- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- Gosip Nyok!
TikTok Sangat BERBAHAYA !!


TS
ramdhyahmad0433
TikTok Sangat BERBAHAYA !!
Selamat TikTok. Agustus 2024 kemarin, kalian berhasil jadi platform dengan pengguna terbanyak di dunia dari Indonesia. Bukan cuma itu, pengguna di perangkat Android di Indonesia juga jadi yang terlama waktu pakainya. Gue baru sadar betapa bahayanya kalau ini nggak ada perubahan sama sekali.
Gue pernah posting tentang ini sebelumnya. Di X, views-nya hampir 1 juta. Di Instagram juga lumayan banyak yang lihat. Ternyata banyak yang relate. Coba deh kalian buka TikTok sekarang, lihat kolom komentar—ada kemungkinan IQ kalian bisa menurun 30 poin. Setelah gue telusuri, TikTok adalah platform dengan pengguna terbanyak, tapi tingkat pendidikan pengguna paling rendah. Alias, ya, orang-orang “gobl*k.”
Ada yang komen, "Lu belum lihat Facebook, Ko." Selalu aja disambungin sama Facebook. Tapi pas gue lihat datanya, ya, sama aja. Dan ternyata ada korelasi. Pas gue balik ke Twitter, yang notabene isinya orang-orang lebih pintar, responsnya jauh lebih kritis. Kalau ada yang nge-bash gue, mereka pakai argumen. Gue respect itu.
Di sisi lain, gue ngerti, orang “bodoh” itu gampang banget dimanipulasi. Gampang banget digiring pikirannya. Entah buat milih presiden tertentu, dukung influencer tertentu, atau bahkan pegang nilai-nilai yang salah. Sampai di titik, menurut gue, platform ini bisa banget jadi mesin propaganda. Pencipta "presiden dunia," the real king maker.
Bahaya ini bukan soal pembunuh UMKM—itu mungkin cerita Temu nanti. Tapi bahaya yang lebih parah, ini bisa sampai menghancurkan sebuah negara. Ada istilah divide et impera, strategi pecah belah untuk menguasai. Mau tahu cara lebih gampang lagi? Kalau masyarakat udah terpecah belah, jangan bikin mereka pintar. Bikin mereka makin bodoh. Semakin bodoh, semakin gampang digiring. Gue nggak bilang TikTok udah di tahap itu, tapi potensinya ada.
Gue sendiri kenal beberapa orang yang kerja di TikTok. Mereka baik, kompeten, dan gue suka nilai-nilai mereka. Tapi nilai beberapa orang nggak bisa merepresentasikan keseluruhan perusahaan. Dan ini jadi bahasan pertama: “Sosial media orang bodoh.”
Semua ini mulai pas gue ngerasa banyak opini gue yang diserang di TikTok. Di Instagram, banyak support. Di X, responsnya kritis tapi masih ada perdebatan sehat. Tapi di TikTok? Kalian baca sendiri komentarnya. Banyak akun-akun buzzer, akun kosong. Seolah-olah kalau kalian lihat top comment, kalian langsung percaya itu fakta. Padahal gampang banget buat dimanipulasi.
Makanya gue selalu bilang, orang yang "bodoh" itu biasanya nggak punya pendidikan tinggi. Ada riset yang bilang, pendidikan itu ngaruh ke cara orang mengelola emosi. Semakin tinggi pendidikan, semakin kalem. Sebaliknya, semakin rendah pendidikan, semakin gampang emosinya dipancing. Dan ini yang dimanfaatkan di seluruh teknik marketing dunia: pancing emosi. Orang marah nggak bakal mikir panjang. Orang FOMO langsung keluarin duit.
Gue sekarang udah uninstall TikTok. Gue cuma upload konten, nggak scroll lagi. Tapi gue tetap edukasi meskipun lawan arus, karena pertumbuhannya gila banget. TikTok ini "open," semua orang bisa bikin konten dan viral. Orang pintar belum tentu bisa bersuara kencang, tapi orang bodoh bisa.
Masalahnya, pendidikan pengguna TikTok rendah. Konten yang laku itu biasanya nggak berisi: drama, ngatain orang, konten ekstrem, atau malah ngemis. Jadi jangan heran, TikTok bisa bikin orang makin bodoh. Karena yang penting kan, "Kalian suka? Nih, dikasih." Moderasi kontennya juga, walaupun katanya ada, nggak seefektif itu.
Menurut gue, TikTok harus mulai tanggung jawab, nggak cuma soal konten, tapi juga akun. Misalnya, gimana akun-akun baru ini dicek? Ini akun asli atau buatan agency? Akun buat buzzer? Buat politik? Dan gue ngomong ini berdasarkan pengalaman. Waktu Pemilu, bahkan beberapa tahun lalu, presiden-presiden di dunia udah pakai TikTok sebagai alat kampanye. Dan mereka menang.
TikTok ini kayak jual senjata. Kalau dijual sembarangan tanpa cek siapa pembelinya, ya bisa bahaya. Sama kayak sekarang, platform ini nggak ngontrol siapa penggunanya. Akhirnya banyak akun kosong dipakai buat kampanye hitam. Akun-akun ini ngeluarin konten emosional yang ditargetin ke orang-orang “bodoh” yang gampang percaya.
Poin terakhir, ada penelitian yang bilang kecanduan TikTok itu bikin stress, anxiety, bahkan pikiran negatif. Apalagi kontennya kebanyakan nggak ada substansi. Kalau ini terus-terusan, bisa bikin pengguna makin sulit fokus dan nggak bisa nikmatin konten yang lebih bermakna.
Saran gue? Jangan sering-sering buka TikTok. Kalau buka, pastiin pilih konten yang edukatif. Jangan percaya mentah-mentah sama top comments, karena bisa aja itu buzzer. Simpel aja, kalian coba bikin akun kosong, upload konten sampah, lihat apakah bisa viral.
Itu bahayanya TikTok. Hati-hati, ya. Bye-bye!
Gue pernah posting tentang ini sebelumnya. Di X, views-nya hampir 1 juta. Di Instagram juga lumayan banyak yang lihat. Ternyata banyak yang relate. Coba deh kalian buka TikTok sekarang, lihat kolom komentar—ada kemungkinan IQ kalian bisa menurun 30 poin. Setelah gue telusuri, TikTok adalah platform dengan pengguna terbanyak, tapi tingkat pendidikan pengguna paling rendah. Alias, ya, orang-orang “gobl*k.”
Ada yang komen, "Lu belum lihat Facebook, Ko." Selalu aja disambungin sama Facebook. Tapi pas gue lihat datanya, ya, sama aja. Dan ternyata ada korelasi. Pas gue balik ke Twitter, yang notabene isinya orang-orang lebih pintar, responsnya jauh lebih kritis. Kalau ada yang nge-bash gue, mereka pakai argumen. Gue respect itu.
Di sisi lain, gue ngerti, orang “bodoh” itu gampang banget dimanipulasi. Gampang banget digiring pikirannya. Entah buat milih presiden tertentu, dukung influencer tertentu, atau bahkan pegang nilai-nilai yang salah. Sampai di titik, menurut gue, platform ini bisa banget jadi mesin propaganda. Pencipta "presiden dunia," the real king maker.
Bahaya ini bukan soal pembunuh UMKM—itu mungkin cerita Temu nanti. Tapi bahaya yang lebih parah, ini bisa sampai menghancurkan sebuah negara. Ada istilah divide et impera, strategi pecah belah untuk menguasai. Mau tahu cara lebih gampang lagi? Kalau masyarakat udah terpecah belah, jangan bikin mereka pintar. Bikin mereka makin bodoh. Semakin bodoh, semakin gampang digiring. Gue nggak bilang TikTok udah di tahap itu, tapi potensinya ada.
Gue sendiri kenal beberapa orang yang kerja di TikTok. Mereka baik, kompeten, dan gue suka nilai-nilai mereka. Tapi nilai beberapa orang nggak bisa merepresentasikan keseluruhan perusahaan. Dan ini jadi bahasan pertama: “Sosial media orang bodoh.”
Semua ini mulai pas gue ngerasa banyak opini gue yang diserang di TikTok. Di Instagram, banyak support. Di X, responsnya kritis tapi masih ada perdebatan sehat. Tapi di TikTok? Kalian baca sendiri komentarnya. Banyak akun-akun buzzer, akun kosong. Seolah-olah kalau kalian lihat top comment, kalian langsung percaya itu fakta. Padahal gampang banget buat dimanipulasi.
Makanya gue selalu bilang, orang yang "bodoh" itu biasanya nggak punya pendidikan tinggi. Ada riset yang bilang, pendidikan itu ngaruh ke cara orang mengelola emosi. Semakin tinggi pendidikan, semakin kalem. Sebaliknya, semakin rendah pendidikan, semakin gampang emosinya dipancing. Dan ini yang dimanfaatkan di seluruh teknik marketing dunia: pancing emosi. Orang marah nggak bakal mikir panjang. Orang FOMO langsung keluarin duit.
Gue sekarang udah uninstall TikTok. Gue cuma upload konten, nggak scroll lagi. Tapi gue tetap edukasi meskipun lawan arus, karena pertumbuhannya gila banget. TikTok ini "open," semua orang bisa bikin konten dan viral. Orang pintar belum tentu bisa bersuara kencang, tapi orang bodoh bisa.
Masalahnya, pendidikan pengguna TikTok rendah. Konten yang laku itu biasanya nggak berisi: drama, ngatain orang, konten ekstrem, atau malah ngemis. Jadi jangan heran, TikTok bisa bikin orang makin bodoh. Karena yang penting kan, "Kalian suka? Nih, dikasih." Moderasi kontennya juga, walaupun katanya ada, nggak seefektif itu.
Menurut gue, TikTok harus mulai tanggung jawab, nggak cuma soal konten, tapi juga akun. Misalnya, gimana akun-akun baru ini dicek? Ini akun asli atau buatan agency? Akun buat buzzer? Buat politik? Dan gue ngomong ini berdasarkan pengalaman. Waktu Pemilu, bahkan beberapa tahun lalu, presiden-presiden di dunia udah pakai TikTok sebagai alat kampanye. Dan mereka menang.
TikTok ini kayak jual senjata. Kalau dijual sembarangan tanpa cek siapa pembelinya, ya bisa bahaya. Sama kayak sekarang, platform ini nggak ngontrol siapa penggunanya. Akhirnya banyak akun kosong dipakai buat kampanye hitam. Akun-akun ini ngeluarin konten emosional yang ditargetin ke orang-orang “bodoh” yang gampang percaya.
Poin terakhir, ada penelitian yang bilang kecanduan TikTok itu bikin stress, anxiety, bahkan pikiran negatif. Apalagi kontennya kebanyakan nggak ada substansi. Kalau ini terus-terusan, bisa bikin pengguna makin sulit fokus dan nggak bisa nikmatin konten yang lebih bermakna.
Saran gue? Jangan sering-sering buka TikTok. Kalau buka, pastiin pilih konten yang edukatif. Jangan percaya mentah-mentah sama top comments, karena bisa aja itu buzzer. Simpel aja, kalian coba bikin akun kosong, upload konten sampah, lihat apakah bisa viral.
Itu bahayanya TikTok. Hati-hati, ya. Bye-bye!






idlamadibanned dan 13 lainnya memberi reputasi
14
1.1K
30


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan