- Beranda
- Komunitas
- Story
- Heart to Heart
Jadi Korban Sandwich Generation, Selalu Mengalah Untuk Kebahagiaan Bersama


TS
febi12283
Jadi Korban Sandwich Generation, Selalu Mengalah Untuk Kebahagiaan Bersama

Google.com
Sandwich generation, sebuah fakta yang terjadi saat ini. Dimana banyak anak muda yang harus memilih, antara dirinya atau kebahagiaan orang lain. Menjadi dilema ketika prioritas yang dipilih kemudian membuatnya tak bisa meraih apa yang ingin dia impikan dari dulu.
Mungkin saya adalah korban Sandwich generation yang harus tetap sadar bahwa, hal ini tak mungkin bisa hilang begitu saja, terutama dari budaya beberapa wilayah di Indonesia yang mewajibkan sang anak sebagai penopang utama terutama kebutuhan financial keluarga lainnya.
Lahir dari keluarga yang menengah bawah, ayah saya memiliki pemahaman yang tidak biasa. Bahwa anak bukanlah tanggung jawab pemimpin keluarga, Ya! itu benar.
Karena saya mendengar sendiri ucapan itu keluar dari mulut ayah saya, ketika saya sakit, dan membutuhkan biaya pengobatan.
Ayah saya melempar tanggung jawab itu, kepada ibu saya, di depan saya yang terbaring tak berdaya saat itu.
Ayah saya tidak bekerja, meski secara fisik dia masih sanggup untuk mencari nafkah, bagi ayah saya, mencari uang bukanlah tanggung jawab seorang suami.
tapi ayah saya adalah pria patriarki di rumah. Sangat mengelus dada rasanya, ketika ada seorang pria yang patriarki tapi menolak untuk menjadi tulang punggung.
Karena tidak bekerja, kebutuhan ayah saya menjadi tanggung jawab saya dan ibu, lucunya lagi. biaya kontrakan kakak saya, yang harus juga saya tanggung karena kakak saya yang merasa bahwa, kehidupannya adalah tanggung jawab keluarga juga, meski dia sudah ada anak dan istri.
Jadlah saya dihimpit dua sosok pria dengan badan tegap, namun lemah dalam menghadapi kehidupan. Mereka yang enggan dan tak mau berjuang karena takut dengan cibiran orang lain.
Mungkin saya adalah korban Sandwich generation yang harus tetap sadar bahwa, hal ini tak mungkin bisa hilang begitu saja, terutama dari budaya beberapa wilayah di Indonesia yang mewajibkan sang anak sebagai penopang utama terutama kebutuhan financial keluarga lainnya.
Lahir dari keluarga yang menengah bawah, ayah saya memiliki pemahaman yang tidak biasa. Bahwa anak bukanlah tanggung jawab pemimpin keluarga, Ya! itu benar.
Karena saya mendengar sendiri ucapan itu keluar dari mulut ayah saya, ketika saya sakit, dan membutuhkan biaya pengobatan.
Ayah saya melempar tanggung jawab itu, kepada ibu saya, di depan saya yang terbaring tak berdaya saat itu.
Ayah saya tidak bekerja, meski secara fisik dia masih sanggup untuk mencari nafkah, bagi ayah saya, mencari uang bukanlah tanggung jawab seorang suami.
tapi ayah saya adalah pria patriarki di rumah. Sangat mengelus dada rasanya, ketika ada seorang pria yang patriarki tapi menolak untuk menjadi tulang punggung.
Karena tidak bekerja, kebutuhan ayah saya menjadi tanggung jawab saya dan ibu, lucunya lagi. biaya kontrakan kakak saya, yang harus juga saya tanggung karena kakak saya yang merasa bahwa, kehidupannya adalah tanggung jawab keluarga juga, meski dia sudah ada anak dan istri.
Jadlah saya dihimpit dua sosok pria dengan badan tegap, namun lemah dalam menghadapi kehidupan. Mereka yang enggan dan tak mau berjuang karena takut dengan cibiran orang lain.
Menjadi tulang punggung untuk membiayai kehidupan sang tulang punggung tidaklah mudah, butuh bertahun-tahun keikhlasan untuk menjalaninya.Doktrin yang saya terima dari kecil, bahwa melawan orangtua hukumannya adalah siksa neraka.
Namun ibu saya menjalaninya hingga 30 tahun, saya tidak mengerti kenapa ibu saya kuat, namun saya menolak bahwa ibu saya benar. Ibu saya salah besar, karena membiarkan saya hidup dengan pria yang tidak memahami arti dari tanggung jawab di dalam keluarga.
Mungkin banyak yang mengalami apa yang saya jalani, dan lepas dari itu semua tidaklah mudah.
Anak adalah sosok yang lemah, mereka bahkan tidak punya pegangan dalam hidup kecuali orangtuanya.
Namun, tidak sedikit yang menjadikan anaknya hanya sebuah hiasan di rumah, tidak diberi nyawa, hanya digerakan seperti boneka demi keinginan pribadi.
Sampai saat ini, bahkan untuk bensin motor, harus merogoh kantong saya dan ibu saya. ibu saya menerima itu semua, tapi saya membenci fakta itu.
dan saya membenci orang yang membully ketika ada anak melawan orangtuanya, dan memaksa mereka untuk tunduk seumur hidup tanpa tahu sejarah yang mereka alami selama ini.
0
72
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan