Tindakan Kaesang Pangarep (KP) mengenakan rompi bertuliskan “Putra Mulyono” saat blusukan di Tangerang bisa dianggap sebagai upaya "ndeso" yang gagal alias mati gaya. Jangankan  bisa  memberi kesan merakyat, kelakuannya tersebut  justru mengesankan keangkuhan. Di tengah situasi sosial yang memprihatinkan, gimmick tersebut adalah  bentuk ejekan terhadap rakyat yang sesungguhnya, terutama dengan sejarah keluarganya yang kerap memamerkan gaya hidup mewah bertentangan dengan citra sederhana yang mereka coba bangun.

Penggunaan istilah "ndeso" oleh KP tidak lagi relevan dan justru mempertegas persepsi buruk masyarakat terhadap dirinya. Alih-alih sebagai strategi komunikasi yang cerdas, tindakan ini justru mencerminkan ketidaksensitifan terhadap konteks sosial dan kemarahan publik. Apalagi dengan rekam jejak keluarganya yang kerap terjerat dalam kontroversi soal gaya hidup mewah dan gratifikasi, aksi KP ini hanya memperburuk citra mereka.

Faktanya, perilaku keluarga KP belakangan ini sangat kontras dengan citra sederhana yang mereka coba tampilkan di awal. Mulai dari penggunaan jet pribadi hingga tas mewah, semua ini menunjukkan ketidakkonsistenan antara kata-kata dan tindakan mereka. Rompi bertuliskan “Putra Mulyono” tidak hanya mencerminkan kekonyolan, tetapi juga sikap pongah yang jauh dari nilai-nilai kesederhanaan.

Aksi ini bukan hanya sekadar gimmick basi, tetapi juga salah satu contoh betapa KP dan keluarganya telah kehilangan sentuhan dengan kenyataan sosial di sekitar mereka.