- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
BI Rate Turun Kala Rupiah Ambles, Sinyal Ekonomi RI Mencemaskan


TS
jaguarxj220
BI Rate Turun Kala Rupiah Ambles, Sinyal Ekonomi RI Mencemaskan
Bloomberg Technoz, Jakarta - Keputusan mengejutkan Bank Indonesia memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%, bahkan ketika rupiah telah terperosok di kisaran Rp16.300/US$, melontar sinyal lebih kuatnya kekhawatiran bank sentral akan risiko pelemahan ekonomi domestik tahun ini ketimbang ancaman terhadap rupiah.
Ekonom dari Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson dalam catatannya yang dilansir pasca pengumuman BI rate siang ini, menilai, putusan Dewan Gubernur BI siang ini, mengindikasikan adanya kekhawatiran yang lebih besar akan prospek pertumbuhan, ketimbang kekhawatiran BI akan rupiah yang sudah tertekan belakangan ini.
"Rupiah mungkin akan diuntungkan sedikit bila bunga acuan naik, akan tetapi kondisi ekonomi domestik membutuhkan penurunan suku bunga," kata Tamara.
Pandangan keseluruhan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia siang hari ini, menurut ekonom, melontarkan panduan bahwa pelonggaran moneter lebih lanjut akan dilakukan jika kondisi memungkinkan.
"BI mengalihkan fokus kebijakannya dari rupiah ke inflasi, sambil menegaskan kembali bahwa mereka akan terus menstabilkan nilai tukar rupiah melalui intervensi pasar," imbuh Tamara.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah melemah lebih dari 7% sejak akhir September, sejak keputusan penurunan BI rate pertama bulan itu, makin tertekan semenjak Donald Trump terpilih lagi menjadi Presiden terpilih Amerika Serikat.
Menurut ekonom, pertimbangan cost-benefit oleh BI akhirnya mendorong strategi intervensi yang lebih agresif ketimbang menahan apalagi menaikkan suku bunga acuan. Itu karena cara kedua dan ketiga akan melukai perekonomian makin dalam yang telah menunjukkan indikasi perlambatan kian besar.
Kepercayaan diri BI untuk memangkas bunga acuan di kala rupiah melemah, sepertinya juga dilatarbelakangi posisi cadangan devisa yang melimpah. Pada akhir tahun lalu, posisi cadangan devisa menyentuh US$ 155,7 miliar, tertinggi dala sejarah.
Selain itu, dalam pandangan BI, pelemahan rupiah sejak RDG bulan Desember hingga hari ini, dinilai masih lebih baik dibanding kinerja mata uang Asia atau emerging currencies lainnya. "Hal itu menunjukkan bahwa pelemahan rupiah adalah lebih karena faktor eksternal, dan tidak diperburuk oleh faktor domestik," kata Tamara.
Masih ada ruang bagi selisih imbal hasil surat utang RI untuk bergerak lebih menguntungkan terutama bila kekhawatiran pasar terhadap rencana tarif impor Trump tidak sebesar yang diduga. "Secara keseluruhan, faktor-faktor itu menempatkan kecenderungan pelonggaran moneter BI tetap utuh," jelas Tamara.
Dalam paparan siang hari ini, BI memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi 4,7%-5,5%, lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya di kisaran 4,8%-5,6%.
Perry juga mengatakan pertumbuhan ekonomi RI tahun 2024 akan cenderung berada di bawah angka median proyeksi.
Pada saat yang sama, BI menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3,1% menjadi 3,2% terutama didukung oleh ketangguhan ekonomi AS. Namun, kekuatan ekonomi di luar itu, seperti Eropa, China, hingga India, diperkirakan melemah pertumbuhannya tahun ini.
Bloomberg Economics memperkirakan, ekonomi RI tahun 2025 kemungkinan akan tumbuh 5,1%, sedikit naik dibanding tahun lalu yang melambat di 5%. "Meski dengan risiko cenderung menurun karena investasi mungkin tidak terbutkti setangguh yang kami perkirakan," kata Tamara.
Analis lain menilai, keputusan penurunan BI rate yang tak terduga siang ini akan makin memberi tekanan pada rupiah ke depan.
Lloyd Chan, Ahli Strategis Valuta Asing di MUFG, salah satu bank terbesar di Jepang, menilai, keputusan penurunan BI rate siang ini akan memberikan lebih banyak tekanan pada rupiah di tengah peningkatan ketidakpastian ekonomi global.
"Keputusan BI hari ini jelas menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan di bank sentral sedang bergulat dengan kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan di satu sisi, dan di sisi lain menstabilkan nilai rupiah," kata Chan, dilansir dari Bloomberg News.
Senada, Senior Market Strategist Wee Khoon Chong, menilai, risiko pelemahan rupiah lebih lanjut akan membesar setelah putusan itu. Walau di sisi lain, BI rate yang turun akan memberi dukungan pada harga surat utang pemerintah.
"Risiko depresiasi rupiah lebih lanjut mungkin akan mengimbangi beberapa keuntungan durasi dari obligasi karena penurunan suku bunga," kata Chong.
Pada penutupan pasar spot sore ini, rupiah ditutup melemah 0,34% di level Rp16.320/US$, menjadi yang terlemah di Asia.
Dalam intraday trading hari ini, rupiah sempat ambles ke level Rp16.333/US$ pasca Gubernur Perry mengumumkan penurunan BI rate.
Adapun di pasar surat utang negara, terlihat pergerakan yield beberapa tenor mulai turun, indikasi ada aksi beli yang menaikkan harga.
Yield 5 tahun turun ke 7,09%. Sedangkan tenor 2 tahun masih naik imbal hasilnya 7,07%. Adapun tenor 10 tahun juga turun yield-nya ke 7,28%.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...i-mencemaskan/
Menarik buat dilihat, apakah aksi BI menurunkan suku bunga dengan mengorbankan kurs Rupiah akan berbuah manis?
Apalagi melihat performa eksport non-migas Desember 2024 yang tidak menggembirakan.
Karena banyak barang konsumsi itu dari import, apakah daya beli bisa dijaga?
SRBI dan SUN apakah bisa diturunkan bunganya?
Hmmm.. Banyak tanda tanya..
Ekonom dari Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson dalam catatannya yang dilansir pasca pengumuman BI rate siang ini, menilai, putusan Dewan Gubernur BI siang ini, mengindikasikan adanya kekhawatiran yang lebih besar akan prospek pertumbuhan, ketimbang kekhawatiran BI akan rupiah yang sudah tertekan belakangan ini.
"Rupiah mungkin akan diuntungkan sedikit bila bunga acuan naik, akan tetapi kondisi ekonomi domestik membutuhkan penurunan suku bunga," kata Tamara.
Pandangan keseluruhan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia siang hari ini, menurut ekonom, melontarkan panduan bahwa pelonggaran moneter lebih lanjut akan dilakukan jika kondisi memungkinkan.
"BI mengalihkan fokus kebijakannya dari rupiah ke inflasi, sambil menegaskan kembali bahwa mereka akan terus menstabilkan nilai tukar rupiah melalui intervensi pasar," imbuh Tamara.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah melemah lebih dari 7% sejak akhir September, sejak keputusan penurunan BI rate pertama bulan itu, makin tertekan semenjak Donald Trump terpilih lagi menjadi Presiden terpilih Amerika Serikat.
Menurut ekonom, pertimbangan cost-benefit oleh BI akhirnya mendorong strategi intervensi yang lebih agresif ketimbang menahan apalagi menaikkan suku bunga acuan. Itu karena cara kedua dan ketiga akan melukai perekonomian makin dalam yang telah menunjukkan indikasi perlambatan kian besar.
Kepercayaan diri BI untuk memangkas bunga acuan di kala rupiah melemah, sepertinya juga dilatarbelakangi posisi cadangan devisa yang melimpah. Pada akhir tahun lalu, posisi cadangan devisa menyentuh US$ 155,7 miliar, tertinggi dala sejarah.
Selain itu, dalam pandangan BI, pelemahan rupiah sejak RDG bulan Desember hingga hari ini, dinilai masih lebih baik dibanding kinerja mata uang Asia atau emerging currencies lainnya. "Hal itu menunjukkan bahwa pelemahan rupiah adalah lebih karena faktor eksternal, dan tidak diperburuk oleh faktor domestik," kata Tamara.
Masih ada ruang bagi selisih imbal hasil surat utang RI untuk bergerak lebih menguntungkan terutama bila kekhawatiran pasar terhadap rencana tarif impor Trump tidak sebesar yang diduga. "Secara keseluruhan, faktor-faktor itu menempatkan kecenderungan pelonggaran moneter BI tetap utuh," jelas Tamara.
Dalam paparan siang hari ini, BI memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi 4,7%-5,5%, lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya di kisaran 4,8%-5,6%.
Perry juga mengatakan pertumbuhan ekonomi RI tahun 2024 akan cenderung berada di bawah angka median proyeksi.
Pada saat yang sama, BI menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3,1% menjadi 3,2% terutama didukung oleh ketangguhan ekonomi AS. Namun, kekuatan ekonomi di luar itu, seperti Eropa, China, hingga India, diperkirakan melemah pertumbuhannya tahun ini.
Bloomberg Economics memperkirakan, ekonomi RI tahun 2025 kemungkinan akan tumbuh 5,1%, sedikit naik dibanding tahun lalu yang melambat di 5%. "Meski dengan risiko cenderung menurun karena investasi mungkin tidak terbutkti setangguh yang kami perkirakan," kata Tamara.
Analis lain menilai, keputusan penurunan BI rate yang tak terduga siang ini akan makin memberi tekanan pada rupiah ke depan.
Lloyd Chan, Ahli Strategis Valuta Asing di MUFG, salah satu bank terbesar di Jepang, menilai, keputusan penurunan BI rate siang ini akan memberikan lebih banyak tekanan pada rupiah di tengah peningkatan ketidakpastian ekonomi global.
"Keputusan BI hari ini jelas menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan di bank sentral sedang bergulat dengan kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan di satu sisi, dan di sisi lain menstabilkan nilai rupiah," kata Chan, dilansir dari Bloomberg News.
Senada, Senior Market Strategist Wee Khoon Chong, menilai, risiko pelemahan rupiah lebih lanjut akan membesar setelah putusan itu. Walau di sisi lain, BI rate yang turun akan memberi dukungan pada harga surat utang pemerintah.
"Risiko depresiasi rupiah lebih lanjut mungkin akan mengimbangi beberapa keuntungan durasi dari obligasi karena penurunan suku bunga," kata Chong.
Pada penutupan pasar spot sore ini, rupiah ditutup melemah 0,34% di level Rp16.320/US$, menjadi yang terlemah di Asia.
Dalam intraday trading hari ini, rupiah sempat ambles ke level Rp16.333/US$ pasca Gubernur Perry mengumumkan penurunan BI rate.
Adapun di pasar surat utang negara, terlihat pergerakan yield beberapa tenor mulai turun, indikasi ada aksi beli yang menaikkan harga.
Yield 5 tahun turun ke 7,09%. Sedangkan tenor 2 tahun masih naik imbal hasilnya 7,07%. Adapun tenor 10 tahun juga turun yield-nya ke 7,28%.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...i-mencemaskan/
Menarik buat dilihat, apakah aksi BI menurunkan suku bunga dengan mengorbankan kurs Rupiah akan berbuah manis?
Apalagi melihat performa eksport non-migas Desember 2024 yang tidak menggembirakan.
Karena banyak barang konsumsi itu dari import, apakah daya beli bisa dijaga?
SRBI dan SUN apakah bisa diturunkan bunganya?
Hmmm.. Banyak tanda tanya..







kucinghaohao dan 4 lainnya memberi reputasi
5
451
33


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan