Kaskus

Story

AfriansariAvatar border
TS
Afriansari
Istri Kedua Pilihan Mertua
Istri Kedua Pilihan Mertua

Hanya karena mertuaku tak suka denganku mertuaku tega menikahkan suamiku dengan wanita lain

*****

"Saya terima nikah dan kimpoinya Intan Permatasari dengan emas kimpoi cincin sepuluh gram dibayar tunai."

"Sah."

"Sah ...!" Seru para keluarga serta tamu yang datang menyaksikan pernikahan kedua suamiku.

Tubuhku bergetar menyaksikan pernikahan kedua suamiku dengan wanita pilihan ibunya. Hatiku teremas hingga terasa sesak melihat suami yang sudah menikahiku selama tiga tahun bergandengan tangan dengan wanita lain.

Ingin rasanya aku menangis, menghalangi pernikahan mereka tapi semua itu tak bisa aku lakukan mengingat ancaman yang di katakan oleh mertuaku sebelum meminta suamiku menikah lagi.

"Kamu lihat, Dewa begitu bahagia menikah dengan wanita pilihanku," bisik wanita paru baya yang duduk di sampingku.

"Apa Ibu senang?" tanyaku dengan nada bergetar menahan tangis.

Wanita yang tak lain mertuaku itu tersenyum sinis menatapku. "Jelas aku senang. Harusnya Dewa itu menikahi Intan sejak dulu, bukan menikahi kamu," ucapnya berlalu meninggalkanku yang masih terpaku dengan ucapannya.

Ingin rasanya aku cengkram bajunya lalu kubalas semua perkataannya. Namun, lidahku terasa kelu, suaraku tercekat di kerongkongan.

"Calisa ... ayo, kita beri selamat ke Dewa dan istrinya," ucap Bi Desi yang tak lain adik dari mertuaku.

'Istrinya' bukankah aku juga istri Dewa? batinku menahan sakit yang sudah tak bisa ku bendung lagi. Kupalingkan wajahku agar Bi Desi tak melihat kesedihanku. "Maaf Bi, aku harus kembali ke Jakarta karena besok ada meeting sama klien."

"Loh ini kan udah malam, kamu nggak nginap di sini. Jarak dari Bandung ke Jakarta itu jauh loh."

Aku menyunggingkan senyum palsu dan berkata, "Nggak apa-apa Bi, lagi pula lewat tol kan cepat."

Jika aku tetap di sini hatiku benar-benar tidak ikhlas melihat suamiku menikahi wanita lain. Bahkan aku tak Sudi melihat wajah mertuaku yang selalu tersenyum menatap menantu barunya.

"Aku pergi dulu Bi, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Buliran air mata yang sedari tadi aku tahan pun menetes begitu saja. Jujur aku tak kuat melangkah tapi aku harus pergi meninggalkan mereka yang mengkhianatiku.

Aku tidak ikhlas, demi apapun aku tak bisa menerima pernikahan ini. Meski pernikahan mereka sakral, aku mohon Tuhan lihatlah kesakitanku ini.

***

Dua jam perjalanan akhirnya aku sampai ke rumah orang tuaku. Disaat suami serta keluarganya membuangku, hanya orang tuaku lah yang selalu ada di pihakku.

"Assalamualaikum, Bu."

Aku mengetuk pelan rumah orang tuaku karena jam sudah menunjukkan pukul satu pagi.

Suara pintu terbuka, ayah terlihat begitu terkejut melihatku berdiri sendiri di depannya.

"Calisa," ucap ayah kemudian melihat ke sisi kiri dan kanan seolah mencari seseorang. "Kamu datang ke sini sendirian?"

"Iya Ayah. Aku nggak berani tidur di rumah sendirian."

"Sendirian, memangnya Dewa ke mana?"

"Mas Dewa lagi dinas ke Bandung, Yah," jawabku.

Bohong, jelas aku tidak akan memberitahu orang tuaku tentang pernikahan suamiku. Meski hatiku sakit, aku yakin orang tuaku lebih terluka jika mereka tahu jika putrinya di campakkan.

"Kamu ke sini sudah izin ke Dewa kan?"

"Hm, dia tahu. Bahkan dia yang menyuruhku menginap di sini," jawabku berkilah.

"Baguslah. Mau Ayah buatkan kopi atau teh?"

"Nggak usah Ayah. Aku lelah ingin cepat tidur."

"Iya, istirahatlah. Besok kita bicara lagi," ucap Ayah seraya mengusap bahuku. 

Ada rasa ingin memeluk tubuh pria paruh baya yang begitu menyayangiku. Namun, aku harus terlihat kuat agar mereka tak mengkhawatirkanku.

"Aku ke kamar dulu Yah!" ucapku sembari tersenyum lalu masuk ke dalam kamarku. 

Di sinilah aku menumpahkan semua kesedihanku. Merasakan sakitnya di khianati sampai tangisku pun tak bersuara.

Tuhan tahu apa yang terbaik untukku, tapi haruskah aku menerima sesuatu yang sama sekali tak aku inginkan?

Layar ponsel pun berkedip, mengalihkan perhatianku. Entah sudah berapa kali Dewa menghubungiku. Namun, aku sama sekali tak ingin berbicara dengan dia. Bahkan aku tak sudi melihat wajahnya untuk saat ini

[Dewa : Sayang, kamu di mana. Kenapa pergi nggak ngasih tahu Mas?]

[Dewa : Sayang ... Mas mohon angkat teleponnya. Mas benar-benar khawatir!]

[Dewa : Mas tahu kamu marah. Mas tahu kamu pasti benci sama Mas, tapi Mas mohon Calisa. Jangan seperti ini.]

Brak!

Tanganku refleks melempar ponselku. Dari banyaknya pesan yang dikirim suamiku, tak ada penyesalan di sana.

Suara ketukan pintu pun mengalihkan perhatianku. "Calisa, Nak. Kamu sudah tidur?"

Aku bisa mendengar suara ayah di balik pintu. Namun, aku tak berani menanggapi panggilannya karena aku tidak mau ayah melihat mataku yang sembab.

"Maaf Ayah, aku belum bisa cerita. Biarkan aku menyelesaikan masalahku sendiri," lirihku menahan perih.
Diubah oleh Afriansari 21-12-2024 17:58
rieedAvatar border
silohAvatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan 5 lainnya memberi reputasi
6
440
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan