Kaskus

News

gaygeneAvatar border
TS
gaygene
PPN 12% & Dolar AS Rp16.300, Siap-siap Hidup Warga RI Makin Sulit!
PPN 12% & Dolar AS Rp16.300, Siap-siap Hidup Warga RI Makin Sulit!

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas ekonomi masyarakat Indonesia kemungkinan besar akan terganggu, akibat terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), di tengah keputusan pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.
Industri tekstil dan barang dari tekstil atau TPT menjadi salah satu sektor ekonomi yang akan paling terdampak pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan tarif PPN. Kenyataan ini langsung diungkapkan oleh para pimpinan asosiasi industri TPT tanah air.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja misalnya, mengatakan depresiasi rupiah memberikan dampak signifikan pada industri tekstil domestik dari sisi pembelian bahan baku.

"Bahan baku industri tekstil kita berbasis dolar, sehingga depresiasi rupiah membuat biaya produksi meningkat. Sementara itu, produk jadi dari China justru semakin kompetitif karena mata uang yuan juga melemah," kata Jemmy dikutip Jumat (20/12/2024).

Tidak hanya tekanan dari bahan baku dan produk impor, pelaku industri TPT juga harus menghadapi kenaikan biaya produksi di dalam negeri. Jemmy menyebutkan, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% serta Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) turut menambah beban industri.

"Di satu sisi, biaya produksi meningkat, sementara produk China membanjiri pasar dengan harga lebih murah. Industri lokal jadi tertekan," ucap Jemmy.

Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo, Shinta Kamdani mengatakan, kenaikan tarif PPN sendiri sudah akan menekan daya beli masyarakat karena harga barang menjadi tinggi akibat kenaikan pungutan transaksi. Apalagi, ditambah dengan pelemahan nilai tukar rupiah yang bisa membuat efek imported inflation atau inflasi akibat perubahan nilai tukar.

Menurut Shinta, pelemahan daya beli sebetulnya telah terjadi sejak pertengahan tahun ini. Indikatornya adalah deflasi yang terjadi berturut-turut sejak Mei hingga September 2024, sampai dengan besarnya penurunan jumlah penduduk kelas menengah, dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024 berdasarkan catatan BPS.

"Kelas menengah Indonesia berperan penting dalam mendongkrak konsumsi nasional. Hal ini akan diperparah dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025," ungkap Shinta saat konferensi pers Outloook Ekonomi dan Bisnis Apindo 2025 di Jakarta, Kamis.

Meski begitu, penting diketahui juga bahwa tak semua aktivitas ekonomi akan tertekan dari efek pelemahan nilai tukar rupiah sendiri. Eksportir melihat pelemahan kurs rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat hingga Rp 16.300/US$ memberikan keuntungan. Salah satunya pengusaha furnitur yang pede omzetnya bakal melonjak.

"Kalau meminta pandangan sebagai HIMKI, kami happy karena 96% anggota HIMKI kan dari 2.500 member itu eksportir semua, yang melihat kalau Dollar turun sedih, tapi kalau naik gembira," kata Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, kepada CNBC Indonesia.

"Tapi bicara konteks secara umum (pelemahan) rupiah merupakan sesuatu yang gawat bagi Indonesia," tegasnya.

Meski begitu, Abdul Sobur menekankan industri furnitur atau kerajinan ekspor tidak sepenuhnya menikmati keuntungan saat ini, sebab naiknya tarif PPN menjadi 12% pada 2025 bisa membuat ongkos produksi furnitur dan mebel meningkat.

"Seperti kita belanja barangnya kena di situ. Jadi artinya cost produksi akan naik sebetulnya. Ekspornya enggak akan kena, belanja bahan di dalam negeri pasti naik," kata Abdul Sobur.

Selain itu kenaikan PPN itu juga bisa membuat kegiatan manufaktur semakin melambat, sebab terpengaruh oleh permintaan yang menurun di dalam negeri. Sebagaimana diketahui, sepanjang tahun ini level pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia selelu di bawah 5%.

"Dan manufaktur mengalami penurunan. 14 tahun terakhir kontribusi PDB turun sekitar 10% ya, dari 25% sekarang tinggal 18% ya. Itu kan bahaya. Artinya negara Indonesia ini masuk deindustrialisasi. Engine ekonominya di mana kalau kita bicara pertumbuhan 8%. Dari mana itu, kalau pertumbuhan 8% dari sektor informal gak mungkin. Sehingga pemerintah harus beri insentif supaya mengoptimalisasi industri ini tumbuh. Kecuali ada engine lain ya," kata Abdul Sobur.


(arj/haa)

https://www.cnbcindonesia.com/news/2...ri-makin-sulit
variolikesAvatar border
aldonisticAvatar border
superman313Avatar border
superman313 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
620
37
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan