Kaskus

News

jaguarxj220Avatar border
TS
jaguarxj220
Talenta Unggul Indonesia Tersedot ke Singapura
Dua dekade terakhir, talenta-talenta unggul Indonesia menerima tawaran belajar dan berkarier di Singapura. Indonesia gagal memanfaatkan potensi besar mereka.

Oleh Insan Alfajri, Pandu Wiyoga, Stefanus Ato, Melati Wewangi, Sarie Febriane

03 Dec 2024 06:41 WIB · Investigasi

SINGAPURA, KOMPAS — Talenta unggul Indonesia tidak leluasa mengembangkan potensinya di Tanah Air. Di tengah kondisi ini, agen-agen pencari bakat lembaga pendidikan Singapura memberi mereka tawaran beasiswa. Paket beasiswa ini salah satunya diberikan dengan skema wajib bekerja di negeri itu setelah lulus kuliah.

Orang-orang yang mendapat tawaran, di antaranya, jebolan olimpiade sains internasional. Mereka yang menerima tawaran itu dapat mengakses pendidikan berkualitas secara gratis dan bekerja di perusahaan Singapura dengan gaji tinggi.

Situasi ini bisa memicu brain drain, hijrahnya manusia unggul Indonesia ke luar negeri. Sebagai salah satu parameter, berdasarkan catatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, selama 2019-2023, jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang pindah menjadi warga Singapura hampir 1.000 orang per tahun. Tahun ini saja hingga Oktober 2024, ada 978 orang yang melepas status WNI menjadi warga Singapura.

Mereka adalah kelas menengah berpendidikan tinggi dengan rentang usia di bawah 30 tahun,” kata Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Silmy Karim, Kamis (31/10/2024).

Parameter lainnya merujuk data Yayasan Simetri, organisasi yang didirikan alumni olimpiade fisika internasional (IPhO). Sejak 1993-2024, tercatat 216 orang mewakili Indonesia pada IPhO dan olimpiade fisika tingkat Asia (APhO).

Sekitar 70 persen dari jebolan olimpiade fisika berada di luar negeri. Sebanyak 23,3 persen di antaranya tinggal di Singapura. Posisi kedua disusul AS dan Kanada dengan persentase 22,8 persen.

Kampus mengirim surel

Tawaran Singapura pada jebolan olimpiade sains Indonesia tergambar dari surat elektronik (surel) yang terindikasi dikirim perwakilan Nanyang Technological University (NTU), akhir Oktober 2024. Surel ditujukan kepada pengurus Tim Olimpiade Matematika Indonesia. Isinya pemberitahuan pendirian fakultas baru di NTU sekaligus tawaran beasiswa bagi medalis olimpiade matematika internasional (IMO) yang ingin kuliah di sana.

”Tujuan kami menarik talenta internasional kelas dunia, membina mereka menjadi akademisi dan profesional yang akan mendorong inovasi dan keunggulan teknologi dalam industri dan masyarakat,” demikian penggalan surelnya.

AM, dosen di NTU, mengonfirmasikan, fakultas baru yang bernama College of Computing and Data Science (CCDS) gencar merekrut orang. Selain calon mahasiswa, fakultas itu juga membuka lowongan untuk dosen, mulai level assist professor sampai full professor.

Lintas generasi

Bagi jebolan IMO Indonesia, Singapura bukan lagi tanah yang asing. Sebagian sudah tinggal lebih dari 20 tahun, seperti yang dijalani Ainun Najib, lelaki asal Gresik, Jawa Timur, yang pernah menggagas Kawalpemilu dan Kawalcovid-19.

Ayah empat anak ini kuliah di NTU lewat beasiswa ASEAN Undergraduate Scholarship. Ia tahu beasiswa itu saat mengikuti pelatnas TOMI, di Bandung, Jawa Barat. Di acara ini, peserta pelatnas bertemu seseorang bernama Pak Tyson atau Tyson Sutardi (almarhum), seorang pencari bakat. Dialah yang membagikan brosur dan formulir pendaftaran beasiswa ke peserta pelatnas.

Rekam jejak almarhum Tyson sebagai pencari bakat masih tercatat di internet. Pada laman akun Facebook Tyson Sutardi terlampir NTU sebagai tempat kerjanya. Sejumlah blog juga memuat informasi tentang Tyson dengan atribusi sebagai Admissions Nanyang Technological University, Singapore.

”ASEAN Undergraduate Scholarship termasuk beasiswa yang sulit didapat dan sulit dipertahankan. Kalau nilai anjlok, beasiswanya bisa dicabut,” ujar Ainun, di rumahnya di Bukit Batok, Singapura, Minggu (27/10/2024).

Tidak hanya Ainun, Kompas juga menemui lulusan National University of Singapore (NUS) yang, lebih muda Otto Alexander Sutianto (24). Otto kemudian mengenalkan kakak tingkatnya di kampus, Herbert Ilhan Tanujaya (27). Otto dan Ilhan sama-sama menamatkan studi di NUS dan berkarier di Singapura. Seperti Ainun, mereka juga menerima ASEAN Undergraduate Scholarship.

Ikatan kerja

Pada laman NUS dijelaskan, ASEAN Undergraduate Scholarship ditujukan ke calon mahasiswa berprestasi dari negara-negara ASEAN (selain Singapura). Orang dengan status permanent resident di Singapura juga bisa mengakses beasiswa ini.

Beasiswa ini mewajibkan penerimanya mengambil tuition grant dari Kementerian Pendidikan Singapura. Jika biaya kuliah penerima beasiswa per semester Rp 100 juta, separuhnya ditanggung ASEAN Undergraduate Scholarship. Separuh lagi dianggarkan dari tuition grant.

Tuition grant inilah yang mewajibkan penerima beasiswa bekerja di perusahaan yang terdaftar di Singapura selama tiga tahun setelah lulus.

Bagi Otto dan Ilhan, medali IMO yang mereka kantongi menjadi tiket masuk ke NUS tanpa perlu menjalani tes tertulis. Mereka tinggal wawancara terkait beasiswanya saja.

Setelah lulus kuliah, mereka harus melunasi tuition grant dengan bekerja. Otto baru bekerja dua tahun, tersisa satu tahun lagi ikatan kerjanya. Sementara Ilhan sudah memenuhi kewajibannya bekerja lebih dari tiga tahun di negara itu.

Kendati boleh meninggalkan Singapura, Ilhan masih bertahan. Ia menunda balik ke Indonesia dalam waktu dekat. ”Singapura terlalu nyaman begitu. Transportasinya, lingkungannya, dan teman-temanku banyak di sini. Aku sendiri merasa berat untuk keluar (dari Singapura),” jelasnya, Rabu (30/10/2024), di Singapura.

Menjadi orang gajian

Dilihat dari polanya, alumni IMO di Singapura ini rerata berkarier sebagai tenaga profesional. Jarang dari mereka yang melanjutkan studinya.

Pelatih pelatnas TOMI, Aleams Barra, berpendapat, talenta unggul Indonesia seharusnya berpotensi jadi ”sesuatu” apabila lanjut sekolah. Namun, peran mereka tereduksi jadi sekadar salary man atau orang gajian di Singapura. Ia tidak menyalahkan jalan yang ditempuh jebolan IMO. Dia menyayangkan pemerintah diam menyaksikan fenomena ini.

”Kita kehilangan potensi bahwa ada banyak talenta yang kalau mereka berkarya di Indonesia, impact ke negara bisa lebih besar. Tapi tentu tak sekadar memaksa mereka kembali, harus ada fasilitas yang memungkinkan mereka bisa berkarya dan menggunakan kelebihannya sebesar-besarnya,” kata Barra.

Di Indonesia, salah satu krisis yang nyata adalah minimnya SDM terdidik, terutama peneliti. Tahun ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuka 500 lowongan CPNS untuk peneliti jenjang S-3. Namun, pelamarnya hanya 185 orang.

Telat setengah abad

Saat dimintai tanggapan, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko justru mengapresiasi warga Indonesia yang menerima beasiswa ke luar negeri. Tanpa biaya pemerintah, mereka punya wawasan global. ”Yang penting, bagaimana kita membuat sistem pendukung di sini supaya at the end of the day, waktu selesai, dia punya opsi balik ke Indonesia,” katanya.

Handoko
Sejak 2022, BRIN menyediakan progam post-doctoral seperti yang tercantum di laman BRIN. Lembaga ini juga menyediakan program visiting researcher bagi profesor dan periset ahli, serta research asisstant untuk mahasiswa level D-4 hingga S-3.

Menurut dia, aktivitas iptek, riset, dan inovasi di Tanah Air belum sepenuhnya terhubung dengan industri. Ini persoalan fundamental Indonesia yang sudah berlangsung lama. ”Kita setengah abad tidak bergerak. Jadi ada fundamental yang tidak tercipta dari aktivitas iptek, riset, dan inovasi hingga sampai ke industri,” jelasnya.

Mengenai brain drain, dia menyebut Indonesia sudah mengalaminya sejak lama. Ini dimulai ketika Presiden pertama RI Bung Karno mengirim generasi muda kuliah ke sejumlah negara pada 1960-an hingga berlanjut di era Presiden BJ Habibie. ”Kalau bicara SDM unggul, ya, kita mengalami brain drain secara masif,” katanya.

Sejak 2022, BRIN menyediakan progam post-doctoral seperti yang tercantum di laman BRIN. Lembaga ini juga menyediakan program visiting researcher bagi profesor dan periset ahli, serta research asisstant untuk mahasiswa level D-4 hingga S-3.

Menurut dia, aktivitas iptek, riset, dan inovasi di Tanah Air belum sepenuhnya terhubung dengan industri. Ini persoalan fundamental Indonesia yang sudah berlangsung lama. ”Kita setengah abad tidak bergerak. Jadi ada fundamental yang tidak tercipta dari aktivitas iptek, riset, dan inovasi hingga sampai ke industri,” jelasnya.

Mengenai brain drain, dia menyebut Indonesia sudah mengalaminya sejak lama. Ini dimulai ketika Presiden pertama RI Bung Karno mengirim generasi muda kuliah ke sejumlah negara pada 1960-an hingga berlanjut di era Presiden BJ Habibie. ”Kalau bicara SDM unggul, ya, kita mengalami brain drain secara masif,” katanya.

Tanggapan Singapura

Pihak Singapura melalui Kedutaan Besar (Kedubes) Singapura di Jakarta menanggapi secara tertulis mengenai fenomena talenta unggul Indonesia yang tersedot ke Singapura. Menurut mereka, Singapura memang sangat menaruh perhatian pada pentingnya modal sumber daya manusia (human capital). ”Kami berinvestasi besar-besaran dalam pendidikan dan pengembangan talenta.”

Untuk menumbuhkan iklim akademik yang kuat di Singapura, Pemerintah Singapura juga membuka kesempatan sekolah di sejumlah lembaga akademik di Singapura melalui berbagai pilihan beasiswa. Pihak Kedubes Singapura merinci, setidaknya ada tiga jalur beasiswa, yakni beasiswa ASEAN (ASEAN Scholarship), ASEAN Undergraduate Scholarship (AUS), dan Ministry of Education Tuition Grant (MoE TG). Beasiswa MoE TG diakui ada ikatan kerja yang dianggap sebagai imbalan bagi penerima beasiswa.

Sementara itu, dalam situs NUS disebutkan lebih jelas, penerima AUS pun diwajibkan terikat dalam skema MoE TG dengan kewajiban ikatan kerja selama 3 tahun.

Singapura juga menyatakan, pihaknya menikmati kerja sama pendidikan yang erat dengan Indonesia. Kerja sama Singapura dan Indonesia itu di antaranya melalui Human Capital Partnership Arrangement (HCPA), yang ditandatangani pada 24 Januari 2022.

Melalui HCPA itu terselenggara, misalnya, pelatihan 500 pimpinan sekolah Indonesia oleh National Institute of Education (NIE) Singapura melalui School Leaders’ Training Programme (SLTP) dari 2021 hingga 2024.

Kerja sama lainnya adalah pembentukan Republic of Indonesia-Singapore (RI-SING) University Network yang terdiri dari universitas di kedua negara untuk membahas dan memperkuat kolaborasi di pendidikan tinggi.

Selain itu, ada pula kerja sama melalui Youth Mobility Programme (YMP) untuk menciptakan lebih banyak peluang bagi pemuda di kedua negara menjalani magang di negara lain dan mempererat hubungan lintas budaya.

https://www.kompas.id/artikel/talent...t-ke-singapura
ushirotaAvatar border
aldonisticAvatar border
aldonistic dan ushirota memberi reputasi
2
727
90
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan