- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pemerintah Akui Kelas Menengah Turun, Ini Biang Keroknya!


TS
jaguarxj220
Pemerintah Akui Kelas Menengah Turun, Ini Biang Keroknya!
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menyatakan mulai fokus untuk kembali mempertebal kelas menengah di Indonesia, dari yang selama ini terus mengalami penurunan. Alasan utamanya, kelas menengah menjadi kelas yang mampu untuk terus menjaga aktivitas ekonomi, di samping sebagai peran kongkritnya sebagai wajib pajak.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, porsi kelas menengah saat ini hanya sebesar 17,13% dari total penduduk. Angka ini menurutnya lebih rendah dari periode sebelum Covid-19, meski dia tidak secara spesifik porsi kelas menengah sebelum periode krisis yang disebabkan merebaknya virus corona itu.
"Waktu sebelum Covid angkanya sedikit lebih tinggi dari ini (17,13%). Karena ada efek dari Covid dan sering disampaikan oleh menteri keuangan sebagai scarring effect di mana ini bisa diharapkan segera diperbaiki ke depannya," ujar Airlangga di Gedung AA Maramis, Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Oleh sebab itu, Airlangga memastikan, pemerintah akan terus menjaga pertumbuhan kelas menengah ini melalui komitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat, tinggi, dan stabil. Di antaranya melalui kucuran berbagai insentif pajak, program pengembangan SDM, hingga kepastian layanan kesehatan terjangkau bagi mereka.
"Untuk mendukung kelas menengah pemerintah telah meluncurkan beberapa program antara lain program perlindungan sosial, insentif pajak, kartu pra kerja, jaminan kehilangan pekerjaan, PBI atau Pembayaran iuran yang ditanggung pemerintah untuk kesehatan, kemudian kredit usaha rakyat (KUR)," ucap Airlangga.
"Berbagai program ini diharapkan bisa menahan jumlah kelas menengah," tegasnya.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengakui, pemerintah saat ini sebetulnya memiliki kekhawatiran bahwa level kelas menengah kembali menurun pada 2024.
Maka, dikeluarkanlah kebijakan-kebijakan untuk mendukung daya beli mereka, seperti insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir tahun ini, sampai pemberian tambahan kuota rumah bersubsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 34.000 unit rumah, dari target semula 166.000 unit menjadi 200.000 unit.
"Kita kan khawatir di 2023 ke 2024 ini kan proporsi kelas menengah dan aspiring middle class mulai agak turun sedikit kan. Jadi kita ingin mendorong, meningkatkan kembali porsi, peran, dan kontribusi ke perekonomian," ucap Susiwijono.
Ia pun menekankan, sebetulnya banyak efek positif dari keputusan pemerintah kembali menaikkan porsi kelas menengah dalam struktur penduduk di Indonesia. Salah satunya ialah peningkatan basis pajak atau tax base.
"justru kalau kelas menengah kita besar, selain kontribusi ekonominya tinggi dengan berbagai insentif tadi, kelas menengah itu kan bisa generate juga untuk tax basenya lebih besar. Jadi perpajakannya akan lebih bagus," tutur Susiwijono.
Ekonom senior yang juga merupakan mantan Menteri Keuangan era 2013-2014 Chatib Basri mengungkapkan sebelumnya juga telah mengingatkan bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia sudah terus merosot sejak 2019 atau sebelum merebaknya Pandemi Covid-19 karena daya belinya terus tertekan.
Memanfaatkan data Bank Dunia, Chatib mengungkapkan pada 2018, kelas menengah sebesar 23% dari jumlah penduduk sedangkan 2019 tersisa 21% seiring membengkaknya kelompok kelas menengah rentan atau aspiring middle class (AMC) dari 47% menjadi 48%.
"Kecenderungan ini terus terjadi. Tahun 2023, kelas menengah turun menjadi 17%, AMC naik menjadi 49%, kelompok rentan meningkat menjadi 23%. Artinya sejak 2019, sebagian dari kelas menengah "turun kelas" menjadi AMC dan AMC turun menjadi kelompok rentan," tegas Chatib.
Dengan garis kemiskinan pada 2024 sekitar Rp 550.000, Chatib mengatakan, mereka dengan pengeluaran Rp 1,9 juta-Rp 9,3 juta per bulan masuk kategori kelas menengah. AMC adalah kelompok pengeluaran 1,5-3,5 kali di atas garis kemiskinan atau Rp 825.000-Rp 1,9 juta. Adapun rentan miskin, kelompok pengeluaran 1-1,5 kali di atas garis kemiskinan atau Rp 550.000-Rp 825.000 per bulan.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan untuk kembali meningkatkan porsi kelas menengah itu, maka pemerintah harus bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 6%-7% per tahun dari yang satu dekade terakhir stagnan di kisaran level 5%.
"Kan di dalam RPJPN 2025-2045 untuk bisa mencapai 6%-7%, salah satu syaratnya kita harus bisa mempertebal kelas menengah, middle class ini. Karena, sekarang middle class sekitar 17%, nanti bertahap menjadi di atas 20% di akhir lima tahun ke depan, di 2045 diharapkan menjadi 80%," kata Amalia di kawasan Gedung AA Maramis, Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Wanita yang akrab disapa Winny itu mengatakan, untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi semakin cepat, dan memperlebar kelas menengah ke depan, industrialisasi menjadi sangat penting difokuskan ke depan. Supaya masyarakat yang kini tergolong sebagai kelas menengah rentan atau aspiring middle class dengan porsi mencapai 50% bisa naik kelas menjadi golongan kelas menengah.
"Tentunya kan industrialisasi menjadi sangat penting untuk menciptakan middle class jobs, menciptakan lapangan pekerjaan yang berkelas menengah, itu menjadi penting, supaya nanti yang tadinya informal bisa graduated bisa jadi formal, kemudian pendapatannya bisa naik kelas menjadi kelas menengah," ujar Winny.
"Sebenarnya kita aspiring middle class yang sekitar 50%, in tugas kita dalam RPJPN kita bagaimana menaikan aspiring middle class menjadi middle class. Aspiring itu kan hampir dia menjadi middle class, ini ada 50% yang berpotensi kita naikkan menjadi middle class," ucap wanita yang juga menjabat sebagai Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) itu.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...biang-keroknya
Akhirnya ngakuin juga kalo ini penyebab daya beli lemah + deflasi.
Okelah, makin yakin harga emas bakalan makin moncer, mari beli emas.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, porsi kelas menengah saat ini hanya sebesar 17,13% dari total penduduk. Angka ini menurutnya lebih rendah dari periode sebelum Covid-19, meski dia tidak secara spesifik porsi kelas menengah sebelum periode krisis yang disebabkan merebaknya virus corona itu.
"Waktu sebelum Covid angkanya sedikit lebih tinggi dari ini (17,13%). Karena ada efek dari Covid dan sering disampaikan oleh menteri keuangan sebagai scarring effect di mana ini bisa diharapkan segera diperbaiki ke depannya," ujar Airlangga di Gedung AA Maramis, Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Oleh sebab itu, Airlangga memastikan, pemerintah akan terus menjaga pertumbuhan kelas menengah ini melalui komitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat, tinggi, dan stabil. Di antaranya melalui kucuran berbagai insentif pajak, program pengembangan SDM, hingga kepastian layanan kesehatan terjangkau bagi mereka.
"Untuk mendukung kelas menengah pemerintah telah meluncurkan beberapa program antara lain program perlindungan sosial, insentif pajak, kartu pra kerja, jaminan kehilangan pekerjaan, PBI atau Pembayaran iuran yang ditanggung pemerintah untuk kesehatan, kemudian kredit usaha rakyat (KUR)," ucap Airlangga.
"Berbagai program ini diharapkan bisa menahan jumlah kelas menengah," tegasnya.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengakui, pemerintah saat ini sebetulnya memiliki kekhawatiran bahwa level kelas menengah kembali menurun pada 2024.
Maka, dikeluarkanlah kebijakan-kebijakan untuk mendukung daya beli mereka, seperti insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir tahun ini, sampai pemberian tambahan kuota rumah bersubsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 34.000 unit rumah, dari target semula 166.000 unit menjadi 200.000 unit.
"Kita kan khawatir di 2023 ke 2024 ini kan proporsi kelas menengah dan aspiring middle class mulai agak turun sedikit kan. Jadi kita ingin mendorong, meningkatkan kembali porsi, peran, dan kontribusi ke perekonomian," ucap Susiwijono.
Ia pun menekankan, sebetulnya banyak efek positif dari keputusan pemerintah kembali menaikkan porsi kelas menengah dalam struktur penduduk di Indonesia. Salah satunya ialah peningkatan basis pajak atau tax base.
"justru kalau kelas menengah kita besar, selain kontribusi ekonominya tinggi dengan berbagai insentif tadi, kelas menengah itu kan bisa generate juga untuk tax basenya lebih besar. Jadi perpajakannya akan lebih bagus," tutur Susiwijono.
Ekonom senior yang juga merupakan mantan Menteri Keuangan era 2013-2014 Chatib Basri mengungkapkan sebelumnya juga telah mengingatkan bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia sudah terus merosot sejak 2019 atau sebelum merebaknya Pandemi Covid-19 karena daya belinya terus tertekan.
Memanfaatkan data Bank Dunia, Chatib mengungkapkan pada 2018, kelas menengah sebesar 23% dari jumlah penduduk sedangkan 2019 tersisa 21% seiring membengkaknya kelompok kelas menengah rentan atau aspiring middle class (AMC) dari 47% menjadi 48%.
"Kecenderungan ini terus terjadi. Tahun 2023, kelas menengah turun menjadi 17%, AMC naik menjadi 49%, kelompok rentan meningkat menjadi 23%. Artinya sejak 2019, sebagian dari kelas menengah "turun kelas" menjadi AMC dan AMC turun menjadi kelompok rentan," tegas Chatib.
Dengan garis kemiskinan pada 2024 sekitar Rp 550.000, Chatib mengatakan, mereka dengan pengeluaran Rp 1,9 juta-Rp 9,3 juta per bulan masuk kategori kelas menengah. AMC adalah kelompok pengeluaran 1,5-3,5 kali di atas garis kemiskinan atau Rp 825.000-Rp 1,9 juta. Adapun rentan miskin, kelompok pengeluaran 1-1,5 kali di atas garis kemiskinan atau Rp 550.000-Rp 825.000 per bulan.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan untuk kembali meningkatkan porsi kelas menengah itu, maka pemerintah harus bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 6%-7% per tahun dari yang satu dekade terakhir stagnan di kisaran level 5%.
"Kan di dalam RPJPN 2025-2045 untuk bisa mencapai 6%-7%, salah satu syaratnya kita harus bisa mempertebal kelas menengah, middle class ini. Karena, sekarang middle class sekitar 17%, nanti bertahap menjadi di atas 20% di akhir lima tahun ke depan, di 2045 diharapkan menjadi 80%," kata Amalia di kawasan Gedung AA Maramis, Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Wanita yang akrab disapa Winny itu mengatakan, untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi semakin cepat, dan memperlebar kelas menengah ke depan, industrialisasi menjadi sangat penting difokuskan ke depan. Supaya masyarakat yang kini tergolong sebagai kelas menengah rentan atau aspiring middle class dengan porsi mencapai 50% bisa naik kelas menjadi golongan kelas menengah.
"Tentunya kan industrialisasi menjadi sangat penting untuk menciptakan middle class jobs, menciptakan lapangan pekerjaan yang berkelas menengah, itu menjadi penting, supaya nanti yang tadinya informal bisa graduated bisa jadi formal, kemudian pendapatannya bisa naik kelas menjadi kelas menengah," ujar Winny.
"Sebenarnya kita aspiring middle class yang sekitar 50%, in tugas kita dalam RPJPN kita bagaimana menaikan aspiring middle class menjadi middle class. Aspiring itu kan hampir dia menjadi middle class, ini ada 50% yang berpotensi kita naikkan menjadi middle class," ucap wanita yang juga menjabat sebagai Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) itu.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...biang-keroknya
Akhirnya ngakuin juga kalo ini penyebab daya beli lemah + deflasi.
Okelah, makin yakin harga emas bakalan makin moncer, mari beli emas.






gmc.yukon dan 2 lainnya memberi reputasi
3
398
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan