- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pegawai Pajak Tahu Keberadaan Harun Masiku, Akan Beberkan Jika Prabowo Jamin


TS
mbia
Pegawai Pajak Tahu Keberadaan Harun Masiku, Akan Beberkan Jika Prabowo Jamin

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Pegawai di Direktorat Jenderal Pajak di Kanwil Sumatera Utara, Bursok Anthony Marlon mengaku memiliki petunjuk kuat terkait keberadaan Harun Masiku, tersangka kasus suap yang menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 5 tahun ini.
Namun Bursok Anthony akan membeberkan soal petunjuk keberadaan Harun Masiku dengan syarat Presiden Prabowo menjamin keselamatannya dan keluarga.
Bahkan Bursok Anthony mengaku sudah menghubungi Maruarar Sirait soal Harun Masiku ini, namun tidak ditanggapi sama sekali.
Hal itu diungkapkan Bursok Anthony dalam surat terbukanya kepada Presiden RI Prabowo. Salinan surat terbuka itu dikirim Bursok langsung kepada WartaKotalive.com, Jumat (10/1/2025).
"Oya, pak. Satu lagi hal yang sangat penting untuk Bapak ketahui. Gara-gara pengaduan saya yang pernah viral ini, saya jadi memiliki sebuah petunjuk tentang keberadaan Harun Masiku dimana saya sudah secara terus-menerus menghubungi Maruarar Sirait, baik melalui pesan di setiap video-video Instagramnya, pesan di DM Instagramnya, emailnya, dan nomor WA nya yang semuanya tidak ditanggapi oleh Maruarar Sirait, yang saya menduga telah terjadi pembohongan publik terkait sayembaranya," kata Bursok dalam surat terbukanya.
Nama Bursok Anthonuy diketahui sempat viral karena menuntut bosnya yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani mundur karena aduan indikasi korupsi dengan melibatkan 2 (dua) perusahaan fiktif dan 8 (delapan) bank tidak ditanggapi Sri Mulyani selama dua tahun.
Dari hal itulah, menurut Bursok, ia akhirnya mendapat petunjuk kuat tentang keberadaab Harun Masiku.
"Bahkan surat elektronik saya kepada Ketua KPK dengan identitas lengkap sayapun tidak digubris oleh Ketua KPK. Padahal saya hanya meminta agar sebelum saya memberikan keterangan dan bukti-bukti terkait Harun Masiku, tolong berikan dulu jaminan keselamatan kepada saya dan keluarga saya," kata Bursok.
"Tapi saya sama sekali tidak mendapatkan jaminan tersebut," tambahnya.
Karenanya Bursok menduga Maruarar Sirait dan KPK sudah mengetahui siapa dalang dibalik hilangnya Harun Masiku yang sama sekali tidak tersentuh hingga hari ini.
"Saya menduga bahwa Maruarar Sirait dan KPK sebenarnya telah mengetahui siapa dibalik hilangnya dan dimana keberadaan Harun Masiku. Sama seperti petunjuk yang saya miliki saat ini," ujarnya.
"Sekarang, di kesempatan ini saya sampaikan kepada Bapak agar permasalahan terkait Harun Masiku ini cepat selesai, tolong Bapak jamin keselamatan saya dan keluarga saya sehingga saya dapat sampaikan keterangan dan bukti-bukti terkait Harun Masiku," kata Bursok.
"Demikian surat terbuka ini saya sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama dari Bapak Presiden RI, saya ucapkan terimakasih," tutup Bursok.
Surat terbuka Bursok Anthony ke Presiden Prabowo ini awalnya memohon kepada Presiden Prabowo agar tidak membiarkan rencana Tax Amnesty jilid III oleh Sri Mulyani berlangsung.
Dikarenakan, kata Bursok, Tax Amnesty adalah program pengampunan pajak yang ditujukan kepada Wajib Pajak yang selama ini belum melakukan kewajibannya, baik karena lupa ataupun mengemplang pajaknya.
"Pengemplang pajak itu sendiri merupakan individu atau entitas yang dengan sengaja menghindari kewajiban perpajakan yang seharusnya dibayarkan kepada pemerintah sehingga menimbulkan kerugian negara," kata Bursok.
Berikut Surat Terbuka Bursok ke Presiden Prabowo RI, secara lengkap:
Pematang Siantar, 10 Januari 2025
Kepada Yth. Bapak Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto
Di Tempat
Perihal : Surat Terbuka
Dengan hormat.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Bursok Anthony Marlon, yang merupakan pegawai aktif di Direktorat Jenderal Pajak dengan NIP.: 197203291997031001 dengan ini menyampaikan hal-hal sebagai berikut.
1. Apakah Bapak telah menerima dan membaca surat-surat pengaduan saya yang disampaikan melalui pengacara saya terkait dugaan pelanggaran HAM/ tindak pidana Korupsi yang melibatkan Ibu Menteri Keuangan RI?
2. Saya ingin menyampaikan kepada Bapak bahwa dari ketidakmauan Menkeu dan Dirjen Pajak dalam menyelesaikan pengaduan saya inilah Bapak dapat melihat betapa korupnya kedua pejabat ini. Jika Bapak ingin melihat Kemenkeu dan DJP bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, segeralah mencopot Menkeu, Dirjen Pajak dan kroni-kroninya dari jabatan mereka masing-masing. Sudah bagus Bapak tidak membiarkan keduanya menerapkan kenaikan PPN 12 persen.
3. Saat ini tengah direncanakan adanya program pengampunan pajak atau Tax Amnesty jilid III. Saya memohon kepada Bapak agar tidak membiarkan rencana Tax Amnesty jilid III ini berlangsung dikarenakan sebagaimana kita ketahui bahwa Tax Amnesty adalah program pengampunan pajak yang ditujukan kepada Wajib Pajak yang selama ini belum melakukan kewajibannya, baik karena lupa ataupun mengemplang pajaknya. Pengemplang pajak itu sendiri merupakan individu atau entitas yang dengan sengaja menghindari kewajiban perpajakan yang seharusnya dibayarkan kepada pemerintah sehingga menimbulkan kerugian negara.
Kita juga mengetahui bahwa tidak membayar pajak itu sama dengan korupsi dimana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang melanggar hak asasi manusia. Cukuplah kita dulu pernah melakukan kesalahan ini sebanyak 2 (dua) kali. Koruptor itu harus dihukum, bukan diampuni.
4. Berikut saya sampaikan kepada Bapak upaya lain dalam meningkatkan penerimaan negara yang bisa diperoleh dari para pengemplang pajak. Mari kita baca Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
“Setiap orang yang dengan sengaja:
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara
program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.”
Tata cara penghitungannya sangat jelas saya lampirkan dalam surat saya ini di dalam bentuk excel. Misalnya uang senilai hampir Rp1 triliun yang disita dari tersangka Zarof Ricar (https://nasional.kompas.com/read/202...u-seputar-uang sitaan-nyaris-rp-1-triliun-di-rumah-zarof-ricar?page=all ), tersangka kasus dugaan pemufakatan jahat terkait kasasi Ronald Tannur. Uang tersebut diduga belum dibayar pajaknya dikarenakan tidak disimpan di bank dan tidak dilaporkan di SPT nya, termasuk uang dalam jumlah yang sama sebesar hampir Rp1 triliun yang disimpan oleh terpidana kasus korupsi Timah, Harvey Moeis (https://kabartasikmalaya.pikiran-rak...8930210/harvey moeis-simpan-warisan-rp1-t-pakai-safe-deposit-box-gratisan-memang-berapa-sih sewanya ). Begini hitung-hitungan pajak atas penghasilan sebesar Rp1 triliun:
5 % x Rp 60.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
15 % x Rp 190.000.000,00 = Rp 28.500.000,00
25 % x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30 % x Rp 4.500.000.000,00 = Rp 1.350.000.000,00
35 % x Rp995.000.000.000,00 = Rp 348.250.000.000,00 (+)
Rp 349.694.000.000,00
Sanksi Pasal 39 ayat (1) UU KUP Rp1.398.776.000.000,00 (+)
Jumlah Pajak Yang Harus Dibayar Rp1.748.470.000.000,00
(terbilang: Satu Triliun Tujuh Ratus Empat Puluh Delapan Miliar Empat Ratus Tujuh Puluh Juta Rupiah).
Sekarang mari kita lihat kasus korupsi Timah yang merugikan negara sebesar Rp300 triliun dimana total kerugian negara Rp 300 triliun berasal dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang juga telah terbukti dalam fakta persidangan korupsi PT Timah (https://www.tempo.co/hukum/kejaksaan
agung-jelaskan-asal-usul-kerugian-rp-300-triliun-dalam-korupsi-timah-1188740 ) dan (https://news.detik.com/berita/d-7682...300-t-di-kasus timah-diamini-di-putusan ). Dalam akuntansi, jika ada sisi rugi, maka harus ada sisi untung. Kerugian negara sebesar Rp 300 triliun secara bisnis dipastikan memberikan keuntungan melebihi angka Rp 300 triliun itu sendiri. Itu sama dengan
bila perusahaan yang menanam modal dengan mengeluarkan anggaran sebesar Rp 300 triliun, tidak akan mau melanjutkan usahanya bila tidak balik modal. Seharusnya kerugian negara atas kasus Timah sebesar Rp 300 triliun yang berlangsung selama 7 (tujuh) tahun dapat dianggap merupakan penghasilan minimal dari para pelaku kejahatan yang terlibat. Begini hitung-hitungan pajak atas penghasilan Rp300 triliun:
5 % x Rp 60.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 15 % x Rp 190.000.000,00 = Rp 28.500.000,00 25 % x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00 30 % x Rp 4.500.000.000,00 = Rp 1.350.000.000,00 35 % x Rp299.995.000.000.000,00 = Rp104.998.250.000.000,00 (+)
Rp104.999.694.000.000,00
Sanksi Pasal 39 ayat (1) UU KUP Rp 419.998.776.000.000,00 (+) Jumlah Pajak Yang Harus Dibayar Rp 524.998.470.000.000,00 (terbilang: Lima Ratus Dua Puluh Empat Triliun Sembilan Ratus Sembilan
Puluh Delapan Miliar Empat Ratus Tujuh Puluh Juta Rupiah).
Dari hitung-hitungan diatas jelas si pelaku kejahatan pajak malah tekor, kan pak? Semua hartanya bisa dirampas oleh negara. Bahkan hartanya yang diperoleh secara halal sekalipun bisa dirampas akibat perbuatannya yang menghindari pajak, karena tidak membayar pajak = KORUPSI. Korupsi = Melanggar HAM = Melanggar Pancasila khususnya sila kedua, keempat dan kelima serta UUD 1945. Si pelaku kejahatan di bidang perpajakan inipun dipidana dengan pidana penjara hingga 6 (enam) tahun. Kenapa? Jawabannya ada di penjelasan Pasal 39 ayat (1) UU KUP itu sendiri. Mari kita baca bersama, pak.
“Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara.”
Terkait jumlah pajak yang harus dibayar sebesar Rp 524.998.470.000.000,00 (Lima Ratus Dua Puluh Empat Triliun Sembilan Ratus Sembilan Puluh Delapan Miliar Empat Ratus Tujuh Puluh Juta Rupiah) dari kasus korupsi Timah yang merugikan negara sebesar Rp300 triliun inilah nantinya digunakan
untuk mengembalikan kerusakan ekosistem akibat penambangan dan kesejahteraan masyarakat di propinsi Bangka Belitung. Yang mana ini biasa kita sebut dengan Pajak Earmarking, yang berarti kebijakan pengalokasian dana pajak yang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pajak yang dipungut.
Sekarang mari kita lihat kasus penyitaan asset Helena Lim di rumahnya sebesar Rp101 miliar (https://www.suara.com/lifestyle/2024...4412/sama-sama puluhan-miliar-beda-jumlah-uang-tunai-harvey-moeis-dan-helena-lim-yang-disita ). Begini hitung-hitungan pajak atas penghasilannya tersebut yang diduga tidak dilaporkan di SPT-nya:
5 % x Rp 60.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
15 % x Rp 190.000.000,00 = Rp 28.500.000,00
25 % x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30 % x Rp 4.500.000.000,00 = Rp 1.350.000.000,00
35 % x Rp96.000.000.000,00 = Rp 33.600.000.000,00 (+)
Rp 35.044.000.000,00
Sanksi Pasal 39 ayat (1) UU KUP Rp140.176.000.000,00 (+)
Jumlah Pajak Yang Harus Dibayar Rp175.220.000.000,00
(terbilang: Seratus Tujuh Puluh Lima Miliar Dua Ratus Dua Puluh Juta Rupiah).
Jadi, untuk meningkatkan penerimaan negara bukanlah program tax amnesty solusinya. Bukan mengampuni para koruptor yang sudah melanggar HAM. Justru Direktorat Jenderal Pajak memiliki kekuatan hukum dalam merampas aset-aset para koruptor dengan menggunakan kuasa Pasal 39 ayat (1) UU KUP. Kenapa Menkeu dan Dirjen Pajak enggan menggunakan kuasa Pasal 39 ayat (1) UU KUP ini diduga kuat dikarenakan Menkeu dan Dirjen Pajak juga bersifat koruptif dan mendukung penuh yang namanya mengampuni para koruptor hingga kesalahan fatal ini bisa terjadi 2 (dua) kali. Padahal sama-sama kita mendengar jika Menteri Keuangan pernah mengatakan dengan lantangnya jika tak mau bayar pajak jangan tinggal di Indonesia (https://bandung.viva.co.id/news/4637...-tak-mau-bayar pajak-jangan-tinggal-di-indonesia ).
Mungkin ini juga salah satu alasan mengapa presiden ketujuh kita dinobatkan sebagai tokoh terkorup versi OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project). Bukti kongkritnya adalah bisa Bapak lihat bagaimana pengaduan saya yang terindikasi korupsi dengan melibatkan 2 (dua) perusahaan fiktif, 8 (delapan) bank dan Menkeu serta kroni-kroninya, mangkrak hingga detik ini memasuki tahun ke-4.
Padahal pengaduan saya ini sudah pernah viral. Alih-alih pengaduan saya diproses, saya yang juga sebagai korban, bukan hanya negara, malah dihukum. Karier dan pekerjaan saya diacak-acak. Hancur porak-poranda!
Dari penjelasan saya di atas, dapatlah saya sampaikan kepada Bapak sebagai berikut: 1. Jangan Bapak biarkan program Tax Amnesty jilid III ini berlangsung, dikarenakan koruptor tidak perlu dimaafkan. Program Tax Amnesty itu merupakan pengkhianatan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Mari pak, Bapak bersama-sama rakyat berperang melawan koruptor. Saya saja siap mempertaruhkan nyawa saya demi tegaknya keadilan dan demi negara yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Masak Bapak tidak siap? Seluruh rakyat Indonesia yang anti korupsi pasti melindungi Bapak. Jangan sampai hukum itu hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
2. Berhentikanlah Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak sesegera mungkin, karena mereka berdua ini diduga kuat adalah sosok pengkhianat bangsa dan negara.
3. Yakinlah pak, Undang-Undang Perampasan Aset tidak akan pernah ada di republik ini dikarenakan program Tax Amnesty jilid III malah yang akan dilaksanakan demi kepentingan para koruptor.
4. Segeralah kita kembali kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Oya, pak. Satu lagi hal yang sangat penting untuk Bapak ketahui. Gara-gara pengaduan saya yang pernah viral ini, saya jadi memiliki sebuah petunjuk tentang keberadaan Harun Masiku dimana saya sudah secara terus-menerus menghubungi Maruarar Sirait, baik melalui pesan di setiap video-video Instagramnya, pesan di DM Instagramnya, emailnya, dan nomor WA nya yang semuanya tidak ditanggapi oleh Maruarar Sirait, yang saya menduga telah terjadi pembohongan publik terkait sayembaranya.
Bahkan surat elektronik saya kepada Ketua KPK dengan identitas lengkap sayapun tidak digubris oleh Ketua KPK. Padahal saya hanya meminta agar sebelum saya memberikan keterangan dan bukti-bukti terkait Harun Masiku, tolong berikan dulu jaminan keselamatan kepada saya dan keluarga saya. Tapi saya sama sekali tidak mendapatkan jaminan tersebut.
Saya menduga bahwa Maruarar Sirait dan KPK sebenarnya telah mengetahui siapa dibalik hilangnya dan dimana keberadaan Harun Masiku. Sama seperti petunjuk yang saya miliki saat ini.
Sekarang, di kesempatan ini saya sampaikan kepada Bapak agar permasalahan terkait Harun Masiku ini cepat selesai, tolong Bapak jamin keselamatan saya dan keluarga saya sehingga saya dapat sampaikan keterangan dan bukti-bukti terkait Harun Masiku.
Demikian surat terbuka ini saya sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama dari Bapak Presiden RI, saya ucapkan terimakasih. Bursok Anthony Marlon.(bum)
https://wartakota.tribunnews.com/amp...keselamatannya
Dapat hadiah dong






wahyu.krisma999 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
793
28


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan