- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SENYUMAN ITU KEMBALI (CERITA CINTA SMP PART 4)


TS
tasyaneysa
SENYUMAN ITU KEMBALI (CERITA CINTA SMP PART 4)
....
Kendaraan kita semakin melaju. aku diam beribu bahasa memikirkan apa yang harus aku lakukan nantinya. Saat ketemu Bayu. Apakah aku benar2 akan hanya melihatnya dari jauh. Tapi aku sangat ingin melihatnya langsung. Aku mengingat kita belum benar-benar berkenalan. Kita hanya selalu melempar senyum. Dan yang pasti yang aku tau kita saling tertarik satu sama lain.
Tak terasa aku menyunggingkan senyumanku. Hanya sedikit saja. Sampai aku melihat sosok di depanku. Raga, aku melihat punggung bidangnya. Kulihat betapa tingginya anak ini. Kulit bersih terlihat mencolok di balik jaket dan rambut hitamnya. aku merasa aman , karena sedikitpun aku tidak tertepa angin. Dia sangat tinggi.
tiba-tiba dia mengerem di tengah lamunanku. Dan sontak aku memegang pinggangnya. Sambil memejamkan mata. Aku selalu seperti itu saat sedang di bonceng. Ada sedikit rasa takut saat dibonceng entah sama siapapun. Kecuali papaku. Aku memegang pinggangnya erat. Dan aku merasa kendaraan kita berhenti.
“gimana sing bang, hati-hati!” terdengar suara raga kesal dan menegur seseorang. Sangat keras dan menyadarkanku untuk membuka mata. Aku melihat seorang laki-laki yang berdiri mematung melihat kami sambil terkesan sedikit takut juga. Aku melihat Eva dan temannya sudah melaju meninggalkan kami dan tidak terlihat sama sekali batang hidungnya.
“sudah, tidak apa-apa” kata Raga menenangkan sambil meraih tangnku yang ternyata masih mencekeram pinggangnya. Uhhh ,,,langsung aku baru benar-benar tersadar akan hal itu. Duh bodohnya aku. Aku canggung bercampur takut juga. Untungnya memang tidak apa-apa. semua baik-baik saja.Kita melanjutkan perjalanan lagi. Dan sekilas raga berbicara karena tidak terdengar aku acuh saja.
Setiba di rumah sakit aku dengan perasaan jantung masih deg-degan saat karena kejadian saat di perjalanan tadi. Aku melepas helm dan memasangkan ke spion. Jujur Aku masih kepikiran. Dan aku tanpa sadar mematung berdiri saja. Tiba-tiba Raga meraih tanganku mengajaknya beranjak dari tempat itu. Tanpa sadar juga ternyata hujan. Ya ampun, kemana pikiranku. Aku merasa ada yang lain saat tangan Raga meraih tanganku. Ada rasa yang beda saat dia meraihnya dua kali.
Hujan semakin deras. Aku dan Raga menuju ke ruangan Bayu. Setelah kita cek ke bagian informasi kita tau kamarnya. Dari ujung lorong terlihat Eva seperti menunggu seseorang dan itu pasti kita. Raga menyapa sebentar ke Eva dan menjelaskan soal di jalan tadi. Terlihat begitu serius Eva mendengarnya. Tapi setelah kita tidak apa-apa wajahnya berubah seperti biasa.
Eva menghampiriku “Kamu masuk apa tidak?” katanya. Aku terdiam saja. Sambil sesekali melirik dari balik pintu yang samar-samar terlihat sosok Bayu tengah terbaring lemas. Akupun tidak bisa menjawabnya. “ aku sudah bilang ada kamu Nes” lanjut Eva “kamu harus masuk” katanya.
Akhirnya akupun memberanikan diri untuk masuk. Jantungku semakin berdebar kencang. Sangat kencang. Pertemuan kita disaat seperti ini sangat tidak menyenangkan. Aku buka tirai yang menutupi sudut kamarnya. Sesaat kita beradu pandang. Dia tersenyum seperti biasanya, senyum yang selama ini aku rindukan. Senyuman itu masih ada.
Akupun juga tersenyum. Dia mempersilahkan aku masuk dengan menunjuk kursi yang ada di dekatnya. Eva mendorongku untuk duduk. Disitu ada Raga yang juga masih mengobrol dengan Bayu. Aku duduk malu-malu di sebelahnya. Raga melihatku dengan tatapan yang susah ditebak, tatapan apa itu. Tak lama Eva mengajak semua keluar, sekaligus Raga. Dia terkesan kaget juga kenapa harus keluar. Tapi eva tidak menjelaskan apa-apa. hanya menyeret saja.
Jantungku semakin berdetak tak karuan. Dan yang aku lakukan adalah menunduk seperti patung. Antara salah tingkah,seneng, malu jadi satu. Untuk beberapa saat aku terdiam. Bayu juga terdiam. Kurasakan badanku mulai panas seperti terbakar.
“kamu neysa kan ?” tiba-tiba keheningan terpecah oleh suaranya. Aku sempat terkaget mendengar suara itu. Suara parau itu terdengar lemas. Tapi sangat jelas terdengar. Tanpa sadar aku menjawab pertanyaannya hanya dengan mengangguk. Masih sambil menunduk.
“aku Bayu” katanya. Aku hanya mengangguk lagi. Aku tidak berani menatapnya. Hanya ujung kaki saja yang bisa aku liat.
“kamu gak pengen ngomong apa-apa?” tanyanya. akupun langsung menoleh ke Dia, setengah terkaget aku bilang “salam kenal ya” kataku gugup. Dia tersenyum lemas melihatku bersikap seperti itu. Akupun jadi tersipu malu. Dan kembali lagi menunduk.
“aku mau bilang sesuatu ke kamu,dalam keadaan seperti ini kurang pas. Aku dalam keadaan lemah. Tapi aku senang kamu disini, berharap aku akan segera sembuh dan kita dalam situasi yang menyenangkan” katanya.
“iya,” jawabku singkat.”kamu pemalu ya, atau gak mau lihat aku” terdengar suaranya sudah lebih melemah lagi. Aku segera melihatnya, seolah aku sedang disuruh dan aku harus mematuhinya. Aku hanya menggelengkan kepala dan mencoba senyum.
Aku menatapnya dalam-dalam. Dia tersenyum dan akupun juga tersenyum. Kami berdua sama-sama tersenyum seolah mata kita sudah berbicara banyak dan kita tau itu sangat menyenangkan.
“cepat sembuh ya” kataku setelah semua berkumpul semua untuk berpamitan. Aku menyunggingkan sedikit senyum saat mencuri pandang ke Dia , dan Dia pun juga menyelipkan senyum dan pandangannya kecilnya ke arahku.
.....
Bersambung
Kendaraan kita semakin melaju. aku diam beribu bahasa memikirkan apa yang harus aku lakukan nantinya. Saat ketemu Bayu. Apakah aku benar2 akan hanya melihatnya dari jauh. Tapi aku sangat ingin melihatnya langsung. Aku mengingat kita belum benar-benar berkenalan. Kita hanya selalu melempar senyum. Dan yang pasti yang aku tau kita saling tertarik satu sama lain.
Tak terasa aku menyunggingkan senyumanku. Hanya sedikit saja. Sampai aku melihat sosok di depanku. Raga, aku melihat punggung bidangnya. Kulihat betapa tingginya anak ini. Kulit bersih terlihat mencolok di balik jaket dan rambut hitamnya. aku merasa aman , karena sedikitpun aku tidak tertepa angin. Dia sangat tinggi.
tiba-tiba dia mengerem di tengah lamunanku. Dan sontak aku memegang pinggangnya. Sambil memejamkan mata. Aku selalu seperti itu saat sedang di bonceng. Ada sedikit rasa takut saat dibonceng entah sama siapapun. Kecuali papaku. Aku memegang pinggangnya erat. Dan aku merasa kendaraan kita berhenti.
“gimana sing bang, hati-hati!” terdengar suara raga kesal dan menegur seseorang. Sangat keras dan menyadarkanku untuk membuka mata. Aku melihat seorang laki-laki yang berdiri mematung melihat kami sambil terkesan sedikit takut juga. Aku melihat Eva dan temannya sudah melaju meninggalkan kami dan tidak terlihat sama sekali batang hidungnya.
“sudah, tidak apa-apa” kata Raga menenangkan sambil meraih tangnku yang ternyata masih mencekeram pinggangnya. Uhhh ,,,langsung aku baru benar-benar tersadar akan hal itu. Duh bodohnya aku. Aku canggung bercampur takut juga. Untungnya memang tidak apa-apa. semua baik-baik saja.Kita melanjutkan perjalanan lagi. Dan sekilas raga berbicara karena tidak terdengar aku acuh saja.
Setiba di rumah sakit aku dengan perasaan jantung masih deg-degan saat karena kejadian saat di perjalanan tadi. Aku melepas helm dan memasangkan ke spion. Jujur Aku masih kepikiran. Dan aku tanpa sadar mematung berdiri saja. Tiba-tiba Raga meraih tanganku mengajaknya beranjak dari tempat itu. Tanpa sadar juga ternyata hujan. Ya ampun, kemana pikiranku. Aku merasa ada yang lain saat tangan Raga meraih tanganku. Ada rasa yang beda saat dia meraihnya dua kali.
Hujan semakin deras. Aku dan Raga menuju ke ruangan Bayu. Setelah kita cek ke bagian informasi kita tau kamarnya. Dari ujung lorong terlihat Eva seperti menunggu seseorang dan itu pasti kita. Raga menyapa sebentar ke Eva dan menjelaskan soal di jalan tadi. Terlihat begitu serius Eva mendengarnya. Tapi setelah kita tidak apa-apa wajahnya berubah seperti biasa.
Eva menghampiriku “Kamu masuk apa tidak?” katanya. Aku terdiam saja. Sambil sesekali melirik dari balik pintu yang samar-samar terlihat sosok Bayu tengah terbaring lemas. Akupun tidak bisa menjawabnya. “ aku sudah bilang ada kamu Nes” lanjut Eva “kamu harus masuk” katanya.
Akhirnya akupun memberanikan diri untuk masuk. Jantungku semakin berdebar kencang. Sangat kencang. Pertemuan kita disaat seperti ini sangat tidak menyenangkan. Aku buka tirai yang menutupi sudut kamarnya. Sesaat kita beradu pandang. Dia tersenyum seperti biasanya, senyum yang selama ini aku rindukan. Senyuman itu masih ada.
Akupun juga tersenyum. Dia mempersilahkan aku masuk dengan menunjuk kursi yang ada di dekatnya. Eva mendorongku untuk duduk. Disitu ada Raga yang juga masih mengobrol dengan Bayu. Aku duduk malu-malu di sebelahnya. Raga melihatku dengan tatapan yang susah ditebak, tatapan apa itu. Tak lama Eva mengajak semua keluar, sekaligus Raga. Dia terkesan kaget juga kenapa harus keluar. Tapi eva tidak menjelaskan apa-apa. hanya menyeret saja.
Jantungku semakin berdetak tak karuan. Dan yang aku lakukan adalah menunduk seperti patung. Antara salah tingkah,seneng, malu jadi satu. Untuk beberapa saat aku terdiam. Bayu juga terdiam. Kurasakan badanku mulai panas seperti terbakar.
“kamu neysa kan ?” tiba-tiba keheningan terpecah oleh suaranya. Aku sempat terkaget mendengar suara itu. Suara parau itu terdengar lemas. Tapi sangat jelas terdengar. Tanpa sadar aku menjawab pertanyaannya hanya dengan mengangguk. Masih sambil menunduk.
“aku Bayu” katanya. Aku hanya mengangguk lagi. Aku tidak berani menatapnya. Hanya ujung kaki saja yang bisa aku liat.
“kamu gak pengen ngomong apa-apa?” tanyanya. akupun langsung menoleh ke Dia, setengah terkaget aku bilang “salam kenal ya” kataku gugup. Dia tersenyum lemas melihatku bersikap seperti itu. Akupun jadi tersipu malu. Dan kembali lagi menunduk.
“aku mau bilang sesuatu ke kamu,dalam keadaan seperti ini kurang pas. Aku dalam keadaan lemah. Tapi aku senang kamu disini, berharap aku akan segera sembuh dan kita dalam situasi yang menyenangkan” katanya.
“iya,” jawabku singkat.”kamu pemalu ya, atau gak mau lihat aku” terdengar suaranya sudah lebih melemah lagi. Aku segera melihatnya, seolah aku sedang disuruh dan aku harus mematuhinya. Aku hanya menggelengkan kepala dan mencoba senyum.
Aku menatapnya dalam-dalam. Dia tersenyum dan akupun juga tersenyum. Kami berdua sama-sama tersenyum seolah mata kita sudah berbicara banyak dan kita tau itu sangat menyenangkan.
“cepat sembuh ya” kataku setelah semua berkumpul semua untuk berpamitan. Aku menyunggingkan sedikit senyum saat mencuri pandang ke Dia , dan Dia pun juga menyelipkan senyum dan pandangannya kecilnya ke arahku.
.....
Bersambung
0
448
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan