- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Indeks Dolar AS Pecah Rekor, Siap-Siap Rupiah Makin Rungkad


TS
jaguarxj220
Indeks Dolar AS Pecah Rekor, Siap-Siap Rupiah Makin Rungkad
Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah kemungkinan akan kembali menghadapi hari yang buruk dalam perdagangan pasar spot terakhir pekan ini.
Keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS) semakin tak terbendung di mana tadi malam indeks DXY ditutup di level 109,39. Itu menjadi level tertinggi indeks dolar AS sejak 9 November 2022 silam. Indeks itu mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia yaitu euro, yen, Swiss franc, poundsterling dan krona Swedia serta dolar Kanada.
Penguatan indeks dolar AS menyusul rilis data klaim pengangguran di negeri itu yang angkanya lebih kecil ketimbang perkiraan pasar. Sementara dari Asia, indeks PMI Caixin China memperlihatkan deflasi yang kian intens dan membutuhkan sokongan kebijakan lebih kuat.
Indeks dolar AS yang kian digdaya akan menggerus pamor mata uang yang menjadi lawannya, termasuk mata uang emerging market seperti rupiah. Di sisi lain, yield atau imbal hasil Treasury, surat utang AS, masih bertahan di level tinggi meski relatif turun tadi malam. Yakni, 4,23% untuk tenor pendek 2Y serta 4,55% untuk tenor acuan 10Y.
Kondisi pasar global itu kurang menguntungkan bagi rupiah yang kemarin sudah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia. Rupiah spot dalam perdagangan Kamis sempat merosot 1% sebelum intervensi Bank Indonesia akhirnya membawa pelemahan berkurang hingga diparkir di Rp16.195/US$.
Untuk perdagangan hari ini, rupiah kemungkinan akan kembali lungkrah. Sinyal dari pasar forward menguatkan prediksi. Pada penutupan bursa New York dini hari tadi, rupiah Nondeliverable Forward (NDF) offshore ditutup melemah 0,23% dan pagi ini masih melanjutkan pelemahan di Rp16.258/US$.
Di Asia pada Jumat pagi ini, beberapa mata uang masih tertekan seperti baht yang melemah 0,31% dan ringgit 0,24%. Sementara won Korsel menguat 0,27%, yen 0,11%, dolar Singapura 0,08% dan yuan offshore 0,01%.
Selain mencermati perkembangan pasar global di mana di AS terjadi banyak aksi teror mendekati inagurasi Donald Trump sebagai Presiden AS pada 21 Januari nanti, pasar juga mencermati perkembangan domestik.
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa defisit APBN tahun 2024 angkanya lebih kecil ketimbang prediksi pemerintah, mungkin cukup melegakan. Namun, keputusan pembatalan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada barang dan jasa umum, memicu potensi kehilangan penerimaan negara sebesar Rp75 triliun.
Potential loss penerimaan negara itu akan mendesak Pemerintah RI untuk lebih kreatif mencari sumber penerimaan perpajakan lain agar belanja APBN 2025 bisa tertutup dengan defisit yang terjaga.
Di sisi lain, data terakhir yang dilansir oleh Kementerian Keuangan RI memperlihatkan, posisi utang sektor publik Indonesia sampai akhir kuartal III-2024, telah menembus Rp16.601,02 triliun.
Dengan angka Produk Domestik Bruto (PDB) senilai Rp20.892,4 triliun, total utang sektor publik Indonesia tersebut setara dengan 79,5%. Sebagai perbandingan, 10 tahun lalu, rasio utang publik terhadap PDB Indonesia baru di angka 57,02%.
Hari ini, Bank Indonesia diperkirakan akan menggelar lelang rutin Sekuritas Rupiah Bank Indonesia. Bank sentral kemungkinan akan menawarkan bunga tinggi agar dana asing mau kembali masuk dan membantu nilai rupiah menguat.
Dolar AS terlalu mahal
Hasil kajian terbaru yang dilakukan oleh Bloomberg Intelligence menunjukkan, mayoritas mata uang Asia valuasinya sudah terlalu murah (undervalued) akibat terjangan dolar AS yang makin menjadi-jadi pasca keterpilihan Donald Trump sebagai presiden AS dalam pilpres awal November lalu.
Rupiah bahkan mencatat undervalued hingga 9,6% saat ini. Dengan kata lain, nilai wajar kurs dolar AS dalam rupiah adalah sebesar Rp14.685/US$, menurut kajian tim Bloomberg Intelligence di antaranya Stephen Chiu dan Chunyu Zhang.
Alhasil, dengan posisi kini harga dolar AS sebesar Rp16.195/US$, dinilai tidak mencerminkan nilai wajarnya alias dolar saat ini terlalu mahal.
Kondisi undervalued mayoritas mata uang Asia yang terlihat saat ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun 2025 bila AS di bawah rezim Trump melancarkan Perang Dagang 2.0.
Analisis tim Bloomberg Intelligence didasarkan atas permodelan Behavorial Equilibrium Exchange Rate (BEER) yang mencakup sebagian besar pasangan valuta global utama.
Bila rupiah tercatat undervalued hampir 10% terhadap dolar AS, di belakangnya adalah ringgit Malaysia yang undervalued hingga 9,5%, lalu peso 8,5%, lalu dolar Taiwan sebesar 6,7%.
Dong Vietnam juga nilainya ada di bawah angka wajar hampir 5%, rupee 4%, sementara baht di bawah harga wajar sebesar 2,3%. Yuan Tiongkok di sisi lain 2%. Di antara mata uang Asia, won Korsel menjadi mata uang di kawasan yang paling 'murah' di bawah harga wajarnya dengan nilai undervalued mencapai 15,3%.
Sedangkan dolar Singapura tercatat overvalued atau di atas harga wajar terhadap the greenback sebesar 3%.
Analisis teknikal
Menurut analisis Divisi Riset Bloomberg Technoz, secara teknikal nilai rupiah hari ini berpotensi melanjutkan tren pelemahan menuju area level Rp16.220/US$ yang menjadi level support terdekat usai break support psikologis. Target pelemahan selanjutnya akan tertahan di Rp16.250/US$-Rp16.300/US$.
Bila dua support itu jebol juga, rupiah berpotensi melemah makin dalam menuju kisaran Rp16.310/US$ sebagai support terkuat.
Adapun dalam tren jangka menengah (Mid-term), rupiah masih memiliki potensi pelemahan menuju Rp16.350/US$, bila support terkuat juga tertembus.
Sementara bila terjadi penguatan, ada level resistance yang menarik dicermati pada level Rp16.150/US$ dan selanjutnya Rp16.100/US$ sebagai resistance potensial.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...-makin-rungkad
Menarik dicermati kalau nilai wajar kurs dolar AS dalam rupiah adalah sebesar Rp14.685/US$.
Dengan kata lain, misalnya pemerintahan Indonesia se-professional Singapore, seharusnya kurs itu maksimal ya 15ribu per USD.

Keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS) semakin tak terbendung di mana tadi malam indeks DXY ditutup di level 109,39. Itu menjadi level tertinggi indeks dolar AS sejak 9 November 2022 silam. Indeks itu mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia yaitu euro, yen, Swiss franc, poundsterling dan krona Swedia serta dolar Kanada.
Penguatan indeks dolar AS menyusul rilis data klaim pengangguran di negeri itu yang angkanya lebih kecil ketimbang perkiraan pasar. Sementara dari Asia, indeks PMI Caixin China memperlihatkan deflasi yang kian intens dan membutuhkan sokongan kebijakan lebih kuat.
Indeks dolar AS yang kian digdaya akan menggerus pamor mata uang yang menjadi lawannya, termasuk mata uang emerging market seperti rupiah. Di sisi lain, yield atau imbal hasil Treasury, surat utang AS, masih bertahan di level tinggi meski relatif turun tadi malam. Yakni, 4,23% untuk tenor pendek 2Y serta 4,55% untuk tenor acuan 10Y.
Kondisi pasar global itu kurang menguntungkan bagi rupiah yang kemarin sudah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia. Rupiah spot dalam perdagangan Kamis sempat merosot 1% sebelum intervensi Bank Indonesia akhirnya membawa pelemahan berkurang hingga diparkir di Rp16.195/US$.
Untuk perdagangan hari ini, rupiah kemungkinan akan kembali lungkrah. Sinyal dari pasar forward menguatkan prediksi. Pada penutupan bursa New York dini hari tadi, rupiah Nondeliverable Forward (NDF) offshore ditutup melemah 0,23% dan pagi ini masih melanjutkan pelemahan di Rp16.258/US$.
Di Asia pada Jumat pagi ini, beberapa mata uang masih tertekan seperti baht yang melemah 0,31% dan ringgit 0,24%. Sementara won Korsel menguat 0,27%, yen 0,11%, dolar Singapura 0,08% dan yuan offshore 0,01%.
Selain mencermati perkembangan pasar global di mana di AS terjadi banyak aksi teror mendekati inagurasi Donald Trump sebagai Presiden AS pada 21 Januari nanti, pasar juga mencermati perkembangan domestik.
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa defisit APBN tahun 2024 angkanya lebih kecil ketimbang prediksi pemerintah, mungkin cukup melegakan. Namun, keputusan pembatalan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada barang dan jasa umum, memicu potensi kehilangan penerimaan negara sebesar Rp75 triliun.
Potential loss penerimaan negara itu akan mendesak Pemerintah RI untuk lebih kreatif mencari sumber penerimaan perpajakan lain agar belanja APBN 2025 bisa tertutup dengan defisit yang terjaga.
Di sisi lain, data terakhir yang dilansir oleh Kementerian Keuangan RI memperlihatkan, posisi utang sektor publik Indonesia sampai akhir kuartal III-2024, telah menembus Rp16.601,02 triliun.
Dengan angka Produk Domestik Bruto (PDB) senilai Rp20.892,4 triliun, total utang sektor publik Indonesia tersebut setara dengan 79,5%. Sebagai perbandingan, 10 tahun lalu, rasio utang publik terhadap PDB Indonesia baru di angka 57,02%.
Hari ini, Bank Indonesia diperkirakan akan menggelar lelang rutin Sekuritas Rupiah Bank Indonesia. Bank sentral kemungkinan akan menawarkan bunga tinggi agar dana asing mau kembali masuk dan membantu nilai rupiah menguat.
Dolar AS terlalu mahal
Hasil kajian terbaru yang dilakukan oleh Bloomberg Intelligence menunjukkan, mayoritas mata uang Asia valuasinya sudah terlalu murah (undervalued) akibat terjangan dolar AS yang makin menjadi-jadi pasca keterpilihan Donald Trump sebagai presiden AS dalam pilpres awal November lalu.
Rupiah bahkan mencatat undervalued hingga 9,6% saat ini. Dengan kata lain, nilai wajar kurs dolar AS dalam rupiah adalah sebesar Rp14.685/US$, menurut kajian tim Bloomberg Intelligence di antaranya Stephen Chiu dan Chunyu Zhang.
Alhasil, dengan posisi kini harga dolar AS sebesar Rp16.195/US$, dinilai tidak mencerminkan nilai wajarnya alias dolar saat ini terlalu mahal.
Kondisi undervalued mayoritas mata uang Asia yang terlihat saat ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun 2025 bila AS di bawah rezim Trump melancarkan Perang Dagang 2.0.
Analisis tim Bloomberg Intelligence didasarkan atas permodelan Behavorial Equilibrium Exchange Rate (BEER) yang mencakup sebagian besar pasangan valuta global utama.
Bila rupiah tercatat undervalued hampir 10% terhadap dolar AS, di belakangnya adalah ringgit Malaysia yang undervalued hingga 9,5%, lalu peso 8,5%, lalu dolar Taiwan sebesar 6,7%.
Dong Vietnam juga nilainya ada di bawah angka wajar hampir 5%, rupee 4%, sementara baht di bawah harga wajar sebesar 2,3%. Yuan Tiongkok di sisi lain 2%. Di antara mata uang Asia, won Korsel menjadi mata uang di kawasan yang paling 'murah' di bawah harga wajarnya dengan nilai undervalued mencapai 15,3%.
Sedangkan dolar Singapura tercatat overvalued atau di atas harga wajar terhadap the greenback sebesar 3%.
Analisis teknikal
Menurut analisis Divisi Riset Bloomberg Technoz, secara teknikal nilai rupiah hari ini berpotensi melanjutkan tren pelemahan menuju area level Rp16.220/US$ yang menjadi level support terdekat usai break support psikologis. Target pelemahan selanjutnya akan tertahan di Rp16.250/US$-Rp16.300/US$.
Bila dua support itu jebol juga, rupiah berpotensi melemah makin dalam menuju kisaran Rp16.310/US$ sebagai support terkuat.
Adapun dalam tren jangka menengah (Mid-term), rupiah masih memiliki potensi pelemahan menuju Rp16.350/US$, bila support terkuat juga tertembus.
Sementara bila terjadi penguatan, ada level resistance yang menarik dicermati pada level Rp16.150/US$ dan selanjutnya Rp16.100/US$ sebagai resistance potensial.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...-makin-rungkad
Menarik dicermati kalau nilai wajar kurs dolar AS dalam rupiah adalah sebesar Rp14.685/US$.
Dengan kata lain, misalnya pemerintahan Indonesia se-professional Singapore, seharusnya kurs itu maksimal ya 15ribu per USD.

Diubah oleh jaguarxj220 03-01-2025 01:52






kucinghaohao dan 4 lainnya memberi reputasi
5
488
42


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan