Aku nggak tahu harus ketawa atau nangis waktu dengar cerita ini. Pajak naik 12 persen, katanya buat aspirasi masyarakat. Tapi yang jadi aspirasi itu siapa? Kita, yang bayar pajak sambil hitung receh di dompet, atau mereka, yang duduk di kursi empuk sambil hitung cuan dari lelang proyek?

“Ini untuk rakyat,” katanya. Padahal, kita tahu ujungnya bukan untuk rakyat, tapi untuk perut mereka. Anggaran aspirasi berubah jadi alat tawar-menawar. Dewan dan kepala proyek saling berbisik, “Ini uang muka, sisanya nanti, ya.” Bangunan berdiri, tapi fondasi kejujuran runtuh sejak awal.

Yang lebih lucu, ada kontrak politik segala. Siapa yang dukung mereka, dapat proyek. Siapa yang nggak, ya minggir. Proyek dibagi-bagi seperti kue ulang tahun, dipotong kecil-kecil sampai yang tersisa cuma remah untuk rakyat.

Dan kita ini siapa? Oh iya, masyarakat. Kita yang jadi alasan mereka ngomong soal keadilan, padahal di balik layar mereka berbisnis atas nama kita. Uang pajak yang kita kumpulkan dengan susah payah berubah jadi “modal kerja” mereka. Proyek jalan, jembatan, atau apapun itu, lebih sering jadi simbol korupsi ketimbang pelayanan.

Tapi yang bikin aku makin bingung, mereka ini acting-nya bagus banget. Di depan kamera bilang, “Kami adalah wakil rakyat yang jujur.” Tapi di balik layar, mereka jujur-jujur bagi hasil. Kalau ini negara Konoha, mungkin Hokage kita lagi sibuk tanda tangan kontrak proyek sambil bilang, “Untuk kemajuan desa.”

Kamu tahu, apa yang paling menyakitkan? Bukan soal pajak yang naik, bukan soal proyek yang jadi bisnis, tapi soal kepercayaan yang mereka hancurkan pelan-pelan. Kita ini, yang bayar pajak dengan harapan, cuma jadi penonton drama politik murahan yang plot twist-nya sudah bisa ditebak sejak awal.

Jadi, surat ini kutulis buat kamu, aku, dan mereka yang masih peduli. Karena di tengah semua kekacauan ini, aku cuma mau bilang satu hal: keadilan itu bukan soal siapa yang pegang proyek, tapi siapa yang benar-benar kerja untuk rakyat.
Salam dari negara Konoha,
Aku, yang masih berharap Hokage sadar kalau rakyat bukan bisnis.