- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ekonom Kirim Sinyal Bahaya Soal Deflasi Januari 2025


TS
jaguarxj220
Ekonom Kirim Sinyal Bahaya Soal Deflasi Januari 2025
Bloomberg Technoz, Jakarta - Sejumlah ekonom menilai deflasi 0,76% secara bulanan (month-to-month), yang terdalam sejak September 1999, menandakan adanya tekanan pada perekonomian Indonesia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman mengatakan, secara umum deflasi dapat menjadi indikasi melemahnya daya beli masyarakat. Terutama, kata dia, jika disebabkan oleh turunnya permintaan agregat akibat ketidakpastian ekonomi atau stagnasi pendapatan.
"Jika tren ini berlanjut, maka bisa berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi karena bisnis dan industri akan mengalami tekanan akibat rendahnya konsumsi," ujar Rizal saat dihubungi, Senin (3/2/2025).
BPS melaporkan kinerja konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024 melambat jadi hanya tumbuh 4,91% (yoy), dibandingkan 4,93% pada kuartal sebelumnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai deflasi tidak hanya terjadi karena adanya diskon tarif listrik 50% kepada pelanggan rumah tangga daya hingga 2.200 VA selama Januari-Februari 2025.
Menurut dia, diskon tarif listrik justru bisa terkompensasi dengan belanja masyarakat yang meningkatkan inflasi di sektor makanan dan minuman, transportasi dan pakaian jadi.
"Hal ini karena dengan asumsi orang diberikan tarif listrik, uang yang biasa digunakan untuk belanja tarif listrik digunakan untuk keperluan lainnya. Sehingga bisa mendorong permintaan. Tetapi itu tidak terjadi," ujar Bhima.
Sekadar catatan, BPS mencatat inflasi 0,76% secara tahunan (year-on-year/yoy) terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, antara lain: kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 3,69%; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,24%; kelompok transportasi sebesar 0,76%.
Sehingga, Bhima menilai deflasi secara bulanan yang terendah sejak September 1999 dan inflasi secara tahunan yang terendah sejak Januari 2000 lebih disebabkan oleh daya beli masyarakat yang sedang lesu.
Bhima mengatakan setidaknya ada dua preferensi masyarakat yang menyebabkan inflasi rendah. Pertama, masyarakat lebih banyak berhemat dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di sektor padat karya di tengah suku bunga tinggi dan pelemahan rupiah. "Itu yang membuat masyarakat meskipun ada diskon tarif listrik, uangnya disimpan dan ditabung."
Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan angka PHK di Indonesia sepanjang 2024 tercatat mencapai 77.965 orang, mengalami lonjakan 20,21% jika dibandingkan periode sepanjang 2023 yang sebanyak 64.855 orang.
Kedua, masyarakat lebih banyak berhemat walaupun ada diskon tarif listrik untuk mempersiapkan belanja pada momentum Ramadan dan Idulfitri 2025.
"Hal ini karena Ramadan dan Lebaran butuh belanja lebih banyak. Jadi dari sekarang ditabung, belanja Ramadan [diproyeksikan] mulai Maret 2025," ujarnya.
Selanjutnya, Rizal menilai pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk meningkatkan daya beli masyarakat, seperti melalui stimulus fiskal, insentif bagi sektor riil, serta kebijakan yang mendukung investasi dan penciptaan lapangan kerja. Hal ini dilakukan untuk memastikan stabilitas ekonomi Indonesia pada 2025 tidak terganggu oleh tren deflasi berkepanjangan.
BPS melaporkan, deflasi pada Januari 2025 mencapai 0,76% secara bulanan (mtm). Angka lebih rendah dibandingkan konsensus Bloomberg yang memprediksi inflasi 0,35%.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan deflasi menandakan terjadinya penurunan indeks harga konsumen dari 106,8 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025.
"Kelompok penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah adalah dari kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang deflasi 9,16% dan ini memberikan andil deflasi minus 1,44%," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/2/2025).
BPS mencatat deflasi pada Januari 2025 didorong oleh penurunan tarif listrik yang mengalami deflasi 32,03% dengan andil terhadap deflasi 1,47%. Penurunan tajam ini disebabkan oleh pemberian diskon 50% bagi pelanggan dengan daya listrik hingga 2.200 VA pada bulan tersebut.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...-januari-2025/
Baguss... Semua sudah kompak frugal living..
Bagaimana para pedagang, apakah sudah mengibarkan bendera putih??

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman mengatakan, secara umum deflasi dapat menjadi indikasi melemahnya daya beli masyarakat. Terutama, kata dia, jika disebabkan oleh turunnya permintaan agregat akibat ketidakpastian ekonomi atau stagnasi pendapatan.
"Jika tren ini berlanjut, maka bisa berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi karena bisnis dan industri akan mengalami tekanan akibat rendahnya konsumsi," ujar Rizal saat dihubungi, Senin (3/2/2025).
BPS melaporkan kinerja konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024 melambat jadi hanya tumbuh 4,91% (yoy), dibandingkan 4,93% pada kuartal sebelumnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai deflasi tidak hanya terjadi karena adanya diskon tarif listrik 50% kepada pelanggan rumah tangga daya hingga 2.200 VA selama Januari-Februari 2025.
Menurut dia, diskon tarif listrik justru bisa terkompensasi dengan belanja masyarakat yang meningkatkan inflasi di sektor makanan dan minuman, transportasi dan pakaian jadi.
"Hal ini karena dengan asumsi orang diberikan tarif listrik, uang yang biasa digunakan untuk belanja tarif listrik digunakan untuk keperluan lainnya. Sehingga bisa mendorong permintaan. Tetapi itu tidak terjadi," ujar Bhima.
Sekadar catatan, BPS mencatat inflasi 0,76% secara tahunan (year-on-year/yoy) terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, antara lain: kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 3,69%; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,24%; kelompok transportasi sebesar 0,76%.
Sehingga, Bhima menilai deflasi secara bulanan yang terendah sejak September 1999 dan inflasi secara tahunan yang terendah sejak Januari 2000 lebih disebabkan oleh daya beli masyarakat yang sedang lesu.
Bhima mengatakan setidaknya ada dua preferensi masyarakat yang menyebabkan inflasi rendah. Pertama, masyarakat lebih banyak berhemat dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di sektor padat karya di tengah suku bunga tinggi dan pelemahan rupiah. "Itu yang membuat masyarakat meskipun ada diskon tarif listrik, uangnya disimpan dan ditabung."
Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan angka PHK di Indonesia sepanjang 2024 tercatat mencapai 77.965 orang, mengalami lonjakan 20,21% jika dibandingkan periode sepanjang 2023 yang sebanyak 64.855 orang.
Kedua, masyarakat lebih banyak berhemat walaupun ada diskon tarif listrik untuk mempersiapkan belanja pada momentum Ramadan dan Idulfitri 2025.
"Hal ini karena Ramadan dan Lebaran butuh belanja lebih banyak. Jadi dari sekarang ditabung, belanja Ramadan [diproyeksikan] mulai Maret 2025," ujarnya.
Selanjutnya, Rizal menilai pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk meningkatkan daya beli masyarakat, seperti melalui stimulus fiskal, insentif bagi sektor riil, serta kebijakan yang mendukung investasi dan penciptaan lapangan kerja. Hal ini dilakukan untuk memastikan stabilitas ekonomi Indonesia pada 2025 tidak terganggu oleh tren deflasi berkepanjangan.
BPS melaporkan, deflasi pada Januari 2025 mencapai 0,76% secara bulanan (mtm). Angka lebih rendah dibandingkan konsensus Bloomberg yang memprediksi inflasi 0,35%.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan deflasi menandakan terjadinya penurunan indeks harga konsumen dari 106,8 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025.
"Kelompok penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah adalah dari kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang deflasi 9,16% dan ini memberikan andil deflasi minus 1,44%," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/2/2025).
BPS mencatat deflasi pada Januari 2025 didorong oleh penurunan tarif listrik yang mengalami deflasi 32,03% dengan andil terhadap deflasi 1,47%. Penurunan tajam ini disebabkan oleh pemberian diskon 50% bagi pelanggan dengan daya listrik hingga 2.200 VA pada bulan tersebut.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...-januari-2025/
Baguss... Semua sudah kompak frugal living..
Bagaimana para pedagang, apakah sudah mengibarkan bendera putih??







aldonistic dan 3 lainnya memberi reputasi
4
496
20


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan