- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Gelar Aksi Simbolik, ICW Lakukan Teatrikal Timpuk Dinasti Mulyono di KPK


TS
mabdulkarim
Gelar Aksi Simbolik, ICW Lakukan Teatrikal Timpuk Dinasti Mulyono di KPK
Gelar Aksi Simbolik, ICW Lakukan Teatrikal 'Timpuk Dinasti Mulyono' di Halaman KPK

Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam gelaran aksi "Memperingati 5 tahun Jokowi Membunuh KPK: Ramai-ramai Melempar Jumroh Dinasti Mulyono dan Kroni-kroninya (Aksi Simbolik & Mimbar Bebas)", di depan gedung KPK, Senin 30 September 2024. TEMPO/Dani Aswara.
Iklan
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) menggelar aksi simbolik di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, pada Senin, 30 September 2024. Mereka melakukan teatrikal bertajuk ‘Timpuk Dinasti Mulyono’.
Peneliti ICW Seira Tamara Herlambang mengatakan September 2019 telah dicatat oleh sejarah sebagai pembunuhan KPK oleh Presiden Jokowi dan kroni-kroninya. Seira menekankan perubahan Undang-Undang KPK pada 2019 yang menjadi awal mula kinerja pemberantasan korupsi merosot.
"Independensi KPK tidak lagi ada, tidak lagi hadir pada 2019 pasca-revisi UU KPK dan semua ini adalah salah satu apa yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo,” ujarnya di halaman Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin 30 September 2024.
Implikasi atas Revisi undang-undang KPK
Revisi undang-undang KPK semakin mengikis taji lembaga ini. Salah satunya penyadapan yang harus mendapatkan izin dari Dewan Pengawas. Pembentukan Dewan Pengawas yang sebelumnya tidak ada dan justru tidak sinkron dengan konsep lembaga independen. Selain itu, pemberhentian pegawai KPK yang jumlahnya 57 orang melalui mekanisme TWK yang sangat mengada-ngada.
Seira menyayangkan KPK malah sibuk dengan adanya konflik internal antara komisioner dan dewas. “Pimpinannya sendiri terkena kasus korupsi. Bagaimana hari ini kita disuguhkan bahwa KPK menurun OTT-nya, penindakannya, tapi lebih kemudian justifikasi yang diberikan fokus pada pencegahan, padahal kasus korupsinya juga tetap tinggi,” ujarnya.
Pengusutan Gratifikasi Kaesang Lamban
Ia menyoroti penanganan kasus gratifikasi Kaesang berjalan lambat, ada kesan terkesan lempar-lemparan satu sama lain. Ada yang bilang bahwa seharusnya melaporkan, justru komisioner yang lain ada yang mengatakan tidak perlu melaporkan karena bukan penyelenggara publik dan karena Kaesang bukan sedang menyandang jabatan sebagai penyelenggara publik. “Kita bisa lihat bagaimana dari segi sikap di internal KPK sudah tidak satu suara menanggapi ini,” katanya.
Ia mendesak agar KPK segera melakukan penelusuran dan pendalaman terhadap gratifikasi yang diduga dilakukan oleh Kaesang. ICW mengingatkan KPK bahwa kepercayaan publik juga akan menurun jika kasus-kasus yang ditangani hanya sebatas menjanjikan. “Segeralah panggil dan lakukan rangkaian penindakan dan pemeriksaan yang memang harus dilakukan,” tuturnya.
https://metro.tempo.co/read/1922711/...di-halaman-kpk
kemarahan ICW dan lainnya atas kondisi KPK

Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam gelaran aksi "Memperingati 5 tahun Jokowi Membunuh KPK: Ramai-ramai Melempar Jumroh Dinasti Mulyono dan Kroni-kroninya (Aksi Simbolik & Mimbar Bebas)", di depan gedung KPK, Senin 30 September 2024. TEMPO/Dani Aswara.
Iklan
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) menggelar aksi simbolik di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, pada Senin, 30 September 2024. Mereka melakukan teatrikal bertajuk ‘Timpuk Dinasti Mulyono’.
Peneliti ICW Seira Tamara Herlambang mengatakan September 2019 telah dicatat oleh sejarah sebagai pembunuhan KPK oleh Presiden Jokowi dan kroni-kroninya. Seira menekankan perubahan Undang-Undang KPK pada 2019 yang menjadi awal mula kinerja pemberantasan korupsi merosot.
"Independensi KPK tidak lagi ada, tidak lagi hadir pada 2019 pasca-revisi UU KPK dan semua ini adalah salah satu apa yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo,” ujarnya di halaman Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin 30 September 2024.
Implikasi atas Revisi undang-undang KPK
Revisi undang-undang KPK semakin mengikis taji lembaga ini. Salah satunya penyadapan yang harus mendapatkan izin dari Dewan Pengawas. Pembentukan Dewan Pengawas yang sebelumnya tidak ada dan justru tidak sinkron dengan konsep lembaga independen. Selain itu, pemberhentian pegawai KPK yang jumlahnya 57 orang melalui mekanisme TWK yang sangat mengada-ngada.
Seira menyayangkan KPK malah sibuk dengan adanya konflik internal antara komisioner dan dewas. “Pimpinannya sendiri terkena kasus korupsi. Bagaimana hari ini kita disuguhkan bahwa KPK menurun OTT-nya, penindakannya, tapi lebih kemudian justifikasi yang diberikan fokus pada pencegahan, padahal kasus korupsinya juga tetap tinggi,” ujarnya.
Pengusutan Gratifikasi Kaesang Lamban
Ia menyoroti penanganan kasus gratifikasi Kaesang berjalan lambat, ada kesan terkesan lempar-lemparan satu sama lain. Ada yang bilang bahwa seharusnya melaporkan, justru komisioner yang lain ada yang mengatakan tidak perlu melaporkan karena bukan penyelenggara publik dan karena Kaesang bukan sedang menyandang jabatan sebagai penyelenggara publik. “Kita bisa lihat bagaimana dari segi sikap di internal KPK sudah tidak satu suara menanggapi ini,” katanya.
Ia mendesak agar KPK segera melakukan penelusuran dan pendalaman terhadap gratifikasi yang diduga dilakukan oleh Kaesang. ICW mengingatkan KPK bahwa kepercayaan publik juga akan menurun jika kasus-kasus yang ditangani hanya sebatas menjanjikan. “Segeralah panggil dan lakukan rangkaian penindakan dan pemeriksaan yang memang harus dilakukan,” tuturnya.
https://metro.tempo.co/read/1922711/...di-halaman-kpk
kemarahan ICW dan lainnya atas kondisi KPK






syamalyan3521 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
411
58


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan