- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Hak Guna Bangunan Tak Bisa Diperpanjang, AHY Diminta Cawe-Cawe


TS
dragonroar
Hak Guna Bangunan Tak Bisa Diperpanjang, AHY Diminta Cawe-Cawe
Hak Guna Bangunan Tak Bisa Diperpanjang, AHY Diminta Cawe-Cawe, Terima Aduan sejak 2016, Ombudsman RI Segera Keluarkan LHP
- Rabu, 11 September 2024 | 07:05 WIB
TERBUKA: Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). (Wulan Yanuarwati/Radar Jogja)
JOGJA - Pelayanan Kantor Pertanahan Kanwil BPN/ATR di DIY kembali menuai sorotan. Kali ini terkait laporan sejumlah warga negara yang merasa kesulitan mengajukan perpanjangan sertifikat hak guna bangunan (HGB). Gara-garanya tanah yang ditempati warga tersebut diindikasikan sejarahnya merupakan tanah kasultanan atau sultanaat grond (SG).
Saat warga datang ke kantor pertanahan kabupaten/kota se-DIY, permohonan perpanjangan HGB tak bisa langsung diproses. Warga justru diminta menghubungi Tepas Kawedanan Panitikismo Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk mendapatkan rekomendasi dengan lebih dulu memenuhi berbagai persyaratan. “Ada ribuan HGB yang menumpuk,” ucap anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Riyanta Selasa (10/9/2024).
Wakil rakyat asal Dusun Celungan, Sumberagung, Moyudan, Sleman itu sehari sebelumnya telah mengangkat masalah tersebut dalam rapat kerja (raker) Komisi II DPR RI. Saat itu, Komisi II bertemu dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di gedung parlemen Jakarta, Senin (9/9/2024).
Di depan AHY, Riyanta membeberkan, adanya persoalan dalam pelayanan pertanahan di DIY. Khususnya terkait dengan perpanjangan HGB di atas tanah negara. Mengutip penjelasan Kepala Kanwil BPN DIY Suwito saat dirinya mengadakan kunjungan ke Jogja, Riyanta mengatakan, ada surat yang dikirimkan Gubernur DIY Hamengku Buwono X. “Intinya BPN diminta agar lebih berhati-hati (dalam memproses perpanjangan HGB, Red),” ucapnya.
Menyikapi itu, Riyanta yang juga ketua Ormas Gerakan Antimafia Tanah (Gamat) mendesak AHY mengambil langkah tegas. Dia minta sebagai menteri sekaligus kepala BPN, AHY diminta turun tangan, cawe-cawe menyelesaikan masalah pertanahan di DIY.
“Dulu Pak Hadi punya komitmen mau diselesaikan. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan,” ungkap Karyo Utomo, seorang buruh kasar di Pasar Beringharjo ini.
Hadi yang dimaksud adalah Hadi Tjahjanto, menteri ATR/kepala BPN sebelum AHY. Riyanta lantas mengingatkan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara hukum. Menurut dia, hukum harus ditegakkan. “Jangan dicampuradukkan,” pintanya.
Diingatkan, bicara pertanahan di DIY sebenarnya telah selesai sejak 40 tahun lalu. Tepatnya setelah terbit Keppres No. 33 Tahun 1984 yang ditindaklanjuti dengan lahirnya Perda DIY No. 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Berlaku Sepenuhnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria di Provinsi DIY.
Mengutip dasar pertimbangan lahirnya Perda No. 3 Tahun 1984 karena adanya tekad Gubernur Kepala Daerah DIY Hamengku Buwono IX beserta rakyat DIY memberlakukan sepenuhnya UUPA di DIY beserta aturan pelaksanaannya. “Intinya Sultan Jogja waktu itu tunduk dengan UUPA, persoalan sudah selesai. Tapi nyatanya hari ini masih ada masalah, HGB di atas tanah negara belum bisa diproses,” papar Riyanta.
Dalam kesempatan itu, politikus yang tinggal di Pati, Jawa Tengah, itu mengingatkan regulasi internal BPN dalam melayani masyarakat. Di antaranya, Keputusan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010. Kemudian UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Rohnya adalah asas legalitas. Masalah pertanahan di Jogja diselesaikan secara hukum. Kalau persoalan budaya, saya tidak ingin masuk ke ranah budaya,” tegasnya.
Menanggapi itu, AHY mengucapkan terima kasih atas masukan yang disampaikan Riyanta. Dia berjanji menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah (PR) bagi jajarannya. “Itu menjadi pelecut kami,” ucapnya.
Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Asnaedi mengatakan, minggu depan akan membahas persoalan pertanahan di DIY bersama kepala Kanwil BPN DIY dan kepala kantor pertanahan se-DIY. “Setelah itu baru kami jelaskan (langkah-langkah selanjutnya, Red),” jelas mantan kepala Kanwil BPN Kalimantan Timur ini.
Dari kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY mengungkapkan telah menerima laporan sejumlah warga yang kesulitan memperpanjang HGB. Laporan diterima ORI sejak 2016 silam. “Laporannya datang silih berganti. Hingga 2024 ini ada sebanyak 15 pemegang HGB di atas tanah negara yang mengadu,” ungkap Kepala ORI Perwakilan DIY Budhi Masthuri Selasa (10/9/2024).
Berdasarkan keterangan warga, HGB dapat diperpanjang oleh BPN setelah warga mengantongi rekomendasi dari Panitikismo Keraton Jogja. Rekomendasi bisa terbit dengan persyaratan warga bersedia melepaskan hak. Kemudian membayar sejumlah uang yang disebut pisungsung ke keraton sebelum diterbitkan serat palilah dan kekancingan.
Status tanah berubah dari di atas tanah negara berubah menjadi di atas tanah kasultanan/SG. Sebagian besar warga keberatan. Menurut Budhi, mereka bukan hanya etnis keturunan Tionghoa. Ada juga keturunan Arab maupun warga negara asli, orang Jawa.
Budhi mengatakan, ORI dalam waktu dekat segera menerbitkan laporan hasil pemeriksaan (LHP). Dari kajian ORI, pelepasan HGB di atas tanah negara ada aturannya. Antara lain untuk pelepasan itu ada ganti rugi. “Kami kaji dari regulasi pertanahan,” terang alumnus Fakultas Hukum UMY ini.
Dari informasi yang dikumpulkan koran ini, mereka yang kesulitan memperpanjang HGB ada yang tinggal di daerah elite seperti Kotabaru dan Baciro. Bahkan di Baciro ada dua orang mantan bupati yang bermukim di daerah itu yang HGB rumahnya terancam tak bisa diperpanjang. Sebagian dari warga kemudian memilih mendiamkan dengan tidak mengajukan perpanjangan HGB kendati telah habis masa berlakunya. Mereka tak ingin status HGB di atas tanah negara berganti status menjadi di atas tanah kasultanan. (kus/laz)
https://radarjogja.jawapos.com/jogja...n-lhp?page=all
solusinya sih gampang: cabut keistimewaan wilayah sultan gila tanah per wacana babenya AHY
atw kl gak maka fix jabatannya AHY cmn giveaway dr wiwik doank
- Rabu, 11 September 2024 | 07:05 WIB

TERBUKA: Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). (Wulan Yanuarwati/Radar Jogja)
JOGJA - Pelayanan Kantor Pertanahan Kanwil BPN/ATR di DIY kembali menuai sorotan. Kali ini terkait laporan sejumlah warga negara yang merasa kesulitan mengajukan perpanjangan sertifikat hak guna bangunan (HGB). Gara-garanya tanah yang ditempati warga tersebut diindikasikan sejarahnya merupakan tanah kasultanan atau sultanaat grond (SG).
Saat warga datang ke kantor pertanahan kabupaten/kota se-DIY, permohonan perpanjangan HGB tak bisa langsung diproses. Warga justru diminta menghubungi Tepas Kawedanan Panitikismo Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk mendapatkan rekomendasi dengan lebih dulu memenuhi berbagai persyaratan. “Ada ribuan HGB yang menumpuk,” ucap anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Riyanta Selasa (10/9/2024).
Wakil rakyat asal Dusun Celungan, Sumberagung, Moyudan, Sleman itu sehari sebelumnya telah mengangkat masalah tersebut dalam rapat kerja (raker) Komisi II DPR RI. Saat itu, Komisi II bertemu dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di gedung parlemen Jakarta, Senin (9/9/2024).
Di depan AHY, Riyanta membeberkan, adanya persoalan dalam pelayanan pertanahan di DIY. Khususnya terkait dengan perpanjangan HGB di atas tanah negara. Mengutip penjelasan Kepala Kanwil BPN DIY Suwito saat dirinya mengadakan kunjungan ke Jogja, Riyanta mengatakan, ada surat yang dikirimkan Gubernur DIY Hamengku Buwono X. “Intinya BPN diminta agar lebih berhati-hati (dalam memproses perpanjangan HGB, Red),” ucapnya.
Menyikapi itu, Riyanta yang juga ketua Ormas Gerakan Antimafia Tanah (Gamat) mendesak AHY mengambil langkah tegas. Dia minta sebagai menteri sekaligus kepala BPN, AHY diminta turun tangan, cawe-cawe menyelesaikan masalah pertanahan di DIY.
“Dulu Pak Hadi punya komitmen mau diselesaikan. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan,” ungkap Karyo Utomo, seorang buruh kasar di Pasar Beringharjo ini.
Hadi yang dimaksud adalah Hadi Tjahjanto, menteri ATR/kepala BPN sebelum AHY. Riyanta lantas mengingatkan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara hukum. Menurut dia, hukum harus ditegakkan. “Jangan dicampuradukkan,” pintanya.
Diingatkan, bicara pertanahan di DIY sebenarnya telah selesai sejak 40 tahun lalu. Tepatnya setelah terbit Keppres No. 33 Tahun 1984 yang ditindaklanjuti dengan lahirnya Perda DIY No. 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Berlaku Sepenuhnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria di Provinsi DIY.
Mengutip dasar pertimbangan lahirnya Perda No. 3 Tahun 1984 karena adanya tekad Gubernur Kepala Daerah DIY Hamengku Buwono IX beserta rakyat DIY memberlakukan sepenuhnya UUPA di DIY beserta aturan pelaksanaannya. “Intinya Sultan Jogja waktu itu tunduk dengan UUPA, persoalan sudah selesai. Tapi nyatanya hari ini masih ada masalah, HGB di atas tanah negara belum bisa diproses,” papar Riyanta.
Dalam kesempatan itu, politikus yang tinggal di Pati, Jawa Tengah, itu mengingatkan regulasi internal BPN dalam melayani masyarakat. Di antaranya, Keputusan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010. Kemudian UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Rohnya adalah asas legalitas. Masalah pertanahan di Jogja diselesaikan secara hukum. Kalau persoalan budaya, saya tidak ingin masuk ke ranah budaya,” tegasnya.
Menanggapi itu, AHY mengucapkan terima kasih atas masukan yang disampaikan Riyanta. Dia berjanji menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah (PR) bagi jajarannya. “Itu menjadi pelecut kami,” ucapnya.
Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Asnaedi mengatakan, minggu depan akan membahas persoalan pertanahan di DIY bersama kepala Kanwil BPN DIY dan kepala kantor pertanahan se-DIY. “Setelah itu baru kami jelaskan (langkah-langkah selanjutnya, Red),” jelas mantan kepala Kanwil BPN Kalimantan Timur ini.
Dari kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY mengungkapkan telah menerima laporan sejumlah warga yang kesulitan memperpanjang HGB. Laporan diterima ORI sejak 2016 silam. “Laporannya datang silih berganti. Hingga 2024 ini ada sebanyak 15 pemegang HGB di atas tanah negara yang mengadu,” ungkap Kepala ORI Perwakilan DIY Budhi Masthuri Selasa (10/9/2024).
Berdasarkan keterangan warga, HGB dapat diperpanjang oleh BPN setelah warga mengantongi rekomendasi dari Panitikismo Keraton Jogja. Rekomendasi bisa terbit dengan persyaratan warga bersedia melepaskan hak. Kemudian membayar sejumlah uang yang disebut pisungsung ke keraton sebelum diterbitkan serat palilah dan kekancingan.
Status tanah berubah dari di atas tanah negara berubah menjadi di atas tanah kasultanan/SG. Sebagian besar warga keberatan. Menurut Budhi, mereka bukan hanya etnis keturunan Tionghoa. Ada juga keturunan Arab maupun warga negara asli, orang Jawa.
Budhi mengatakan, ORI dalam waktu dekat segera menerbitkan laporan hasil pemeriksaan (LHP). Dari kajian ORI, pelepasan HGB di atas tanah negara ada aturannya. Antara lain untuk pelepasan itu ada ganti rugi. “Kami kaji dari regulasi pertanahan,” terang alumnus Fakultas Hukum UMY ini.
Dari informasi yang dikumpulkan koran ini, mereka yang kesulitan memperpanjang HGB ada yang tinggal di daerah elite seperti Kotabaru dan Baciro. Bahkan di Baciro ada dua orang mantan bupati yang bermukim di daerah itu yang HGB rumahnya terancam tak bisa diperpanjang. Sebagian dari warga kemudian memilih mendiamkan dengan tidak mengajukan perpanjangan HGB kendati telah habis masa berlakunya. Mereka tak ingin status HGB di atas tanah negara berganti status menjadi di atas tanah kasultanan. (kus/laz)
https://radarjogja.jawapos.com/jogja...n-lhp?page=all
solusinya sih gampang: cabut keistimewaan wilayah sultan gila tanah per wacana babenya AHY
atw kl gak maka fix jabatannya AHY cmn giveaway dr wiwik doank

Diubah oleh dragonroar 12-09-2024 13:02
0
507
33


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan