- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Warga Papua khawatirkan rencana Prabowo untuk hidupkan kembali program transmigrasi


TS
mabdulkarim
Warga Papua khawatirkan rencana Prabowo untuk hidupkan kembali program transmigrasi
Warga Papua khawatirkan rencana Presiden Prabowo untuk hidupkan kembali program transmigrasi

Pramono Suharjono, transmigran di Papua, sedang memanen jeruk di lahannya di Arso II, Kabupaten Keerom, 1 November 2024. - Victor Mambor/BenarNews.
SHARE
Jayapura, Jubi – Sehari setelah pelantikan Presiden Prabowo Subianto, seorang menteri mengumumkan rencana untuk melanjutkan program transmigrasi di Indonesia timur, khususnya Papua, dengan tujuan meningkatkan persatuan dan kesejahteraan penduduk setempat.
Program transmigrasi, yang ditujukan untuk merelokasi penduduk dari daerah padat ke wilayah yang lebih jarang penduduk, telah lama menjadi bagian dari kebijakan Indonesia dalam upaya pemerataan pembangunan. Kementerian terkait menyatakan akan merencanakan revitalisasi di sepuluh zona Papua dengan fokus pada relokasi lokal ketimbang mendatangkan warga dari luar wilayah.
Program ini dihentikan 23 tahun lalu di Papua dan kini akan dihidupkan kembali.
“Kami ingin Papua bersatu sepenuhnya dalam bingkai Indonesia melalui kesejahteraan dan persatuan nasional,” kata Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara dalam upacara serah terima pada 21 Oktober, seperti dikutip Jubi dari sumber www.rnz.co.nz, Selasa (5/11/2024).
Iftitah menekankan bahwa fokus evaluasi akan diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, bukan pada jumlah relokasi. Namun, rencana ini mendapat tanggapan keras dari sebagian penduduk asli Papua yang mengkhawatirkan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan.
Papua, daerah yang kaya akan sumber daya alam namun sering dilanda konflik, telah menjadi pusat berbagai isu HAM dengan tuduhan pelanggaran oleh pemerintah pusat. Simon Balagaize, pemimpin pemuda dari Merauke, mengingatkan kembali dampak negatif program transmigrasi di era Orde Baru pada tahun 1960-an. “Tanah adat diambil, hutan ditebang, dan kini masyarakat Malind lebih fasih berbahasa Jawa dibanding bahasa asli mereka,” katanya kepada BenarNews.
Pendeta Dorman Wandikbo dari Dewan Gereja Papua turut menyuarakan kekhawatirannya, mengatakan bahwa penduduk Papua lebih membutuhkan layanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ketimbang program transmigrasi yang dikhawatirkan akan semakin meminggirkan pemilik tanah adat.
Sejumlah warga dan aktivis mengungkapkan kekhawatiran mereka terkait dampak transmigrasi terhadap kesempatan kerja, serta aspek politik dan ekonomi di Papua. “Kebijakan ini memengaruhi politik dan ekonomi Papua,” kata Apei Tarami dalam sebuah demonstrasi di Sorong Selatan, Papua Barat Daya.
Theo Hasegem, aktivis HAM, juga mengkritik rencana transmigrasi ini, mengingat isu keamanan yang masih tinggi di Papua. Ia mempertanyakan jaminan keselamatan bagi pendatang dari luar, yang kerap menjadi sasaran kelompok separatis.
Program transmigrasi di Indonesia bermula sejak 1905 dan terus berlanjut dengan berbagai modifikasi, termasuk pasca kemerdekaan di bawah Presiden Sukarno. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan persatuan sosial melalui penyebaran penduduk antarwilayah. Berdasarkan catatan pemerintah, sebanyak 78.000 keluarga atau sekitar 312.000 hingga 390.000 orang telah bertransmigrasi ke Papua hingga tahun 1999.
Namun, program ini terhenti sementara pada 2001 seiring diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Pasal 61 undang-undang tersebut mengharuskan adanya persetujuan gubernur dan peraturan daerah untuk melaksanakan transmigrasi.
Anggota parlemen Inggris Alex Sobel, ketua Parlemen Internasional untuk Papua Barat, mengungkapkan keprihatinannya atas dampak transmigrasi terhadap perubahan demografi dan ketimpangan struktural di Papua. Ia menyebut transmigrasi justru memperdalam ketimpangan sosial.
Selain itu, Pramono Suharjono, seorang transmigran dari Arso II, Keerom, mendukung program tersebut karena dianggap memberi manfaat bagi pembangunan daerah. Namun, ia menyadari bahwa masalah sosial dan perbedaan budaya seringkali menjadi pemicu ketegangan antara penduduk lokal dan pendatang.
Papua juga tengah menghadapi krisis kemanusiaan akibat konflik bersenjata antara pasukan Indonesia dan kelompok separatis. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan antara 60.000 hingga 100.000 warga Papua telah mengungsi dalam beberapa tahun terakhir. (*)
https://jubi.id/polhukam/2024/warga-...-transmigrasi/
masalah transmigrasi
Menteri Iftitah Bilang Tak Ada Rencana Transmigrasi dari Luar Papua ke Papua

Kompas.com - 05/11/2024, 15:40 WIB Tatang Guritno, Ardito Ramadhan Tim Redaksi Lihat Foto Politikus Partai Demokrat Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara tiba di kediaman Presiden terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/sgd/agr/aa(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman mengatakan tak bakal ada transmigrasi dari daerah-daerah di luar Papua ke wilayah Papua. Iftitah menyatakan, langkah itu tidak mungkin dilakukan karena bertentangan dengan sejumlah aturan.
“Secara regulasi baik undang-undang pemerintah daerah, undang-undang transmigrasi maupun peraturan daerah masing-masing provinsi setempat di Papua, melakukan penempatan kepala keluarga transmigran dari luar Papua ke Papua saat ini sudah tidak memungkinkan lagi,” ujar Iftitah dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, Selasa (5/11/2024).
Menurut dia, program transmigrasi yang mungkin dilakukan adalah memindahkan masyarakat yang sama-sama berasal dari Papua. Baca juga: Mahasiswa di Manokwari Demo Tolak Program Transmigrasi Presiden Prabowo Iftitah menyebutkan, pihaknya juga bakal fokus melakukan revitalisasi untuk 10 kawasan transmigrasi di Papua.
“Program yang paling mungkin jika dibutuhkan adalah melaksanakan transmigrasi lokal dan revitalisasi 10 kawasan transmigrasi di Papua,” ujar dia.
Iftitah juga menekankan bahwa transmigrasi lokal di Papua bisa dilakukan jika ada kondisi yang sangat diperlukan. Mekanismenya pun harus melibatkan pemerintah daerah untuk saling bekerja sama.
“Jika dibutuhkan, transmigrasi yang akan dilakukan adalah transmigrasi lokal yakni memindahkan penduduk dalam satu wilayah Papua bukan mendatangkan penduduk dari luar wilayah Papua,” kata Ifititah.
“Hal ini pun dengan catatan harus ada kerja sama antar daerah, baik pemerintah daerah yang menyediakan lahan transmigrasi dengan pemerintah daerah yang menyediakan transmigran, penduduk setempat,” ujar dia.
Iftitah pun mengeklaim bahwa sejak tahun 2004 sebenarnya program transmigrasi lokal di Papua sudah dilakukan.
“Artinya tidak ada lagi penduduk luar Papua yang datang ke Papua,” imbuh dia. B
Sebelumnya, anggota DPD RI dari Papua Barat, Lamek Dowansiba meminta rencana transmigrasi ke Papua untuk dikaji ulang. Baginya, transmigrasi yang mendatangkan masyarakat dari luar Papua berpotensi memunculkan kecemburuan sosial dan meningkatkan ekskalasi konflik.
Lamek menyampaikan itu merespons pertanyaan Iftitah setelah dilantik sebagai menteri pada 21 Oktober 2024 lalu.
Masalah Kala itu, Iftitah menyebutkan mendapatkan arahan untuk melakukan transmigrasi ke wilayah Indonesia Timur, terutama Papua.
“Agar Papua betul-betul menjadi bagian utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam konteks kesejahteraannya, dalam konteks persatuan nasionalnya, dalam konteks lebih besar," kata Iftitah.
https://nasional.kompas.com/read/202...apua-ke-papua.
penegasan menteri






direktur.muda dan 2 lainnya memberi reputasi
3
213
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan