Jam 01.41 dini hari,
Lagi dan lagi aku masih bergelut dengan frustasi. Tai!
Susah menjadi orang yg dihati dan pikirannya cuma pingin baik-baik saja.
Satu sisi, anda sebagai orang tua. Kalau sudah dengan jurus pokoknya, gak mau tau, terserah. Aku kudu gimana?
Satu sisi lagi, yg dibahunya aku coba sandarkan banyak sekali harapan. Selalu diam saat segala sesuatu tak sesuai rencana. Tapi rencanamu itu tak kau sampaikan, bagaimana aku bisa tau. Aku seperti sedang dilatih menjadi dukun.
"Pokoknya, ijab dulu. Baru berencana usaha-usaha yang lain. Gak mau aku. Aku sudah cukup gagal menjadi orang tua" begitu katanya, diujung suara telephone.
Anak perempuannya ini, semata wayang. Tumbuh tanpa sosok ayah. Dan kurang waktu dari ibu, karena harus mencari nafkah. Diusia yang sudah kepala tiga ini. Dia sudah menyelesaikan kuliahnya , di universitas bergengsi. Bekerja ditempat yg bagus, dengan gaji, cukup untuk sekedar bertahan hidup. Pas. Paling tidak, sudah sejak lama. Hidup berjuang sendiri.
Rasanya aku mau gila!
Diikutin ke kanan, belok kiri. Di ikutin ke kiri, puter balik. Anakmu ini, sudah menuju gila.

02.00 dini hari. Mataku sudah mulai pedih. Asam lambungku sudah mulai naik. Kepalaku sudah mulai berat. Ya Tuhan. Aku lelah dengan semua ini. Ditahan jadi penyakit, disampaikan bikin penyakit. Aku harus bagaimana?