- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Dunia di Ambang Babak Baru Perang Dagang Era Trump, RI Harus Apa?


TS
jaguarxj220
Dunia di Ambang Babak Baru Perang Dagang Era Trump, RI Harus Apa?
Bloomberg Technoz, Jakarta – Indonesia dinilai bakal menjadi salah satu pihak yang rawan dirugikan dari potensi babak baru perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, yang diproyeksikan kembali berlanjut dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden ke-47 AS.
Trump, yang terkenal dengan slogan American First, diramal kembali menerapkan kebijakan perdagangan yang sarat nuansa proteksionis untuk menghambat produk-produk dari China, seperti yang dilakukannya pada 2018, dengan mengenakan tarif pada impor senilai US$360 miliar terhadap Negeri Panda.
Hal tersebut bakal secara tidak langsung berdampak ke Indonesia, lantaran China dipastikan bakal membidik pasar-pasar alternatif untuk 'membuang' produknya yang kesulitan masuk pasar AS, khususnya melalui praktik dumping seperti pada sektor baja dan tesktil.
"Bila hal ini terjadi, industri dalam negeri dapat makin tertekan, karena mereka harus bersaing dengan produk China yang lebih murah dan memiliki daya saing tinggi, yang tentunya akan berdampak pada stabilitas industri serta potensi kehilangan lapangan kerja," ujar Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat kepada Bloomberg Technoz, dikutip Kamis (7/11/2024).
Dumping merupakan praktik perniagaan tidak sehat (unfair trade) yang dilakukan suatu negara dengan cara menjual atau 'membuang' (to dump) barang buatannya ke luar negeri, dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di dalam negerinya.
Sekadar catatan, China menjadi salah satu negara yang paling banyak melakukan praktik dumping di Indonesia sepanjang 2023. Berdasarkan catatan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan, sebanyak 9 dari 10 kasus dumping Indonesia rentang 2023—2024 melibatkan China.
Dari segi makroekonomi, Achmad mengatakan, kondisi ini juga dapat memperburuk neraca perdagangan Indonesia, terutama bila impor dari China melonjak tanpa diimbangi oleh peningkatan ekspor.
"Hal ini akan mengakibatkan peningkatan defisit perdagangan, yang selanjutnya dapat berdampak pada perekonomian secara keseluruhan," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2024 surplus US$3,26 miliar. Adapun nilai ekspor September adalah US$22,08 miliar dan impor adalah US$18,82 miliar.
Relokasi Pabrik?
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai Indonesia perlu belajar dari pengalaman saat Trump memimpin AS pada 2017—2021.
Waktu itu, Indonesia tidak mendapatkan relokasi industri dari perusahaan AS atau China untuk pindah ke Indonesia akibat perang dagang.
Negara-negara yang diuntungkan justru merupakan tetangga dekat Indonesia di Asia Tenggara, seperti Vietnam, Thailand, Kamboja dan Malaysia.
"Ini juga harus jadi pelajaran agar tidak terulang lagi ketika perang dagang tarifnya naik Indonesia harus bisa memanfaatkan situasi untuk menarik industri manufaktur terutama yang sifatnya high tech yang bisa meningkatkan nilai tambah," ujar Bhima.
Secercah Harapan
Meski ada tantangan, Achmad menilai situasi ini juga membuka beberapa peluang bagi Indonesia.
Perang dagang yang membuat produk China terkena tarif tinggi di AS menciptakan ruang yang bisa diisi oleh produk Indonesia, terutama bila Indonesia mampu memenuhi standar kualitas yang diminta oleh pasar Amerika.
Berdasarkan catatan BPS, AS justru menjadi negara penyumbang surplus perdagangan terbesar pada September 2024 yakni sebesar US$1,38 miliar. Sementara defisit terdalam, tercatat dialami dengan China senilai US$630,7 juta.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan komoditas yang membuat perdagangan RI surplus dengan AS dipengaruhi oleh mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya senilai US$277,8 juta, pakaian dan aksesori US$214,3 juta, dan alas kaki US$213,2 juta.
Untuk defisit dengan China, komoditas yang mempengaruhinya yakni mesin dan peralatan mekanis sebesar US$1,43 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya US$1 miliar, serta kendaraan dan bagiannya US$314,8 juta.
“Neraca perdagangan Indonesia menurut negara mitra dagang pada September 2024 RI mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara dan tiga terbesar yang mengalami surplus adalah dengan AS US$1,39 miliar, India US$0,94 miliar, dan Filipina US$0,78 miliar,” tutur Amalia dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (15/10/2024).
Berbeda pandangan dengan Bhima, Achmad menilai perang dagang juga telah mendorong banyak perusahaan untuk mempertimbangkan relokasi pabrik mereka keluar dari China ke negara lain yang dianggap lebih stabil.
"Indonesia, dengan potensi pasarnya yang besar dan ketersediaan tenaga kerja, menjadi salah satu negara tujuan potensial untuk relokasi ini," ujarnya.
Achmad menilai sejauh ini ada indikasi positif bahwa Indonesia mampu menarik relokasi pabrik, meskipun persaingan dengan negara-negara lain seperti Vietnam dan Thailand tetap menjadi tantangan.
Ke depan, agar Indonesia dapat meraih manfaat dari situasi ini, diperlukan langkah-langkah strategis, seperti memperkuat kebijakan anti-dumping untuk melindungi industri lokal, diversifikasi pasar ekspor, serta meningkatkan daya saing produk lokal.
Selain itu, upaya perbaikan iklim investasi menjadi kunci untuk membuat Indonesia semakin menarik bagi investor yang ingin merelokasi pabriknya.
"Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia bukan hanya bisa meminimalkan dampak negatif dari perang dagang, tetapi juga memanfaatkan peluang yang muncul untuk memperkuat ekonominya," ujarnya.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...p-ri-harus-apa
Indonesia siap2 tampung barang jualan China yaaaa...
Kalo pabrik pindahan China nanti biar Vietnam yg nampung...
Trump, yang terkenal dengan slogan American First, diramal kembali menerapkan kebijakan perdagangan yang sarat nuansa proteksionis untuk menghambat produk-produk dari China, seperti yang dilakukannya pada 2018, dengan mengenakan tarif pada impor senilai US$360 miliar terhadap Negeri Panda.
Hal tersebut bakal secara tidak langsung berdampak ke Indonesia, lantaran China dipastikan bakal membidik pasar-pasar alternatif untuk 'membuang' produknya yang kesulitan masuk pasar AS, khususnya melalui praktik dumping seperti pada sektor baja dan tesktil.
"Bila hal ini terjadi, industri dalam negeri dapat makin tertekan, karena mereka harus bersaing dengan produk China yang lebih murah dan memiliki daya saing tinggi, yang tentunya akan berdampak pada stabilitas industri serta potensi kehilangan lapangan kerja," ujar Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat kepada Bloomberg Technoz, dikutip Kamis (7/11/2024).
Dumping merupakan praktik perniagaan tidak sehat (unfair trade) yang dilakukan suatu negara dengan cara menjual atau 'membuang' (to dump) barang buatannya ke luar negeri, dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di dalam negerinya.
Sekadar catatan, China menjadi salah satu negara yang paling banyak melakukan praktik dumping di Indonesia sepanjang 2023. Berdasarkan catatan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan, sebanyak 9 dari 10 kasus dumping Indonesia rentang 2023—2024 melibatkan China.
Dari segi makroekonomi, Achmad mengatakan, kondisi ini juga dapat memperburuk neraca perdagangan Indonesia, terutama bila impor dari China melonjak tanpa diimbangi oleh peningkatan ekspor.
"Hal ini akan mengakibatkan peningkatan defisit perdagangan, yang selanjutnya dapat berdampak pada perekonomian secara keseluruhan," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2024 surplus US$3,26 miliar. Adapun nilai ekspor September adalah US$22,08 miliar dan impor adalah US$18,82 miliar.
Relokasi Pabrik?
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai Indonesia perlu belajar dari pengalaman saat Trump memimpin AS pada 2017—2021.
Waktu itu, Indonesia tidak mendapatkan relokasi industri dari perusahaan AS atau China untuk pindah ke Indonesia akibat perang dagang.
Negara-negara yang diuntungkan justru merupakan tetangga dekat Indonesia di Asia Tenggara, seperti Vietnam, Thailand, Kamboja dan Malaysia.
"Ini juga harus jadi pelajaran agar tidak terulang lagi ketika perang dagang tarifnya naik Indonesia harus bisa memanfaatkan situasi untuk menarik industri manufaktur terutama yang sifatnya high tech yang bisa meningkatkan nilai tambah," ujar Bhima.
Secercah Harapan
Meski ada tantangan, Achmad menilai situasi ini juga membuka beberapa peluang bagi Indonesia.
Perang dagang yang membuat produk China terkena tarif tinggi di AS menciptakan ruang yang bisa diisi oleh produk Indonesia, terutama bila Indonesia mampu memenuhi standar kualitas yang diminta oleh pasar Amerika.
Berdasarkan catatan BPS, AS justru menjadi negara penyumbang surplus perdagangan terbesar pada September 2024 yakni sebesar US$1,38 miliar. Sementara defisit terdalam, tercatat dialami dengan China senilai US$630,7 juta.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan komoditas yang membuat perdagangan RI surplus dengan AS dipengaruhi oleh mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya senilai US$277,8 juta, pakaian dan aksesori US$214,3 juta, dan alas kaki US$213,2 juta.
Untuk defisit dengan China, komoditas yang mempengaruhinya yakni mesin dan peralatan mekanis sebesar US$1,43 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya US$1 miliar, serta kendaraan dan bagiannya US$314,8 juta.
“Neraca perdagangan Indonesia menurut negara mitra dagang pada September 2024 RI mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara dan tiga terbesar yang mengalami surplus adalah dengan AS US$1,39 miliar, India US$0,94 miliar, dan Filipina US$0,78 miliar,” tutur Amalia dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (15/10/2024).
Berbeda pandangan dengan Bhima, Achmad menilai perang dagang juga telah mendorong banyak perusahaan untuk mempertimbangkan relokasi pabrik mereka keluar dari China ke negara lain yang dianggap lebih stabil.
"Indonesia, dengan potensi pasarnya yang besar dan ketersediaan tenaga kerja, menjadi salah satu negara tujuan potensial untuk relokasi ini," ujarnya.
Achmad menilai sejauh ini ada indikasi positif bahwa Indonesia mampu menarik relokasi pabrik, meskipun persaingan dengan negara-negara lain seperti Vietnam dan Thailand tetap menjadi tantangan.
Ke depan, agar Indonesia dapat meraih manfaat dari situasi ini, diperlukan langkah-langkah strategis, seperti memperkuat kebijakan anti-dumping untuk melindungi industri lokal, diversifikasi pasar ekspor, serta meningkatkan daya saing produk lokal.
Selain itu, upaya perbaikan iklim investasi menjadi kunci untuk membuat Indonesia semakin menarik bagi investor yang ingin merelokasi pabriknya.
"Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia bukan hanya bisa meminimalkan dampak negatif dari perang dagang, tetapi juga memanfaatkan peluang yang muncul untuk memperkuat ekonominya," ujarnya.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...p-ri-harus-apa
Indonesia siap2 tampung barang jualan China yaaaa...

Kalo pabrik pindahan China nanti biar Vietnam yg nampung...

Konten Sensitif

Diubah oleh jaguarxj220 07-11-2024 15:20


soelojo4503 memberi reputasi
1
374
21


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan