Kaskus

Story

aurora..Avatar border
TS
aurora..
[CERPEN] 5 Ribu Rupiah Untuk Selamanya
[CERPEN] 5 Ribu Rupiah Untuk Selamanya
Sumber Gambar:Koleksi pribadi gue


Di sebuah taman kecil yang terletak di Kampung Melati, suasana cerah dan penuh keceriaan terlihat jelas. Dua anak berumur tujuh tahun, Luna dan Gilang, tengah asyik bermain kelereng. Mereka duduk di atas rumput hijau yang lembut, dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun. Luna, dengan rambutnya yang panjang dan hitam, terlihat ceria, sedangkan Gilang, dengan wajah polosnya, sangat bersemangat setiap kali bermain dengan sahabatnya.

Luna berasal dari keluarga yang cukup mapan. Ayahnya bekerja sebagai pegawai kapal pesiar di Amerika, dan ibunya seorang guru di sekolah internasional. Meskipun hidup dalam kenyamanan, Luna tidak pernah menunjukkan sikap sombong. Dia selalu berusaha berbagi dengan teman-temannya, terutama dengan Gilang, yang berasal dari latar belakang yang berbeda.

Gilang, di sisi lain, adalah anak seorang buruh cuci yang kehidupannya jauh dari kata mudah. Ayahnya telah pergi untuk selamanya, meninggalkan Gilang dan ibunya menghadapi kerasnya kehidupan. Ayahnya meninggal dunia karena terlambat dibawa ke rumah sakit saat menderita demam berdarah, dan sejak saat itu, Gilang belajar untuk mandiri dan bertanggung jawab. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Gilang memiliki semangat yang tinggi dan selalu berusaha untuk tetap optimis.

Keduanya telah bersekolah bersama dari TK hingga SMA. Momen-momen berharga di sekolah selalu mereka jalani bersama. Luna sering memberi Gilang uang saku sebesar 5 ribu rupiah. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi. Gilang harus membantu Luna dalam beberapa pekerjaan kecil, seperti mengepang rambutnya, menyemir sepatunya, atau bahkan sekadar membantu membersihkan rumah Luna.

Suatu pagi yang cerah, sebelum berangkat ke sekolah, Gilang merasa perutnya keroncongan. Sudah tiga hari ibunya tidak bekerja karena sakit flu, dan Gilang tidak mendapatkan sarapan. Dia merasa bingung dan sedikit malu untuk meminta bantuan, tetapi saat melihat Luna yang tersenyum ceria, keberanian itu muncul.

“Luna, aku boleh minta uangmu 5 ribu saja buat beli sarapan?” tanya Gilang dengan nada ragu

Luna menatap Gilang dengan penuh perhatian.

“Boleh. Tapi dengan satu syarat. Seperti biasa, kamu harus kepangin rambut aku. Kalau nggak, aku nggak akan kasih,” jawabnya dengan nada serius

Gilang tersenyum mendengar jawaban Luna. Gilang tahu bahwa Luna tidak bermaksud jahat, tetapi bermaksud ingin berbagi dengan cara yang benar. Dengan sabar, Gilang mulai mengepang rambut Luna, berusaha melakukannya dengan baik dan rapi. Setiap helai rambut Luna yang dia pegang terasa halus dan menenangkan. Luna menikmati momen itu, merasakan kedekatan mereka yang semakin kuat.

Setelah selesai, Luna memberikan uang 5 ribu rupiah kepada Gilang.

“Ini upah buat kamu ya!” ucapnya dengan tulus

“Terima kasih, Luna! Aku doakan kamu sukses,” balas Gilang dengan senyum lebar

Keduanya kemudian bergegas menuju sekolah. Mereka berjalan berdampingan, berbagi cerita dan tawa sepanjang perjalanan. Luna tidak hanya melihat Gilang sebagai teman, tetapi juga sebagai sahabat sejatinya. Dia tahu bahwa meskipun latar belakang mereka berbeda, persahabatan mereka lebih kuat daripada segala perbedaan itu.

Setiap hari, Luna berusaha berbuat baik kepada Gilang dengan memberikan uang 5 ribu untuk membantu kebutuhan sehari-harinya. Namun, dia tidak menyadari bahwa Gilang seringkali merasa tidak nyaman dengan keadaan itu. Gilang menghargai kebaikan Luna, tetapi dia ingin mandiri dan tidak terus-menerus bergantung padanya.

Hingga suatu ketika, beberapa hari sebelum mereka mengikuti ujian praktik seni rupa tingkat SMA, Luna jatuh sakit. Dia didiagnosis menderita radang usus buntu akut dan harus menjalani operasi. Kabar ini mengejutkan semua teman sekelas mereka, terutama Gilang. Gilang sangat khawatir dan merasa cemas akan keadaan Luna.

Tanpa disuruh, Gilang dan ibunya merawat Luna selama di rumah sakit. Ibu Gilang menyuapi Luna dengan lembut, mengepang rambutnya, bahkan membantu memandikannya di atas ranjang rumah sakit. Momen-momen ini mempererat ikatan di antara mereka, menunjukkan betapa kuatnya persahabatan yang telah mereka bangun.

Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, Luna akhirnya diperbolehkan pulang. Dengan penuh rasa syukur, dia ingin memberikan imbalan kepada Gilang dan ibunya atas kerja keras mereka selama dia sakit.

“Ini buat kamu, Gilang,” ucap Luna dengan tulus

Gilang terkejut saat melihat jumlah uang di dalam amplop.

“Ya ampun, Luna! Ini terlalu banyak! Aku nggak bisa menerima ini,” ucapnya ragu

“Tapi kamu harus menerimanya, Gilang. Ini adalah ucapan terima kasih atas semua yang telah kalian lakukan buat aku,” ucap Luna dengan penuh keyakinan

Akhirnya, Gilang menerima uang itu. Dia merasa sangat berterima kasih dan berjanji akan menggunakannya dengan bijak. Uang itu cukup untuk membantu Gilang membayar ujian praktik seni rupa, salah satu syarat kelulusan SMA.

Keduanya pun dinyatakan lulus SMA dengan nilai memuaskan. Mereka merasa bangga dan bahagia bisa melewati masa-masa sulit bersama. Dengan semangat baru, mereka memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran. Cita-cita mereka untuk menyembuhkan orang sakit melalui profesi dokter semakin dekat.

Selama kuliah, Luna dan Gilang menghadapi berbagai tantangan. Mereka harus belajar keras untuk menghadapi ujian-ujian yang sulit dan praktik-praktik klinis. Namun, mereka selalu saling mendukung. Setiap kali salah satu dari mereka merasa lelah atau putus asa, yang lain selalu ada untuk memberikan semangat.

Setelah beberapa tahun yang penuh perjuangan, mereka akhirnya lulus dari fakultas kedokteran. Luna memilih spesialis anak, sementara Gilang mengambil spesialis kandungan. Meskipun spesialisasi mereka berbeda, keduanya tetap saling mendukung satu sama lain dalam karir mereka masing-masing.

Setelah keduanya sukses dalam karir, Gilang menyadari bahwa perasaannya terhadap Luna telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam. Dia jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Meskipun merasa ragu, Gilang tahu bahwa dia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama Luna.

Pada suatu malam, saat mereka merayakan kelulusan mereka, Gilang memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya.

Dengan jantung yang berdegup kencang, Gilang berkata.

“Luna, aku ingin kamu tahu betapa berartinya dirimu bagiku. Aku tidak hanya melihatmu sebagai sahabat, tetapi juga sebagai seseorang yang aku cintai.” ucap Gilang

Luna terkejut, tetapi kemudian senyuman lebar mengembang di wajahnya.

“Gilang, aku juga merasakan perasaan yang sama. Persahabatan kita telah tumbuh menjadi sesuatu yang indah,” jawab Luna

Setelah mereka saling mengungkapkan perasaan, hubungan mereka menjadi semakin erat. Gilang dan Luna mulai menjalani hidup sebagai sepasang kekasih, saling mendukung dalam setiap langkah. Ketika mereka mencapai kesuksesan dalam karier masing-masing, cinta mereka semakin menguat.

Akhirnya, pada suatu hari yang penuh kebahagiaan, Gilang melamar Luna. Dia mengajak Luna ke tempat di mana mereka pertama kali bermain kelereng.

Di bawah pohon yang rindang, dengan suasana yang penuh kenangan, Gilang bertanya.

“Luna, maukah kamu menikah denganku?” tanya Gilang

Luna terharu mendengar pertanyaan itu. Dengan penuh rasa cinta, Luna menjawab.

“Aku mau.” jawab Luna singkat

Keduanya pun melangsungkan upacara pernikahan yang sederhana tetapi penuh makna. Dikelilingi oleh teman-teman dan keluarga, keduanya mengucapkan janji suci untuk saling mencintai dan saling mendukung satu sama lain sepanjang hidup mereka.

Sejak hari itu, Luna dan Gilang memulai babak baru dalam hidup mereka sebagai sepasang suami istri. Dengan latar belakang yang berbeda, mereka membuktikan bahwa cinta dan persahabatan dapat mengatasi segala rintangan.

TAMAT
Diubah oleh aurora.. 23-11-2024 02:18
pulaukapokAvatar border
bukhoriganAvatar border
bobibotaktakAvatar border
bobibotaktak dan 11 lainnya memberi reputasi
12
1K
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan