- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Malala: Taliban Tidak Memandang Perempuan sebagai Manusia


TS
agustus999
Malala: Taliban Tidak Memandang Perempuan sebagai Manusia
Kompas.com Global Malala: Taliban Tidak Memandang Perempuan sebagai Manusia Kompas.com - 13/01/2025, 16:39 WIB

ISLAMABAD, KOMPAS.com - Malala Yousafzai, seorang peraih hadiah Nobel Perdamaian, mendesak para pemimpin muslim di dunia untuk menantang pemerintahan Taliban di Afghanistan dan kebijakan represifnya terhadap anak-anak perempuan dan kaum perempuan pada umumnya.
“Singkatnya, Taliban di Afghanistan tidak memandang perempuan sebagai manusia,” kata Malala dalam sebuah pertemuan internasional yang diselenggarakan Pakistan terkait pendidikan untuk anak-anak perempuan di negara-negara Islam, sebagaimana dilaporkan BBC, Senin (13/1/2025). Malala mengatakan kepada para pemimpin Muslim bahwa “tidak ada sesuatu yang islami” dalam kebijakan Taliban, termasuk yang mencegah anak-anak perempuan dan kaum perempuan mengakses pendidikan dan pekerjaan.
Perempuan berusia 27 tahun itu dievakuasi dari Pakistan pada usia 15 tahun setelah dia ditembak di kepalanya oleh seorang pria bersenjata Taliban Pakistan.
Malala disasar karena sering berbicara tentang pendidikan anak-anak perempuan. Saat berbicara dalam konferensi yang digelar di Islamabad hari Minggu kemarin, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2014 itu mengatakan bahwa dia “sangat terharu dan bahagia” bisa kembali ke negara asalnya.
Sejak serangan tahun 2012 itu, dia sudah kembali ke Pakistan beberapa kali. Dia pertama kali pulang tahun 2018.
Pada hari Minggu kemarin, dia mengatakan pemerintah Taliban telah kembali menciptakan “sebuah sistem apartheid berbasis gender”.
Taliban “menghukum perempuan dan anak-anak perempuan yang berani melanggar hukum mereka dengan memukuli, menahan, dan melukai mereka”, kata dia.
Dia menambahkan, pemerintah “menyelubungi kejahatan mereka dengan pembenaran secara budaya dan agama” tetapi sebenarnya “bertentangan dengan semua yang diyakini oleh agama kita”.
Taliban menolak permintaan BBC untuk mengomentari pernyataan aktivis itu. Mereka sebelumnya mengatakan bahwa mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap budaya Afghanistan dan hukum Islam.
Para pemimpin pemerintahan Taliban diundang ke pertemuan itu yang diselenggarakan oleh Organization of Islamic Cooperation (OIC), pemerintah Pakistan, dan Muslim World League, tetapi Taliban tidak hadir. Konferensi itu dihadiri oleh puluhan menteri dan cendekiawan dari negara-negara mayoritas muslim yang mengadvokasi pendidikan terhadap anak-anak perempuan.
Sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan tahun 2021, pemerintahannya belum diakui secara resmi oleh satu pun negara di dunia.
Negara-negara Barat mengatakan, kebijakan mereka yang membatasi perempuan perlu diubah. Afghanistan kini satu-satunya negara di dunia di mana kaum perempuan dan anak perempuan dilarang mengakses pendidikan menengah dan tinggi. Dampaknya adalah sekitar satu setengah juta orang dilarang bersekolah.
“Afghanistan merupakan satu-satunya negara di dunia di mana anak perempuan dilarang sepenuhnya mengikuti pendidikan setelah kelas enam,” kata Yousafzai.
Taliban berulang kali berjanji bahwa anak-anak perempuan akan diterima kembali di sekolah setelah sejumlah masalah diselesaikan – termasuk memastikan kurikulumnya “islami”. Namun hal ini belum terjadi hingga kini.
Desember lalu, kaum perempuan juga dilarang untuk mengikuti pelatihan sebagai bidan dan perawat, sehingga menutup jalur terakhir mereka untuk melanjutkan pendidikan di negara tersebut.
Yousafzai mengatakan, pendidikan anak perempuan menghadapi risiko di banyak negara. Dia mengatakan, Israel telah “menghancurkan seluruh sistem pendidikan” di Gaza. Dia mendesak mereka yang hadir “mengecam pelanggaran terburuk” terhadap hak anak-anak perempuan untuk pendidikan dan menegaskan bahwa krisis di negara-negara seperti Afghanistan, Yaman, dan Sudan berarti “seluruh masa depan anak-anak perempuan terampas”.
https://www.kompas.com/global/read/2...nusia?page=all
Sebelumnya 👇👇👇👇👇


ISLAMABAD, KOMPAS.com - Malala Yousafzai, seorang peraih hadiah Nobel Perdamaian, mendesak para pemimpin muslim di dunia untuk menantang pemerintahan Taliban di Afghanistan dan kebijakan represifnya terhadap anak-anak perempuan dan kaum perempuan pada umumnya.
“Singkatnya, Taliban di Afghanistan tidak memandang perempuan sebagai manusia,” kata Malala dalam sebuah pertemuan internasional yang diselenggarakan Pakistan terkait pendidikan untuk anak-anak perempuan di negara-negara Islam, sebagaimana dilaporkan BBC, Senin (13/1/2025). Malala mengatakan kepada para pemimpin Muslim bahwa “tidak ada sesuatu yang islami” dalam kebijakan Taliban, termasuk yang mencegah anak-anak perempuan dan kaum perempuan mengakses pendidikan dan pekerjaan.
Perempuan berusia 27 tahun itu dievakuasi dari Pakistan pada usia 15 tahun setelah dia ditembak di kepalanya oleh seorang pria bersenjata Taliban Pakistan.
Malala disasar karena sering berbicara tentang pendidikan anak-anak perempuan. Saat berbicara dalam konferensi yang digelar di Islamabad hari Minggu kemarin, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2014 itu mengatakan bahwa dia “sangat terharu dan bahagia” bisa kembali ke negara asalnya.
Sejak serangan tahun 2012 itu, dia sudah kembali ke Pakistan beberapa kali. Dia pertama kali pulang tahun 2018.
Pada hari Minggu kemarin, dia mengatakan pemerintah Taliban telah kembali menciptakan “sebuah sistem apartheid berbasis gender”.
Taliban “menghukum perempuan dan anak-anak perempuan yang berani melanggar hukum mereka dengan memukuli, menahan, dan melukai mereka”, kata dia.
Dia menambahkan, pemerintah “menyelubungi kejahatan mereka dengan pembenaran secara budaya dan agama” tetapi sebenarnya “bertentangan dengan semua yang diyakini oleh agama kita”.
Taliban menolak permintaan BBC untuk mengomentari pernyataan aktivis itu. Mereka sebelumnya mengatakan bahwa mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap budaya Afghanistan dan hukum Islam.
Para pemimpin pemerintahan Taliban diundang ke pertemuan itu yang diselenggarakan oleh Organization of Islamic Cooperation (OIC), pemerintah Pakistan, dan Muslim World League, tetapi Taliban tidak hadir. Konferensi itu dihadiri oleh puluhan menteri dan cendekiawan dari negara-negara mayoritas muslim yang mengadvokasi pendidikan terhadap anak-anak perempuan.
Sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan tahun 2021, pemerintahannya belum diakui secara resmi oleh satu pun negara di dunia.
Negara-negara Barat mengatakan, kebijakan mereka yang membatasi perempuan perlu diubah. Afghanistan kini satu-satunya negara di dunia di mana kaum perempuan dan anak perempuan dilarang mengakses pendidikan menengah dan tinggi. Dampaknya adalah sekitar satu setengah juta orang dilarang bersekolah.
“Afghanistan merupakan satu-satunya negara di dunia di mana anak perempuan dilarang sepenuhnya mengikuti pendidikan setelah kelas enam,” kata Yousafzai.
Taliban berulang kali berjanji bahwa anak-anak perempuan akan diterima kembali di sekolah setelah sejumlah masalah diselesaikan – termasuk memastikan kurikulumnya “islami”. Namun hal ini belum terjadi hingga kini.
Desember lalu, kaum perempuan juga dilarang untuk mengikuti pelatihan sebagai bidan dan perawat, sehingga menutup jalur terakhir mereka untuk melanjutkan pendidikan di negara tersebut.
Yousafzai mengatakan, pendidikan anak perempuan menghadapi risiko di banyak negara. Dia mengatakan, Israel telah “menghancurkan seluruh sistem pendidikan” di Gaza. Dia mendesak mereka yang hadir “mengecam pelanggaran terburuk” terhadap hak anak-anak perempuan untuk pendidikan dan menegaskan bahwa krisis di negara-negara seperti Afghanistan, Yaman, dan Sudan berarti “seluruh masa depan anak-anak perempuan terampas”.
https://www.kompas.com/global/read/2...nusia?page=all
Sebelumnya 👇👇👇👇👇

Spoiler for Pesan Sponsor:


4l3x4ndr4 memberi reputasi
1
316
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan