Kaskus

Entertainment

mr.spaghetiAvatar border
TS
mr.spagheti
Mata yang Tertutup, Pikiran yang Terbuka
SEBUAH CERITA FIKSI PENDEK  INSPIRATIF


Mata yang Tertutup, Pikiran yang Terbuka


Di sebuah ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya lilin, duduk seorang pemuda dengan mata tertutup perban putih. Namanya Alif. Sikapnya dingin, suaranya datar, dan tatapannya, meski tersembunyi, terasa menusuk. Alif adalah seorang yang dikenal sebagai jenius, namun jalannya menuju kebijaksanaan tidaklah biasa. Dia menjadi buta karena membaca tanpa henti, menyerap semua pengetahuan yang bisa ia dapatkan dari dunia, sampai akhirnya matanya tidak mampu lagi melihat.


Buta bukanlah akhir baginya. Dalam kegelapan, pikirannya justru semakin tajam. Orang-orang dari segala penjuru dunia datang kepadanya untuk meminta nasihat, termasuk para bangsawan, pemimpin negara, dan presiden. Mereka semua berharap mendapatkan jawaban yang bisa menyelamatkan negeri mereka.

Namun, Alif tidak memberikan solusi. Baginya, tugas seorang pemimpin adalah menemukan solusi itu sendiri.

     BABAK 1 :  KONSULTASI PRESIDEN

Mata yang Tertutup, Pikiran yang Terbuka


Suatu hari, seorang presiden dari sebuah negara besar datang menemuinya. Wajahnya tegang, terlihat putus asa di hadapan pemuda yang duduk tanpa ekspresi.


“Alif,” kata presiden itu, suaranya gemetar. “Negaraku sedang dalam kekacauan. Pemberontakan di mana-mana, ekonomi terpuruk, dan aku tidak tahu harus berbuat apa. Tolonglah, beri aku jalan keluar.”

Alif terdiam sejenak, tangannya yang terlipat di pangkuan tidak bergerak. Dengan suara yang dingin, dia berkata, “Aku bisa memberimu saran, tapi bukan solusi. Jika seorang pemimpin tidak tahu solusi untuk negerinya sendiri, dia tidak layak menjadi pemimpin.”

Presiden itu tampak kaget. "Tapi bagaimana aku bisa menemukan solusinya? Aku datang ke sini untuk memohon bantuanmu.”

Alif menghela napas. “Seorang pemimpin sejati mendengar rakyatnya. Mereka yang hidup di dalam masalah memiliki jawaban, bukan aku yang duduk di sini dengan mata tertutup.”

Presiden itu terdiam, terpukul oleh kata-kata tajam Alif. Sadar bahwa ia tak akan mendapatkan jawaban mudah, dia pun bangkit dengan berat hati. Sebelum pergi, dia bertanya lagi, “Jadi kau tidak akan memberiku solusi?”

Alif menggeleng pelan. “Aku hanya memberi arah. Jalanmu sendiri yang harus kau temukan.”

                BABAK 2 : WARTAWAN YANG HERAN
Mata yang Tertutup, Pikiran yang Terbuka



Beberapa waktu kemudian, seorang wartawan terkenal datang untuk mewawancarai Alif. Perbannya yang putih, sikapnya yang tenang namun dingin, semua itu membuat wartawan tersebut merasa gugup. Namun, ini adalah kesempatan langka, dan ia tahu banyak yang ingin tahu tentang kehidupan Alif yang misterius.

"Alif," wartawan itu memulai dengan suara hati-hati, "Banyak orang mengatakan bahwa kau mengorbankan penglihatanmu demi pengetahuan. Apakah menurutmu itu adalah keputusan yang baik?"

Alif, seperti biasa, tidak menunjukkan ekspresi. “Tidak ada tindakan tanpa risiko. Aku menginginkan sesuatu yang besar, maka resikonya pun besar,” jawabnya dengan tenang. “Pengetahuan tidak datang dengan harga murah. Aku tahu apa yang akan terjadi, tapi aku tetap memilih jalan ini.”

Wartawan itu tampak ragu. “Apakah kau tidak menyesal? Kehilangan kesempatan untuk melihat dunia?”

Mata yang Tertutup, Pikiran yang Terbuka


Alif tersenyum tipis, tapi senyum itu lebih dingin daripada ramah. “Apa yang perlu aku sesali? Dunia mungkin indah, tapi juga penuh dosa dan kejahatan. Aku kehilangan penglihatan, benar, tapi setidaknya aku tidak perlu melihat keburukan itu lagi. Yang tersisa hanyalah suara... suara keluh kesah kalian.”

Wartawan itu tertegun mendengar jawaban tersebut. Kata-kata Alif yang dingin namun jujur menembus hingga ke hatinya. “Tapi… hidup tanpa melihat sama sekali, bukankah itu sulit?”

“Sulit? Mungkin bagi kalian yang tergantung pada mata untuk mengerti dunia. Aku tidak butuh itu lagi. Dalam kegelapan, pikiran jauh lebih terang. Dengan mendengar dan berpikir, aku bisa melihat lebih jelas dari kebanyakan orang.”

Mata wartawan itu mulai berkaca-kaca. Alif, meskipun tanpa penglihatan, telah melihat lebih banyak dari apa yang bisa dipahami orang biasa.

“Terima kasih, Alif. Kata-katamu... sungguh membuka mata,” ujar wartawan itu, meski matanya mulai basah karena air mata yang tak bisa ia tahan.

Alif tidak menanggapi air mata itu, hanya berkata dengan suara dinginnya yang biasa. “Kau datang untuk jawaban. Kau sudah mendapatkannya. Sekarang, temukan jalanmu sendiri, seperti yang lain.”

Dan dengan itu, percakapan berakhir. Wartawan itu pergi, membawa pulang lebih banyak dari yang ia harapkan—bukan hanya jawaban, tapi sebuah pencerahan tentang arti kepemimpinan, pengetahuan, dan pengorbanan.




TERIMKASIH SUDAH MEMBACA 

>_,<





nazrilfadhil907Avatar border
home2011Avatar border
User telah dihapus
User telah dihapus dan 2 lainnya memberi reputasi
3
138
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan