- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Asing Biang Kerok, IHSG Belum Bottom Meski Tertekan Hebat


TS
jaguarxj220
Asing Biang Kerok, IHSG Belum Bottom Meski Tertekan Hebat
Bloomberg Technoz, Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pagi ini, Jumat (7/2/2025) mengalami tekanan hebat, melanjutkan penurunan di hari-hari sebelumnya. Analis menilai, ini bukan tekanan terakhir, sehingga potensi IHSG bertahan di fase bearish masih cukup besar.
Lima menit setelah dibuka, IHSG kehilangan 198,69 poin atau setara 2,89% ke level 6.676, berdarkan data Bloomberg, Jumat (7/2/2025).
Hingga pukul 11.00, IHSG masih tertekan. Indeks turun 147 poin atau setara 2,11% ke level 6.727.
Hanya dalam satu pekan perdagangan ini saja, IHSG sudah mengakumulasi penurunan hingga 5,27%.
Guru Besar sekaligus Pengamat Pasar Modal FEB Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan, penurunan sebesar itu bukan berarti IHSG sudah berada di posisi bottom.
Pasalnya, investor asing, yang menjadi penyebab utama anjloknya IHSG, masih berada dalam posisi jual.
“Selama asing masih net sell, kita tidak bisa bilang sudah bottom,” kata Budi kepada Bloomberg Technoz, Jumat (7/2/2025).
Serupa dengan Budi, Founder Stocknow.id Hendra Wardana juga mengatakan, meski IHSG tertekan hebat, pasar saham Indonesia belum menyentuh titik terendah. Menurutnya, bottom indeks saham di Indonesia berada di posisi 6.639.
“Kalau closing dengan kondisi sekarang saja sudah bagus jika dilihat dari sisi chart pinbar. Tapi, kalau bottom ada di 6.639,” katanya.
Menurut Hendra, selain faktor ketidakpastian global yang ditimbulkan dari kebijakan-kebijakan Presiden AS Donald Trump, IHSG juga terbebani sentimen batalnya saham PT Barito Renewables Energi (BREN), Petrosea (PTRO), dan Petrindo Jaya Kreasi (CUAN), dari tinjauan rebalancing Indeks MSCI bulan ini.
Lebih lanjut, tekanan pada IHSG juga merupakan dampak dari koreksi tajam di saham-saham bank besar atau big banks setelah laporan keuangan kuartal IV-2024 yang menunjukan perlambatan laba.
“BBCA yang masih mencatat pertumbuhan laba 12,7% secara tahunan, tapi mengalami penurunan 3,1% secara kuartalan. Laba BBNI tumbuh 2,7% secara tahunan, tetapi tergerus 8% secara kuartalan. BMRI lebih parah lagi, dengan pertumbuhan laba hanya 1,3% secara tahunan, namun turun 11% kuartalan. Ketidakpastian di sektor ini turut menyeret IHSG semakin dalam, mengingat bobot saham perbankan yang besar dalam indeks,” ujarnya.
Kondisi makro juga belum bisa memberikan sentimen positif untuk IHSG.
“Produk Domestik Bruto (PDB) 2024 yang hanya tumbuh 5,03%, lebih rendah dari 5,05% pada 2023 dan jauh di bawah 5,31% pada 2022, semakin memperkuat kekhawatiran investor terhadap prospek ekonomi ke depan,” tambahnya.
Sentimen negatif lainnya berasal dari instruksi Presiden No 1/2025, soal pemangkasan belanja negara hingga Rp306 triliun, yang menyebabkan berkurangnya konsumsi pemerintah yang merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Mempertimbangkan situasi tersebut, IHSG masih akan tertekan dengan beberapa hari kedepan sampai dengan adanya katalis positif yang mampu mengimbangi sentimen negatif dari dalam negeri.
“Namun, koreksi yang terjadi juga bisa membuka peluang bagi investor yang mulai mencari saham dengan valuasi menarik,” katanya.
“Di tengah ketidakpastian ini, investor disarankan untuk tetap berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi jangka pendek dan menerapkan strategi manajemen risiko yang ketat.” tutupnya.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ertekan-hebat/
Belum bottom gaes...
Lima menit setelah dibuka, IHSG kehilangan 198,69 poin atau setara 2,89% ke level 6.676, berdarkan data Bloomberg, Jumat (7/2/2025).
Hingga pukul 11.00, IHSG masih tertekan. Indeks turun 147 poin atau setara 2,11% ke level 6.727.
Hanya dalam satu pekan perdagangan ini saja, IHSG sudah mengakumulasi penurunan hingga 5,27%.
Guru Besar sekaligus Pengamat Pasar Modal FEB Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan, penurunan sebesar itu bukan berarti IHSG sudah berada di posisi bottom.
Pasalnya, investor asing, yang menjadi penyebab utama anjloknya IHSG, masih berada dalam posisi jual.
“Selama asing masih net sell, kita tidak bisa bilang sudah bottom,” kata Budi kepada Bloomberg Technoz, Jumat (7/2/2025).
Serupa dengan Budi, Founder Stocknow.id Hendra Wardana juga mengatakan, meski IHSG tertekan hebat, pasar saham Indonesia belum menyentuh titik terendah. Menurutnya, bottom indeks saham di Indonesia berada di posisi 6.639.
“Kalau closing dengan kondisi sekarang saja sudah bagus jika dilihat dari sisi chart pinbar. Tapi, kalau bottom ada di 6.639,” katanya.
Menurut Hendra, selain faktor ketidakpastian global yang ditimbulkan dari kebijakan-kebijakan Presiden AS Donald Trump, IHSG juga terbebani sentimen batalnya saham PT Barito Renewables Energi (BREN), Petrosea (PTRO), dan Petrindo Jaya Kreasi (CUAN), dari tinjauan rebalancing Indeks MSCI bulan ini.
Lebih lanjut, tekanan pada IHSG juga merupakan dampak dari koreksi tajam di saham-saham bank besar atau big banks setelah laporan keuangan kuartal IV-2024 yang menunjukan perlambatan laba.
“BBCA yang masih mencatat pertumbuhan laba 12,7% secara tahunan, tapi mengalami penurunan 3,1% secara kuartalan. Laba BBNI tumbuh 2,7% secara tahunan, tetapi tergerus 8% secara kuartalan. BMRI lebih parah lagi, dengan pertumbuhan laba hanya 1,3% secara tahunan, namun turun 11% kuartalan. Ketidakpastian di sektor ini turut menyeret IHSG semakin dalam, mengingat bobot saham perbankan yang besar dalam indeks,” ujarnya.
Kondisi makro juga belum bisa memberikan sentimen positif untuk IHSG.
“Produk Domestik Bruto (PDB) 2024 yang hanya tumbuh 5,03%, lebih rendah dari 5,05% pada 2023 dan jauh di bawah 5,31% pada 2022, semakin memperkuat kekhawatiran investor terhadap prospek ekonomi ke depan,” tambahnya.
Sentimen negatif lainnya berasal dari instruksi Presiden No 1/2025, soal pemangkasan belanja negara hingga Rp306 triliun, yang menyebabkan berkurangnya konsumsi pemerintah yang merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Mempertimbangkan situasi tersebut, IHSG masih akan tertekan dengan beberapa hari kedepan sampai dengan adanya katalis positif yang mampu mengimbangi sentimen negatif dari dalam negeri.
“Namun, koreksi yang terjadi juga bisa membuka peluang bagi investor yang mulai mencari saham dengan valuasi menarik,” katanya.
“Di tengah ketidakpastian ini, investor disarankan untuk tetap berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi jangka pendek dan menerapkan strategi manajemen risiko yang ketat.” tutupnya.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ertekan-hebat/
Belum bottom gaes...



soelojo4503 memberi reputasi
1
180
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan