolombia juga-padahal AS tidak memproduksi kopi. Akibatnya, yang rugi adalah konsumen Amerika sendiri," jelasnya.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...f-balas-dendam

Setelah mengejutkan pasar dengan pengumuman tarif impor baja dan aluminium sebesar 25% pada Senin lalu-yang berlaku mulai 1 Maret-Trump kini akan segera menaikkan tarif untuk setiap negara yang selama ini menerapkan bea masuk pada produk AS sebagai upaya membalas karena memanfaatkan AS sebagai negara ekonomi nomor satu dunia yang tidak menerapkan tarif sehingga AS selalu mengalami defisit neraca perdagangan yang sangat besar setiap tahun.
Langkah ini menambah ketidakpastian di sektor industri yang bergantung pada impor baja dan aluminium, serta memperdalam risiko perang dagang global yang lebih luas.
Baca: Perang Baru Trump Bikin Chaos, Ramai-Ramai Bos Industri Buka Suara
Sebelumnya, Trump telah mengenakan tambahan tarif 10% (total menjadi 35% tarif) pada barang-barang China yang berlaku sejak 4 Februari, dengan Beijing membalas dengan kebijakan serupa pada pekan ini.
Tarif impor sebesar 25% untuk barang dari Meksiko dan Kanada seharusnya berlaku bulan ini, tetapi ditunda hingga 4 Maret untuk memberikan waktu bagi negosiasi terkait pengamanan perbatasan AS dari imigran ilegal dan upaya mengatasi perdagangan fentanyl ilegal.
Meskipun beberapa pekerja industri baja di AS mendukung kebijakan ini, banyak perusahaan manufaktur besar yang mengandalkan impor mengkhawatirkan efek domino dari kenaikan tarif ini terhadap rantai pasokan dan harga produk mereka.
"Perusahaan-perusahaan dengan ketergantungan besar pada impor baja dan aluminium kini kesulitan menyusun strategi jangka panjang," ujar seorang eksekutif manufaktur yang enggan disebutkan namanya, dilansir Reuters.
Banyak industri, termasuk otomotif, farmasi, dan teknologi semikonduktor, khawatir dengan ancaman Trump yang juga mempertimbangkan tarif baru pada sektor mereka.
Baca: Rupiah Dibuka Melemah ke Level Rp16.360, Dolar AS Kian Perkasa
Hingga kini, Gedung Putih belum memberikan detail lengkap mengenai bagaimana tarif balasan ini akan diterapkan, meskipun Trump berjanji akan mengumumkannya dalam dua hari ke depan.
Menurut William Reinsch, analis senior di Center for Strategic and International Studies, tim perdagangan Trump menghadapi dilema besar dalam menyusun skema tarif ini. Ada dua pilihan utama yang bisa diambil:
Pertama, Pemerintah AS bisa mengenakan tarif rata, misalnya 10% atau 20% untuk semua negara, agar lebih mudah diterapkan.
Kedua, tarif berbasis timbal balik, yakni AS bisa menyesuaikan tarif untuk setiap negara berdasarkan bea masuk yang mereka kenakan terhadap barang AS.
"Jika kita mengikuti metode kedua, ini akan sangat kompleks dan sulit diterapkan," kata Reinsch.
Seorang sumber di Gedung Putih yang terlibat dalam perumusan tarif mengatakan bahwa detailnya masih dirampungkan hingga Selasa malam, mengindikasikan masih adanya perdebatan internal.
Menurut Damon Pike, pakar perdagangan internasional di BDO International, skema tarif yang diusulkan Trump berpotensi menjadi pekerjaan monumental.
"Di tingkat internasional, ada sekitar 5.000 deskripsi produk dengan kode 6 digit yang digunakan di 186 negara anggota Organisasi Bea Cukai Dunia. Jadi, ini berarti 5.000 dikalikan 186 negara-ini hampir seperti proyek kecerdasan buatan," jelasnya.
Dukungan dan Tantangan Hukum
Para penasihat perdagangan Trump sedang mengeksplorasi berbagai undang-undang yang dapat digunakan untuk menerapkan tarif ini. Beberapa opsi yang sedang dipertimbangkan antara lain Trade Act 1974, Section 122 - hanya memungkinkan tarif flat maksimum 15% selama enam bulan; Tariff Act 1930, Section 338 - memungkinkan AS mengambil tindakan terhadap negara yang melakukan diskriminasi perdagangan terhadap produk AS, tetapi belum pernah digunakan sebelumnya; dan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) - digunakan untuk mengenakan tarif terhadap China, serta rencana tarif baru untuk Kanada dan Meksiko.
Menurut Pike, jika tidak menggunakan IEEPA, maka pemerintah harus melibatkan Kongres sebelum memberlakukan tarif baru.
"Segala sesuatu tampaknya bergerak dengan sangat cepat, tetapi jika tidak melalui IEEPA, tarif harus mendapat persetujuan dari badan pemerintah lain sebelum bisa diterapkan," katanya.
Namun, metode "tarif balasan" yang diusulkan Trump juga bisa menjadi bumerang bagi AS sendiri.
Reinsch memperingatkan bahwa pendekatan ini berarti AS menyerahkan kendali atas kebijakan tarifnya kepada negara lain.
"Misalnya, jika Kolombia menetapkan tarif tinggi untuk kopi demi melindungi industrinya, maka kita akan menerapkan tarif tinggi pada kopi Kolombia juga-padahal AS tidak memproduksi kopi. Akibatnya, yang rugi adalah konsumen Amerika sendiri," jelasnya.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...f-balas-dendam



rizkync108 memberi reputasi
-1
291
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan