Quote:
MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Malang mengimbau pondok pesantren (Ponpes) yang memiliki santri laki-laki agar diurus oleh pengasuh laki-laki pula. Begitu sebaliknya dengan perempuan.
Selain itu, secara aturan bangunan santri perempuan dengan laki-laki agar dipisahkan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Malang, Sahid saat ditemui wartawan, Senin (9/12) kemarin.
“Kami menggimbau agar kiranya yang ada di pondok pesantren, laki-laki diimbau yang ngurus ada laki-laki. Bagi perempuan yang ngurus adalah perempuan biar meminimalisir permasalahan, terutama yang menyangkut masalah kekerasan, bullying dan lain sebagainya ,” jelas Sahid.
Hal tersebut disampaikannya saat disinggung kasus asusila yang terjadi di panti asuhan Desa Candirenggo Kecamatan Singosari. Panti asuhan tersebut diketahui sama halnya dengan sistem di ponpes.
Namun pengasuh ponpes dari kaum laki-laki juga turut mengurus santri perempuan. Bahkan santri perempuan dan laki-laki menjadi satu bangunan di panti asuhan yatim piatu dan duafa tersebut.
Meski demikian, Kantor Kemenag Kabupaten Malang bukan wewenangnya untuk menangani panti asuhan tersebut. Lebih lanjut, Sahid menjelaskan terkait bangunan ponpes santri dengan perempuan dan laki-laki agar dipisahkan.
“Secara aturan memang harus dipisahkan antara laki dengan perempuan. Tetapi kadang-kadang sarana prasarana pondok itu kan tidak mencukupi, ” lanjutnya.
Sahid menyampaikan karena di ponpes kadang-kadang pengasuhnya putri, tapi di situ menerima putra sehingga tidak menutup kemungkinan pengasuhnya yang putri juga memberikan pembinaan kepada santri-santri putra.
Sahid menambahkan, ponpes yang ada di Kabupaten Malang sekitar 700. Yang memiliki ijin operasional sekitar 400 ponpes. Adapun permasalahannya ponpes tidak ada yang mengurus lebih lanjut atau memperpanjang soal perijinan.
“Syaratnya itu tidak susah, sama sekali dan tidak berbiaya. Tapi ini yang mempunyai kewenangan adalah Kemenag Pusat. Kalau pondok mengajukan ijin operasional lewat Kemenag Kabupaten, kemudian ke Kanwil, kan itu ada aplikasi yang harus diisi,” urai Sahid.
“Tapi kadang-kadang karena pondok saking sibuk mengurusi santri dan sebagainya, sehingga lupa bahwa ijin operasional habis atau belum diurus,” sambungnya.
Konsekuensi bagi ponpes yang tidak berijin operasional atau yang belum memperpanjang ijin operasional tidak diberi bantuan oleh pemerintah.
“Dari pemerintah, kalaupun ada bantuan yang tidak memperoleh ijin operasional atau ijin operasionalnya habis, tidak diprioritaskan karena memang itu menyalahi prosedur aturan,” pungkasnya. (den/jon)
https://malangposcomedia.id/imbau-po...gan-perempuan/
Orang2 agamis emang tipikal dongoknya keterlaluan seperti ini ya?
Permasalahan yg sering terjadi di ponpes atau madrasah itu, bukan santri mencabuli santri lain, tapi para ulamanya yg mencabuli santri2nya.
Yg ada begini mah selain memupuk homoseks antara para santri karena minimnya interaksi dgn lawan jenis, ulama2 juga jadi lebih leluasa mencabuli santri2nya yg perempuan, selain juga mencabuli santri2 yg laki2 kalau sang ulama ada2 orientasi ke sono atau lagi kepengen.