Damaskus, kota yang menjadi simbol kekuasaan Presiden Bashar al-Assad selama lebih dari dua dekade, kini menjadi saksi sejarah baru bagi Suriah. Setelah 24 tahun memerintah, era Assad resmi berakhir. Gerakan revolusi Suriah yang cepat dan terorganisir berhasil mematahkan pertahanan pemerintah di ibu kota, memaksa Assad melarikan diri.

Dilaporkan oleh Reuters dan BBC, Minggu (8/12/2024), pengumuman resmi disampaikan oleh komando militer Suriah kepada para perwira. Mereka menyatakan bahwa pemerintahan Assad tidak lagi berkuasa. Salah seorang perwira militer mengungkapkan bahwa serangan revolusioner yang penuh kejutan menjadi faktor utama runtuhnya rezim ini.

Rakyat Suriah menyambut berita ini dengan penuh sukacita. Ribuan orang turun ke jalan-jalan di berbagai kota, termasuk di Damaskus, mengibarkan bendera dan menyanyikan lagu-lagu kemenangan. Suasana euforia terasa begitu kuat, menandakan harapan baru bagi masa depan Suriah yang telah lama dilanda konflik.

“Ini adalah hari yang sudah lama kami nantikan. Suriah akhirnya terbebas dari cengkeraman kekuasaan yang menindas,” ujar seorang warga Damaskus yang ikut dalam perayaan di alun-alun utama kota.

Namun, di tengah kegembiraan, tantangan besar menghadang. Suriah kini berada di persimpangan jalan, menghadapi tugas berat untuk membangun kembali negara yang telah lama hancur akibat perang saudara. Para pemimpin baru harus bekerja keras untuk mempersatukan berbagai pihak yang telah lama berseteru dan menciptakan stabilitas yang berkelanjutan.

Runtuhnya pemerintahan Assad menjadi tonggak sejarah bagi Suriah. Meskipun masa depan masih penuh ketidakpastian, semangat rakyat yang terpancar di jalan-jalan memberikan secercah harapan bahwa Suriah dapat bangkit dari keterpurukan dan melangkah menuju era baru yang lebih damai dan makmur.