Kaskus

Story

salim357Avatar border
TS
salim357
Kenangan Era 90-an; Disuruh Ibu Membeli Minyak Tanah
Kenangan Era 90-an; Disuruh Ibu Membeli Minyak Tanah

Bagi anak-anak yang tumbuh di era 90-an, pengalaman disuruh ibu membeli minyak tanah mungkin menjadi salah satu kenangan yang tak terlupakan. Minyak tanah, bahan bakar utama untuk kompor yang masih banyak digunakan sebelum gas elpiji merata, menjadi kebutuhan pokok di rumah-rumah. Saat ibu mulai kehabisan stok, tugas inilah yang sering dilimpahkan kepada anak-anak.

Pagi atau sore hari, biasanya ibu memanggil dengan suara tegas, "Cepat ke warung, belikan minyak tanah!" Tanpa banyak tanya, dengan dompet kecil atau kaleng minyak di tangan, kami langsung meluncur ke warung langganan. Warung-warung kecil yang menjual kebutuhan sehari-hari seperti minyak tanah berjejer di pinggir jalan. Biasanya, minyak tanah dijual dalam ukuran liter, dan kami harus membawa wadah sendiri—entah itu botol bekas sirup, jeriken kecil, atau kaleng minyak tanah yang khas dengan tutupnya.

Ada sesuatu yang istimewa dari perjalanan ke warung itu. Kami sering berlari-lari kecil di sepanjang jalan, melewati tetangga, teman-teman yang sedang bermain, dan mendengarkan suara motor atau becak yang sesekali lewat. Di era sebelum ponsel pintar, semuanya serba alami dan penuh interaksi langsung. Bahkan, perjalanan singkat ke warung menjadi sebuah petualangan kecil, apalagi kalau ada antrean panjang di warung.

Sesampainya di warung, antrean membeli minyak tanah sudah menjadi hal biasa. Bau khas minyak tanah yang menyengat dan suara glontang-glontang dari pompa manual yang dipakai oleh penjual untuk menuangkan minyak ke dalam wadah menjadi pemandangan sehari-hari. Sering kali, di antara antrean, ada obrolan ringan dari ibu-ibu atau tetangga yang kebetulan datang membeli bahan yang sama. Untuk anak-anak, suasana ini adalah tempat mengasah rasa sabar dan sosial, meski terkadang iseng mendengarkan pembicaraan orang dewasa di depan.

Selesai membeli minyak tanah, perjalanan pulang tak kalah seru. Biasanya, kami berjalan pelan, membawa minyak tanah dengan hati-hati agar tidak tumpah. Jika wadah minyak tanah terlalu berat, kami sering kali istirahat sebentar di pinggir jalan, sambil menikmati pemandangan sekitar atau berbincang dengan teman sebaya yang mungkin kebetulan lewat.

Di rumah, ibu selalu menanti dengan senyuman. Kadang ada bonus berupa jajanan kecil sebagai bentuk terima kasih karena sudah menjalankan tugas dengan baik. Mengisi kompor minyak tanah juga menjadi pengalaman tersendiri. Bau minyak yang memenuhi dapur, serta suara kompor yang menyala dengan suara "fushhh", seolah menandakan misi selesai.

Pengalaman membeli minyak tanah mungkin sederhana, tapi bagi anak-anak era 90-an, ini adalah salah satu kenangan manis tentang masa lalu yang penuh kebersamaan dan kesederhanaan. Kini, ketika minyak tanah semakin jarang digunakan dan teknologi kompor gas atau listrik sudah lebih canggih, kenangan ini tetap hidup sebagai bagian dari nostalgia tentang cara hidup yang berbeda namun penuh makna.

Nostalgia Gen 90anemoticon-Shakehand2emoticon-Toast
bocahgendutk008Avatar border
flamboyanAvatar border
mr_satanzAvatar border
mr_satanz dan 10 lainnya memberi reputasi
11
667
34
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan