- Beranda
- Komunitas
- News
- Citizen Journalism
Alasan Chindo LEBIH SUKSES Dari Pribumi?


TS
ramdhyahmad0433
Alasan Chindo LEBIH SUKSES Dari Pribumi?
Sebelum gua masuk ke topik yang agak sensitif ini, gua pengen kalian komen dulu di bawah: setuju gak sama statement ini? Kenapa orang Cindo atau keturunan Tionghoa di Indonesia kesannya lebih kaya, lebih sukses, atau lebih jago dagang dibanding orang pribumi? Jangan buru-buru nge-judge ya, gua pengen lihat opini kalian dulu. Tapi disclaimer ya: kalau kalian baca ini buat nyari ribut atau nge-benci salah satu pihak, mending skip aja. Serius, ini topik buat diskusi, bukan buat nyulut api. Kalau mau joget-joget di TikTok aja gih.
So, balik ke topik. Kenapa ya? Gua tau ini enggak bisa digeneralisasi, tapi ya emang kesannya gitu. Bahkan dulu Wapres Yusuf Kalla pernah bilang, populasi etnis Tionghoa di Indonesia itu cuma single digit (di bawah 5%), tapi mereka kontrol lebih dari 50% ekonomi kita. Kalo kita cek daftar orang terkaya di Indonesia, mayoritas besar ya keturunan Tionghoa. Pertanyaannya: kok bisa? Emangnya ras atau etnis tertentu punya keunggulan alami gitu?
Jawabannya: enggak juga. Semua itu balik lagi ke sejarah dan pola pikir yang terbentuk dari pengalaman mereka, terutama di Indonesia. Nah, gua bakal jelasin ini ke beberapa chapter,
Chapter 1: Sejarah Itu Penting
Kalo kita mau ngomongin kenapa etnis Tionghoa banyak yang sukses, kita mesti balik dulu ke masa penjajahan Belanda. Jadi gini, di zaman kolonial, Belanda tuh ngekotak-kotakin masyarakat. Orang pribumi (mayoritas) dibilang kuat di sektor produksi, kayak bertani atau bikin barang. Tapi, mereka kesulitan di bagian distribusi atau penjualan. Nah, di sinilah Belanda mulai ngegunain etnis minoritas sebagai perantara alias middleman.
Orang Tionghoa dipilih buat jadi penghubung antara produsen (pribumi) dan konsumen (Belanda). Dari situ, terbentuklah stereotip pedagang yang sampai sekarang masih nempel banget di etnis Tionghoa di Indonesia. Di sisi lain, ini juga bikin mereka sering dijauhi atau bahkan dibenci sama masyarakat pribumi karena dianggap "dekat" sama penguasa kolonial.
Chapter 2: Mindset Pendatang
Diskriminasi di masa lalu bikin orang Tionghoa enggak punya banyak pilihan. Mereka enggak boleh masuk ke bidang politik, jadi PNS, tentara, atau polisi. Akhirnya, mereka harus bikin opportunity sendiri, dan salah satu jalan yang paling memungkinkan adalah wirausaha. Ini yang gua sebut "mindset pendatang."
Orang pendatang itu cenderung lebih gigih, lebih nekat, dan lebih fokus buat cari cara survive karena mereka enggak punya pilihan lain. Kalau enggak gerak, ya mati. Bandingin sama pribumi yang mungkin lebih santai karena merasa "pemerintah pasti mikirin kita, kan ini tanah kita." Bedanya di situ, bro/sis.
Chapter 3: Nilai Pendidikan dan Uang
Etnis Tionghoa juga terkenal punya value yang kuat soal pendidikan dan uang. Dari kecil mereka udah diajarin buat hemat, nabung, dan investasi. Prinsipnya: duit enggak boleh diem, harus muter, entah itu buat dagang atau pendidikan anak.
Pendidikan jadi investasi utama. Banyak keluarga Tionghoa rela hidup sederhana, kelihatannya lusuh, tapi anak-anaknya disekolahin sampai luar negeri. Mereka percaya, pendidikan yang bagus itu kunci buat masa depan yang sukses. Dan ini enggak cuma terjadi di Indonesia, tapi di banyak negara lain juga.
Jadi, Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Kalau kita lihat keseluruhan cerita, ini bukan soal ras atau etnis. Ini soal mindset dan kebiasaan. Orang Tionghoa di Indonesia kebentuk jadi komunitas yang kuat, gigih, dan fokus karena sejarah dan diskriminasi yang mereka alami.
Kita semua, apapun etnis atau rasnya, bisa belajar dari traits ini:
1. Gigih dan berani fight – Jangan gampang puas atau terlalu nyaman di "zona aman."
2. Prioritas ke pendidikan – Investasi ke diri sendiri atau anak-anak kita buat masa depan yang lebih baik.
3. Kelola uang dengan bijak – Nabung, investasi, dan pikirin jangka panjang.
Kalau kita bisa adaptasi mindset ini, enggak ada alasan kita enggak bisa sukses. Di masa depan, semua orang punya peluang yang sama. Tinggal gimana kita manfaatinnya.
So, balik ke topik. Kenapa ya? Gua tau ini enggak bisa digeneralisasi, tapi ya emang kesannya gitu. Bahkan dulu Wapres Yusuf Kalla pernah bilang, populasi etnis Tionghoa di Indonesia itu cuma single digit (di bawah 5%), tapi mereka kontrol lebih dari 50% ekonomi kita. Kalo kita cek daftar orang terkaya di Indonesia, mayoritas besar ya keturunan Tionghoa. Pertanyaannya: kok bisa? Emangnya ras atau etnis tertentu punya keunggulan alami gitu?
Jawabannya: enggak juga. Semua itu balik lagi ke sejarah dan pola pikir yang terbentuk dari pengalaman mereka, terutama di Indonesia. Nah, gua bakal jelasin ini ke beberapa chapter,
Chapter 1: Sejarah Itu Penting
Kalo kita mau ngomongin kenapa etnis Tionghoa banyak yang sukses, kita mesti balik dulu ke masa penjajahan Belanda. Jadi gini, di zaman kolonial, Belanda tuh ngekotak-kotakin masyarakat. Orang pribumi (mayoritas) dibilang kuat di sektor produksi, kayak bertani atau bikin barang. Tapi, mereka kesulitan di bagian distribusi atau penjualan. Nah, di sinilah Belanda mulai ngegunain etnis minoritas sebagai perantara alias middleman.
Orang Tionghoa dipilih buat jadi penghubung antara produsen (pribumi) dan konsumen (Belanda). Dari situ, terbentuklah stereotip pedagang yang sampai sekarang masih nempel banget di etnis Tionghoa di Indonesia. Di sisi lain, ini juga bikin mereka sering dijauhi atau bahkan dibenci sama masyarakat pribumi karena dianggap "dekat" sama penguasa kolonial.
Chapter 2: Mindset Pendatang
Diskriminasi di masa lalu bikin orang Tionghoa enggak punya banyak pilihan. Mereka enggak boleh masuk ke bidang politik, jadi PNS, tentara, atau polisi. Akhirnya, mereka harus bikin opportunity sendiri, dan salah satu jalan yang paling memungkinkan adalah wirausaha. Ini yang gua sebut "mindset pendatang."
Orang pendatang itu cenderung lebih gigih, lebih nekat, dan lebih fokus buat cari cara survive karena mereka enggak punya pilihan lain. Kalau enggak gerak, ya mati. Bandingin sama pribumi yang mungkin lebih santai karena merasa "pemerintah pasti mikirin kita, kan ini tanah kita." Bedanya di situ, bro/sis.
Chapter 3: Nilai Pendidikan dan Uang
Etnis Tionghoa juga terkenal punya value yang kuat soal pendidikan dan uang. Dari kecil mereka udah diajarin buat hemat, nabung, dan investasi. Prinsipnya: duit enggak boleh diem, harus muter, entah itu buat dagang atau pendidikan anak.
Pendidikan jadi investasi utama. Banyak keluarga Tionghoa rela hidup sederhana, kelihatannya lusuh, tapi anak-anaknya disekolahin sampai luar negeri. Mereka percaya, pendidikan yang bagus itu kunci buat masa depan yang sukses. Dan ini enggak cuma terjadi di Indonesia, tapi di banyak negara lain juga.
Jadi, Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Kalau kita lihat keseluruhan cerita, ini bukan soal ras atau etnis. Ini soal mindset dan kebiasaan. Orang Tionghoa di Indonesia kebentuk jadi komunitas yang kuat, gigih, dan fokus karena sejarah dan diskriminasi yang mereka alami.
Kita semua, apapun etnis atau rasnya, bisa belajar dari traits ini:
1. Gigih dan berani fight – Jangan gampang puas atau terlalu nyaman di "zona aman."
2. Prioritas ke pendidikan – Investasi ke diri sendiri atau anak-anak kita buat masa depan yang lebih baik.
3. Kelola uang dengan bijak – Nabung, investasi, dan pikirin jangka panjang.
Kalau kita bisa adaptasi mindset ini, enggak ada alasan kita enggak bisa sukses. Di masa depan, semua orang punya peluang yang sama. Tinggal gimana kita manfaatinnya.






oplooy dan 2 lainnya memberi reputasi
3
725
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan