Kaskus

News

jaguarxj220Avatar border
TS
jaguarxj220
Rupiah Berisiko Anjlok Hari Ini, Support Terjauh Rp16.300/US$
Bloomberg Technoz, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berisiko kembali melemah hari ini. Keperkasaan dolar AS memang sedang sulit ditandingi.

Pada Jumat (17/12/2024), US$ 1 setara dengan Rp 16.245 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,31% dari hari sebelumnya dan menjadi yang terlemah dalam nyaris sepekan terakhir.

Sepanjang 2024 (year-to-date/ytd), rupiah terdepresiasi lebih dari 5%.

Lalu bagaimana ramalan rupiah buat hari ini? Apakah bakal melemah lagi atau malah bisa bangkit?

Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), rupiah kemungkinan melemah lagi hari ini. Support terdekat ada di Rp 16.250/US$. Jika tertembus, maka target berikutnya ada di Rp 16.280/US$.

Apabila kembali tembus, maka rupiah rasanya bisa melemah lagi menuju Rp 16.300/US$ yang menjadi target paling pesimistis atau support terjauh.

Adapun dalam tren jangka menengah (mid-term), rupiah masih ada potensi untuk menguat. Resisten yang patut dicermati adalah Rp 16.200/US$ dan, dan selanjutnya Rp 16.100/US$ sampai. Resisten potensial adalah Rp 16.050/US$.

Dolar Perkasa

Apa boleh buat, dolar AS memang terlalu kuat. Pada pukul 08:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) menguat tipis 0,02% ke 107,996.

Dalam sebulan terakhir, indeks ini menguat 2,09%.

Dolar AS menguat setelah Donald Trump memenangi Pilpres AS November lalu. Kemenangan Trump membuat pasar berekspektasi kebijakan serupa pada 2017-2021 akan kembali diterapkan.

Kebijakan fiskal AS pada era Trump diperkirakan bakal ekspansif, misalnya dengan pemotongan tarif pajak. Saat fiskal ekspansif, maka defisit anggaran akan membengkak sehingga pemerintah AS akan makin gencar masuk ke pasar dengan penerbitan obligasi.

Saat pasokan obligasi melimpah, maka harga akan turun dan imbal hasil (yield) akan naik. Kenaikan yield akan membuat aset-aset berbasis dolar AS menjadi menarik, dan ini menekan mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Trump juga diperkirakan bakal menerapkan kebijakan luar negeri yang agresif, dengan berbagai tarif bea masuk. Akibatnya, harga barang dan jasa di Negeri Adidaya akan naik (karena bea masuk lebih mahal) sehingga menciptakan tekanan inflasi.

Ketika laju inflasi terakselerasi, maka ruang penurunan suku bunga acuan menjadi mengecil. Hasilnya, suku bunga di AS masih tetap tinggi, masih menarik, sehingga menjadi primadona para investor.

Perkembangan ini membuat dolar AS menjadi perkasa, sulit tertandingi. Rupiah pun lemas, sulit melawan dan bangkit dari tekanan.

https://www.bloombergtechnoz.com/det...h-rp16-300-us/

Penurunan nilai Rupiah sejak awal tahun 5%, padahal inflasi "katanya" tidak sampai 2%.
Selisih 3% itulah penurunan daya beli masyarakat.
0
247
20
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan