Kaskus

Story

mangdana1984Avatar border
TS
mangdana1984
SEPUPU ADALAH MAUT
“Kak, mohon ijinkan suami kakak bertanggung jawab, aku hamil, Kak, tolong,”

Sebait kalimat kubaca dari permintaan pesan yang ada di aplikasi FB. Untuk sesaat aku terkejut, akan tetapi setelah kulihat akun FB-nya yang tidak ada foto dan keterangan sama sekali, selanjutnya aku tertawa sendiri. Ini pasti model penipuan gaya baru. Aku tak akan terkecoh. Toh, suamiku ada di sini, di dekatku. Tak pernah ke mana-mana.

“Apa itu yang lucu, Sayang, kok tertawa?” tanya suami seraya mencoba melihat HP-ku.

“Ini, ada yang coba menipu, hahaha,” kataku seraya memperlihatkan isi pesan tersebut pada suami.

Bang Putra- suamiku itu sekilas melihat HP -ku, akan tetapi dia tidak tertawa. Wajahnya tampak serius.

“Kenapa, Bang,”

“Gak kenapa-kenapa,”

“Atau benar ya, Abang hamili anak orang,” kataku lagi. Biarpun sebenarnya aku tidak percaya.

Semenjak kami menikah suami tidak pernah ke mana-mana, karena kami berdua selalu di rumah, usaha kami adalah toko sembako, yang buka mulai jam tujuh pagi sampai jam sepuluh malam. Suami keluar rumah hanya untuk belanja, itu pun paling satu sampai dua jam, jadi tidak mungkin rasanya dia selingkuh.

Akan tetapi suami tak bereaksi apa-apa, dia justru memberikan HP tersebut kepadaku.

“Bang, kita kerjain yuk,” ajakku kemudian.

“Udah, gak usah diperpanjang, tambah kerjaan aja,” jawab suami.

Pagi hari seperti biasa kami buka toko jam tujuh pagi, saat suami menyusun dagangan, aku mencatat apa yang hendak dibelanjakan. Tapi Anjeli belum datang. Anjeli adalah saudara sepupuku yang membantu kami jualan. Biasanya dia datang sebelum jam tujuh, ini sudah terlambat setengah jam.

“Bang, Anjeli gak datang sepertinya,” tanyaku pada suami.

“Dia sudah minta ijin kemarin, katanya dia sakit,” jawab suami seraya meraih kertas dari tanganku. Kuserahkan uang yang cukup banyak untuk belanjaannya. Hari ini jadwal belanja rokok, uangnya cukup banyak juga.

Jujur tanpa ada Anjeli, aku kewalahan mengurus toko. Mau ke kamar mandi pun tidak bisa. Biarpun kami belum punya anak, tapi untuk menjaga toko sendiri sangat berat, selama ini kami bergantian sama suami. Jika suami pergi belanja, Anjeli lah temanku bergantian.

Akhirnya aku coba telepon Anjeli, siapa tahu dia bisa datang. Cucian juga  sudah menumpuk.

“Jeljel, kamu sakit apa?” tanyaku begitu telepon tersambung.

“Sakit hati, Kak,”

“Jangan bercanda, kalau Cuma sakit hati datanglah kau, repot kali ini,” kataku lagi.

“Iya, Kak,”

Aku lega, tidak sampai setengah jam, Anjeli akhirnya datang juga. Sementara Suamiku belum pulang, jika belanja rokok biasanya memang agak lama. Karena tempat belanjaannya agak jauh.

“Kok pucat kau, Jeljel,” tanyaku begitu melihat wajah adik sepupuku tersebut.

“Udah dibilang aku sakit,” jawabnya tanpa menoleh.

“Jeljel!” panggilku lagi.

“Apa lagi, bisa gak Kak, gak usah panggil Jeljel gitu, namaku kan Anjeli,” jawab Anjali.

“Lo, kok baru sekarang protes?”

Aku memang memanggilnya Jeljel, bukan karena apa, memang lebih mudah bilangnya, Anjeli itu terlalu sulit untuk lidahku. Tapi kenapa kali ini Anjeli protes, wajahnya juga seperti itu, tak sedap dipandang. Aku berpikiran positif saja, mungkin dia kesal karena dipanggil saat sakit, atau dia barangkali dia lagi PMS, aku juga kalau lagi PMS memang suka marah-marah tak jelas.

Terdengar suara mobil parkir di depan toko, suamiku sudah pulang belanja, beberapa saat kemudian terdengar teriakan suami.

“Sayang, tolong bantuin angkat ini,”

Aku segera bergegas, barangnya pasti berat. Tapi Anjeli sudah sigap, dia sudah membantu suami menurunkan barang satu kardus. Lo, kok?

“Jeljel, sayang yang dipanggil kok kau yang datang,” aku protes.

Suami dan Anjeli malah berpandangan. Aku jadi curiga. Jangan-jangan...

“Dia kebetulan lebih dekat, makanya dia duluan datang, lagian dia kan kerjanya bantu kita,” kata suami. Akan tetapi penjelasan suami tetap tidak mengubah kecurigaanku.

Aku masih menatap mereka berdua bergantian, jangan-jangan suamiku selingkuh dengan adik sepupuku sendiri. Ah, tidak mungkin.

Setelah menurunkan barang, suami langsung masuk ke dalam rumah. Sedangkan Anjeli membongkar barang yang baru tiba. Aku melanjutkan pekerjaan melayani pembeli yang datang.

“Kak, aku belum sarapan, aku masak Indomie ya,” kata Anjeli sambil mengambil mie instan dan telur.

“Ya udah, sana,” kataku kemudian.

Toko dan rumah kami memang satu bangunan. Tak ada pemisahnya.

Saat pembeli sepi, aku coba buka HP, Ternyata pesan itu datang lagi.

“Kak, mohon kerelaannya, ijinkan suami kakak bertanggungjawab, aku sebatang kara, Kak, tolong,” begitu pesan yang masuk.

Aku jadi curiga, kucoba balas.

“Kau pikir aku percaya, tunjukkan wajahmu,” balasku kemudian.

Tak ada lagi balasan

“Heh, kalau mau nipu yang berkelas sikit,” pesanku lagi

Akan tetapi tiba-tiba aku teringat Anjeli dia yang sebatang kara, orang tuanya memang masih utuh, tapi sudah berpisah, dia tinggal sama neneknya yang juga nenekku. Dan dia pucat, emosi tak stabil, bukankah itu tanda-tanda hamil muda? Ya, Allah.

Aku langsung ke belakang, langsung ke dapur tanpa bicara, aku tak melihat Anjeli di dapur, sebungkus mie instan dan satu telur masih di meja. Di mana dia?

“Jeljel!” teriakku kemudian.

“Jeljel, di mana kau?” aku menguatkan suara.

“Aku di kamar mandi, Kak,” terdengar suara Jeljel.

“Ngapain kau situ,”

“Ya, berak lah,”

“Katamu belum sarapan, kok berak?”

“Ya, ampun, tak ada lagi privasi di sini, berak pun diintrogasi,” kata Jeljel.

Aku hanya tersenyum sambil berlalu, tapi  di mana suamiku?

“Bang?” teriakku kemudian.

Tak ada sahutan, atau dia di kamar atas. Ruko kami memang dua lantai. Bagian bawah hanya toko dan dapur, bagian atas kamar.

“Bang!” teriakku memanggil, malas rasanya mau naik tangga ke atas.

Tak ada juga sahutan.

“Bang!” aku menaikkan volume suara.

“Abang tadi keluar,” justru Anjeli yang menjawab.

Kapan keluarnya, pintu rumah harus melewati toko, gak ada kulihat dia keluar. Lagi pula suamiku kalau mau keluar selalu minta ijin,lagi pula lagi, dia gak pernah keluar rumah selain belanja.

Atau jangan-jangan dia di kamar mandi bersama Anjeli.

“Jeljel, buka pintu,” kataku seraya menggedor-gedor kamar mandi.

“Ya ampun, Kak, lagi berak ini,” sahut Anjeli.

“Buka atau kudobrak,” kataku kemudian.

,”Udah, tunggu bentar lagi Kak, lagi nanggung ini,” jawab Anjeli.

“Beliiii,” terdengar suara orang di depan. Ternyata ada orang mau belanja.  Aku jadi dilema, nunggu pintu kamar mandi  terbuka atau melayani pembeli.

“Beliii!,” suara itu makin kuat.

Duh...


Bersambung di komentar

kulipriokAvatar border
andrianallsizeAvatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan 3 lainnya memberi reputasi
4
804
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan