- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tanggapi Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, DPR: Rakyat Jadi Objek Lagi


TS
ivoox.id
Tanggapi Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, DPR: Rakyat Jadi Objek Lagi

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin. IVOOX.ID/doc DPR RI
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menanggapi wacana yang disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto terkait usulan agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilakukan melalui DPRD di masing-masing tingkatan, baik di kabupaten/kota maupun provinsi. Menurut Zulfikar, jika merujuk pada UUD 1945 Pasal 18 ayat 4, disebutkan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota sebagai kepala daerah dipilih secara demokratis.
Zulfikar menjelaskan bahwa konsep “dipilih secara demokratis” bisa diwujudkan melalui dua model. Pertama, dengan mandat tunggal, di mana rakyat hanya memilih wakilnya di lembaga legislatif—baik DPR di tingkat pusat, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota. Selanjutnya, DPRD yang akan memilih gubernur, bupati, dan wali kota.
“Lalu DPRD (lembaga legislatif) itu yang milih gubernur, bupati, wali kota,” ujar Zulfikar dalam siaran pers yang diterima ivoox.id Selasa (17/12/2024).
Model kedua adalah mandat terpisah, di mana rakyat tidak hanya memilih perwakilan di lembaga legislatif, tetapi juga secara langsung memilih kepala daerah di level provinsi maupun kabupaten/kota. Zulfikar menilai dari segi akademis, kedua model ini memiliki derajat demokrasi yang sama.
“Tapi begini, kenapa kita akhirnya menapaki mandat terpisah, memilih (kepala daerah) langsung, karena kita punya pengalaman dengan mandat tunggal, ketika (kepala daerah) dipilih DPRD. Nah, ketika dipilih DPRD itu, pemilihan kepala daerah lebih banyak terkait persoalan elit,” jelas politisi Partai Golkar tersebut.
Lebih lanjut, Zulfikar mempertanyakan peran rakyat jika kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD. “Habis itu, rakyat itu di kemanakan? Padahal kan, pembukaan Undang-undang Dasar kita bilang yang punya daulat itu rakyat. Pemerintahan disusun atas dasar kedaulatan rakyat. Nah, di mana letaknya rakyat itu?” ujarnya.
Menurut Zulfikar, pemilihan langsung menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Dengan demikian, rakyat berhak memilih pemimpin yang sesuai dengan aspirasi mereka dan memastikan pemerintahan berjalan berdasarkan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
“Semangat kita waktu itu, maka dipilihlah Pilkada langsung ini. Dan ternyata memang ada insentif yang kita dapat dengan memilih langsung, yaitu insentif psikologis dan sosial. Terbentuk ekosistem demokratis di mana setiap calon kepala daerah, bahkan sebelum pencalonan hingga dilantik, berusaha betul agar program yang disusun sesuai dengan aspirasi masyarakat,” katanya.
Zulfikar menilai bahwa Pilkada langsung memberi ruang bagi rakyat untuk menentukan preferensi pemimpin yang paling sesuai dengan kepentingan mereka. Selain itu, pemilihan langsung juga memberikan kontrol bagi rakyat, di mana mereka bisa menghukum kepala daerah yang tidak memenuhi janji atau kinerjanya dengan cara tidak memilih kembali di pemilu berikutnya.
“Nah sekarang kalau kita mau kembali dipilih DPRD, apa jaminannya? Karena harus kita beri keyakinan kepada rakyat. Ketika dipilih DPRD nanti, rakyat mau ditempatkan sebagai apa? Rakyat enggak yakin itu. Karena kan kita udah punya pengalaman. Nanti rakyat akan jadi objek lagi,” ujar Zulfikar.
Ia juga menilai bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD tidak akan menghilangkan praktik politik uang. “Kalau memang sekarang ada money politics, dipilih DPRD juga ada money politics-nya. Kan kita sudah pengalaman dengan itu,” katanya.

Zulfikar menjelaskan bahwa konsep “dipilih secara demokratis” bisa diwujudkan melalui dua model. Pertama, dengan mandat tunggal, di mana rakyat hanya memilih wakilnya di lembaga legislatif—baik DPR di tingkat pusat, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota. Selanjutnya, DPRD yang akan memilih gubernur, bupati, dan wali kota.
“Lalu DPRD (lembaga legislatif) itu yang milih gubernur, bupati, wali kota,” ujar Zulfikar dalam siaran pers yang diterima ivoox.id Selasa (17/12/2024).
Model kedua adalah mandat terpisah, di mana rakyat tidak hanya memilih perwakilan di lembaga legislatif, tetapi juga secara langsung memilih kepala daerah di level provinsi maupun kabupaten/kota. Zulfikar menilai dari segi akademis, kedua model ini memiliki derajat demokrasi yang sama.
“Tapi begini, kenapa kita akhirnya menapaki mandat terpisah, memilih (kepala daerah) langsung, karena kita punya pengalaman dengan mandat tunggal, ketika (kepala daerah) dipilih DPRD. Nah, ketika dipilih DPRD itu, pemilihan kepala daerah lebih banyak terkait persoalan elit,” jelas politisi Partai Golkar tersebut.
Lebih lanjut, Zulfikar mempertanyakan peran rakyat jika kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD. “Habis itu, rakyat itu di kemanakan? Padahal kan, pembukaan Undang-undang Dasar kita bilang yang punya daulat itu rakyat. Pemerintahan disusun atas dasar kedaulatan rakyat. Nah, di mana letaknya rakyat itu?” ujarnya.
Menurut Zulfikar, pemilihan langsung menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Dengan demikian, rakyat berhak memilih pemimpin yang sesuai dengan aspirasi mereka dan memastikan pemerintahan berjalan berdasarkan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
“Semangat kita waktu itu, maka dipilihlah Pilkada langsung ini. Dan ternyata memang ada insentif yang kita dapat dengan memilih langsung, yaitu insentif psikologis dan sosial. Terbentuk ekosistem demokratis di mana setiap calon kepala daerah, bahkan sebelum pencalonan hingga dilantik, berusaha betul agar program yang disusun sesuai dengan aspirasi masyarakat,” katanya.
Zulfikar menilai bahwa Pilkada langsung memberi ruang bagi rakyat untuk menentukan preferensi pemimpin yang paling sesuai dengan kepentingan mereka. Selain itu, pemilihan langsung juga memberikan kontrol bagi rakyat, di mana mereka bisa menghukum kepala daerah yang tidak memenuhi janji atau kinerjanya dengan cara tidak memilih kembali di pemilu berikutnya.
“Nah sekarang kalau kita mau kembali dipilih DPRD, apa jaminannya? Karena harus kita beri keyakinan kepada rakyat. Ketika dipilih DPRD nanti, rakyat mau ditempatkan sebagai apa? Rakyat enggak yakin itu. Karena kan kita udah punya pengalaman. Nanti rakyat akan jadi objek lagi,” ujar Zulfikar.
Ia juga menilai bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD tidak akan menghilangkan praktik politik uang. “Kalau memang sekarang ada money politics, dipilih DPRD juga ada money politics-nya. Kan kita sudah pengalaman dengan itu,” katanya.

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan sambutan dalam peringatan puncak HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024). Peringatan HUT partai berlambang pohon beringin tersebut membawa tema Golkar Solid Untuk Indonesia Maju. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU
Prabowo Sebut Pilkada Mahal
Yang terpenting, kata Prabowo, seluruh pemimpin dapat memberikan yang terbaik untuk rakyatnya.
Presiden Prabowo melontarkan wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD saat memberikan sambutan di acara HUT Ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024) malam.
Mengutip Antara, Prabowo saat itu menyinggung mengenai sistem politik di Indonesia yang menurutnya mahal dan tidak efisien jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
"Menurut saya hari ini yang paling penting yang disampaikan Ketua Umum Partai Golkar tadi. Bahwa kita semua merasakan demokrasi kita yang kita jalankan, ada suatu, atau ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama-sama. Menurut saya kita harus memperbaiki sistem kita," ujar Prabowo, dikutip dari Antara, Kamis (12/12/2024).
Prabowo mengatakan Indonesia tidak boleh malu mengakui bahwa kemungkinan sistem politik di tanah air terlalu mahal. Menurutnya wajah-wajah calon kepala daerah yang menang pun terlihat lesu karena mahalnya biaya politik.
"Yang menang lesu, apalagi yang kalah. Kita harus berani mengoreksi diri, karena itu saya menghargai bahwa ketua umum saudara itu jeli, saya katakan beliau itu cerdas. Makanya anak-anak Indonesia harus banyak makan ikan," ujar Prabowo merujuk kepada Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia yang berasal dari Fak-Fak, Papua, dan diyakini Prabowo cerdas lantaran di daerahnya sering mengonsumsi ikan.
Prabowo mengajak seluruh ketua umum dan pimpinan partai politik yang hadir, untuk memperbaiki sistem politik yang menghabiskan puluhan triliun dalam satu-dua hari setiap penyelenggaraan pemilu.
"Saya lihat, negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih ya sudah DPRD itu lah milih gubernur, milih bupati. Efisien, nggak keluar duit, keluar duit, keluar duit, kayak kita kaya," selorohnya.
Dia menyebut uang yang dikeluarkan untuk biaya pemilu bisa digunakan untuk memberikan akan-anak makan, memperbaiki sekolah, hingga memperbaiki irigasi.
"Ini sebetulnya begitu banyak ketua umum yang ada di sini, sebetulnya kita bisa putuskan malam hari ini juga, bagaimana?" tanya Prabowo.
Dia meminta para politisi untuk tidak terlalu mendengarkan saran-saran konsultan asing yang biasanya salah satu contohnya menyarankan agar penyelenggaraan pilkada dilakukan berbulan-bulan.
"Bener enggak ketua umum-ketua umum partai? Kalian kembali dari pilkada kapok enggak? Bener kan? Yang menang, yang kalah begini (lesu) semua," jelasnya.
Prabowo pun menyampaikan sebagai pemimpin Koalisi Indonesia Maju dirinya membebaskan seluruh partai untuk mencalonkan kandidat kepala daerah masing-masing. Meskipun ada menang dan kalah, namun tidak menjadi masalah.
Yang terpenting, kata Prabowo, seluruh pemimpin dapat memberikan yang terbaik untuk rakyatnya.


matt.gaper memberi reputasi
1
243
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan