- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
PDIP Gagal Duetkan Anies N Ahok karena Hal Ini, Pernah Digugat Pemerintah Tahun 2015


TS
.barbarian.
PDIP Gagal Duetkan Anies N Ahok karena Hal Ini, Pernah Digugat Pemerintah Tahun 2015
Rabu, 21 Agustus 2024 11:28 WIB

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Jalan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk maju Pilkada DKI Jakarta tanpa harus berkoalisi terbuka setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa (20/8/2024) itu mengubah ambang batas partai ketika mengusung calon kepala daerahnya.
Lewat putusan tersebut, ambang batas pencalonan gubernur Jakarta yang semula sebesar 25 persen kini dipangkas menjadi 7,5 persen perolehan suara dalam pileg sebelumnya.
Adapun PDIP memperoleh 850.174 atau 14,01 persen suara pada Pileg DPRD DKI Jakarta 2024. Putusan yang diajukan Partai Buruh dan Gelora itu tak hanya membuka jalan bagi PDIP untuk ikut kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2024, tetapi juga bagi Anis Baswedan.
Pasca 'ditendang' Partai Keadilan sejahtera (PKS) dan digantikan Ridwan Kamil, isu Anies maju Pilkada DKI Jakarta lewat PDIP mencuat.
Bahkan Anies bakal dipasangkan dengan rivalnya di Pilkada DKI Jakarta 2017, yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Beragam pendapat pun bergulir dalam pemberitaan hingga lini media sosial, khususnya terkait soal mantan Gubernur yang tidak boleh mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Gubenur dalam Pilkada.
Diketahui, Anies dan Ahok sama-sama pernah menjabat sebagai Gubenur DKI Jakarta.
Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017, sedangkan Anies menjabat sebagai Gubenur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Soal mantan Gubernur yang tidak boleh mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Gubenur pernah dimohonkan kepada MK pada tahun 2015.
Dikutip dari situs resmi MK, pemerintah yang diwakili Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wicipto Setiadi menegaskan, ketentuan Pasal 7 huruf o Undang-Undang Pilkada yang melarang mantan kepala daerah untuk maju menjadi wakil kepala daerah, dibentuk dalam rangka memperbaiki penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Hal tersebut dikatakan Wicipto saat menyampaikan keterangan Pemerintah dalam sidang uji materiil Pasal 7 huruf o Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
Menurutnya, apabila tidak ada pembatasan terhadap mantan kepala daerah yang hendak mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah, pasangan kepala daerah-wakil kepala daerah yang saling bergantian mempunyai empat kesempatan untuk menduduki jabatan pimpinan daerah.
Keadaan tersebut dinilai Pemerintah akan menimbulkan dampak yang tidak baik dalam iklim pemerintahan daerah.
Dari aspek etika moral kemasyarakatan, lanjut Wicipto, kebijakan pembatasan tersebut dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas dan wibawa kepala daerah di mata masyarakat.
“Apabila mantan kepala daerah mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah, maka akan terkesan penurunan derajat demi untuk mengejar kekuasaan semata,” ujar Wicipto dalam sidang lanjutan perkara nomor 80/PUU-XIII/2015 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Pemerintah menegaskan tidak sependapat dengan dalil dan anggapan Pemohon yang menyatakan ketentuan Pasal 7 huruf o UU Pilkada telah memberikan perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum terhadap Pemohon.
Menurut Pemerintah, hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan hukum yang sama di hadapan hukum, tidaklah secara langsung berhubungan dengan kesempatan untuk menduduki jabatan publik atau hak untuk turut serta dalam pemerintahan.
“Hak tersebut lebih pada konteks penerapan prinsip due process of law dalam negara hukum yang demokratis,” imbuhnya.
Adapun Pasal 7 huruf o UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015 menyatakan: Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(o) belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota.Pasal tersebut kemudian diubah dalam Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubenur, Bupati dan Wali Kota menjadi Undang-Undang. Dalam Pasal 7 Ayat 2 huruf o UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 menyatakan:
(1) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.(2) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(o) belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/ Walikota untuk Calon Wakil Bupati/ Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama;
Merujuk Pasal 7 Ayat 2 huruf o UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, Anies dan Ahok tidak bisa berduet dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 meski diusung PDIP.
Baik dalam komposisi Anies sebagai Cawagub Ahok maupun sebaliknya.
Peluang Anies Jadi Cagub DKI Kembali Terbuka Usai Ditendang PKS
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi telah memutuskan perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa (20/8/2024), Ketua MK Suhartoyo mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Gelora.
Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/ gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/ perseorangan/ nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dikutip dari Kompas.com pada Selasa (20/8/2024).
Putusan tersebut secara langsung membuka jalan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk maju Pilkada DKI Jakarta tanpa harus berkoalisi.
Diketahui, terdapat 106 kursi DPRD DKI Jakarta periode 2024-2029, antara lain PKS 18 kursi, PDIP 15 kursi, Gerindra 14 kursi, Nasdem 11 kursi, Golkar 10 kursi.Selanjutnya, PAN 10 kursi, PKB 10 kursi, PSI 8 kursi, Demokrat 8 kursi dan Perindo 1 kursi.
Namun, seluruh partai yang lolos ke Parlemen Kebon Sirih, kecuali PDIP mendukung pasangan Ridwan Kamil dan Suswono.
Deklarasi pasangan Ridwan Kamil Suswono ditandatangani oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yakni 12 Partai Politik dan dibacakan oleh Sekjen Gerindra Ahmad Muzani di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024).
Adapun 12 partai politik diantaranya yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, Gelora, Garuda PKS, PKB, NasDem, PPP, dan Perindo.
Padahal sebelumnya, PKS dan NasDem mengusung Anies sebagai Cagub DKI Jakarta pada Juni 2024.
Namun konstelasi politik berubah.
Anies yang semula diunggulkan itu kini 'ditendang' PKS dan NasDem yang mengusung Ridwan Kamil dari Partai Golkar.
Meski politik kian dinamis, PDIP hingga kini belum mengusung calonnya dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.Terdapat dua sosok yang santer bakal diusung PDIP sebagai Cagub DKI Jakarta, antara lain Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Isu bersamaan bahkan menyebut kekduanya bakal bersandingan di Pilkada DKI Jakarta.
Pencalonan Ridwan Kamil yang sempat menuai polemik karena 'borong tiket' oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) kini dapat berubah.
Anies Baswedan yang sebelumnya kehabisan partai politik dengan perolehan suara 20 persen pada Pileg DPRD DKI Jakarta otomatis punya harapan lewat PDIP.
Sebab, berdasarkan putusan MK ini, threshold pencalonan gubernur Jakarta hanya membutuhkan 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya.
Adapun PDIP memperoleh 850.174 atau 14,01 persen suara pada Pileg DPRD DKI Jakarta 2024.
Syarat pengusungan gubernur
Berdasarkan putusan MK tersebut, partai politik atau gabungan partai politik cukup memenuhi threshold ini untuk mengusung gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10 persen;
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 2-6 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5 persen;
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 6-12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5 persen;
d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5 persen.
Ahok: PDIP tak mungkin usung Anies maju Pilkada Jakarta 2024
Dikutip dari Antara, Ketua DPP Bidang Perekonomian PDI Perjuangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan bahwa partainya kemungkinan tidak akan mengusung Anies Baswedan untuk maju Pilkada Jakarta 2024.
"Jadi, kita itu, yang saya tahu, PDI Perjuangan tidak mungkin mengambil orang dari luar selama kadernya siap. Itu sih," kata Ahok di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa PDIP merupakan partai pelopor dan partai kader, karena itu partai berlambang banteng moncong putih itu selalu mengedepankan kader yang siap diusung untuk maju dalam pilkada.
"Selama ada kader terbaik, itu deretan kader terbaik banyak banget, tidak (bisa) disebut namanya, banyak banget," ujarnya.
Menurut Ahok, partainya akan mengambil sosok di luar PDIP jika memang tidak ada kader yang dianggap mumpuni. Kendati demikian, dia menegaskan PDIP memiliki banyak kader yang mumpuni dan layak diusung.
"Biasanya seperti itu di PDI Perjuangan, kan kita kader dilatih. Kita dididik ya, istilahnya ideologi Marhaenisme Bung Karno, Soekarnois itu bagaimana, kita dilatih," kata Ahok.
Sebelumnya, PDIP memberikan sinyal untuk mengusung Anies Baswedan maju di Pilkada DKI Jakarta 2024 semakin menguat.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menuturkan bahwa cara bicara Anies Baswedan menarik, kala ditanya mengenai kecocokan dengan PDIP.
“Gaya bicaranya menarik, Mbak Puan (Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP) juga sudah berkali-kali menyampaikan sikapnya,” ungkap Hasto di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Kamis.
Di lain sisi, PDIP juga melakukan komunikasi dengan banyak calon-calon potensial yang ada di Jakarta, seperti mantan Panglima TNI Andika Perkasa yang juga diusulkan sebagai calon di Jakarta.
Di lain sisi, PDIP juga melakukan komunikasi dengan banyak calon-calon potensial yang ada di Jakarta, seperti mantan Panglima TNI Andika Perkasa yang juga diusulkan sebagai calon di Jakarta.
Ahok siap lawan Ridwan Kamil
Sebelumnya, Ahok menyatakan siap maju melawan Ridwan Kamil dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2024 bila mendapatkan rekomendasi partai.
"Kalau sebagai kader kemana pun, kita siap-siap saja, diperintah, ya siap. Kan tugas, nanti tugaskan," kata Ahok di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu.
Ia pun menyerahkan keputusan pencalonan Pilkada Jakarta kepada Tim Desk Pilkada DPP PDIP, Sekjen PDIP dan nantinya akan diputuskan oleh Megawati Soekarnoputri.
Adapun Tim Desk Pilkada PDIP terus melakukan komunikasi politik dengan partai lain, terutama PKB dan PKS.
"Dari sekjen sama tim pilkada, ya, mereka memang melakukan komunikasi terus dengan beberapa partai terutama dengan PKS dan PKB," ujarnya.
Ahok mengatakan dirinya akan menjalankan apa pun keputusan PDIP. Sebagai kader, dia mengaku selalu menerima dan menjalankan keputusan dan aturan partai.
"Kalau sebagai kader, ini salah satu syarat jadi kader pelopor PDIP itu adalah disiplin berorganisasi. Apapun keputusan dari partai, itu seluruh kader harus taat. Kalau tidak, ya keluar," pungkas Ahok.
Sebelumnya, PDIP tak akan membiarkan Ridwan Kamil, calon yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) melawan kotak kosong di Pilkada DKI Jakarta 2024.
"Yang jelas PDIP punya kader-kader internal yang potensial. Kita punya Ahok, Bang Rano, itu bisa dipertimbangkan. Selain tadi disampaikan Pak Anies," tambah Ketua DPP Bidang Ideologi dan Kaderisasi PDIP Djarot Saiful Hidayat di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (13/8).
Di sisi lain, ia mengaku PDIP tak bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tanpa berkoalisi dengan partai politik lain karena PDIP tak memiliki cukup kursi di DPRD Jakarta.
"Kita perlu kerja sama dengan partai-partai yang lain artinya apa? di Jakarta itu sebetulnya masih banyak potensi pemimpin yang paham dan punya rekam jejak yang baik di Jakarta, ya. Jadi, bukan hanya Ridwan Kamil saja," ucapnya.
Ia mencontohkan Rano Karno yang memiliki pengalaman memimpin Provinsi Banten. Nama Rano Karno turut dipertimbangkan untuk diusung PDIP pada kontestasi Pilkada Jakarta.
Sementara itu, Djarot berkata partainya kini telah membangun komunikasi politik dengan PKB.
"Karena PDIP perlu 7 kursi lagi, ya, kan, 7 kursi lagi paling tidak, ya. PKS misalkan ya, PKS juga butuh 4 kursi lagi, berani tidak misalnya PKS begitu, ya mengusung Pak Ahok misalkan, nah itu luar biasa, misalnya begitu," pungkas dia.
https://wartakota.tribunnews.com/amp...tah-tahun-2015
Anies maju dari banteng gak mungkin..
Ahok maju dari banteng gak mungkin..
Di duetkan pun mereka berdua apalagi.. GAK MUNGKIN..

Banjir bandang ini mah pada mewek..

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Jalan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk maju Pilkada DKI Jakarta tanpa harus berkoalisi terbuka setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa (20/8/2024) itu mengubah ambang batas partai ketika mengusung calon kepala daerahnya.
Lewat putusan tersebut, ambang batas pencalonan gubernur Jakarta yang semula sebesar 25 persen kini dipangkas menjadi 7,5 persen perolehan suara dalam pileg sebelumnya.
Adapun PDIP memperoleh 850.174 atau 14,01 persen suara pada Pileg DPRD DKI Jakarta 2024. Putusan yang diajukan Partai Buruh dan Gelora itu tak hanya membuka jalan bagi PDIP untuk ikut kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2024, tetapi juga bagi Anis Baswedan.
Pasca 'ditendang' Partai Keadilan sejahtera (PKS) dan digantikan Ridwan Kamil, isu Anies maju Pilkada DKI Jakarta lewat PDIP mencuat.
Bahkan Anies bakal dipasangkan dengan rivalnya di Pilkada DKI Jakarta 2017, yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Beragam pendapat pun bergulir dalam pemberitaan hingga lini media sosial, khususnya terkait soal mantan Gubernur yang tidak boleh mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Gubenur dalam Pilkada.
Diketahui, Anies dan Ahok sama-sama pernah menjabat sebagai Gubenur DKI Jakarta.
Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017, sedangkan Anies menjabat sebagai Gubenur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Soal mantan Gubernur yang tidak boleh mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Gubenur pernah dimohonkan kepada MK pada tahun 2015.
Dikutip dari situs resmi MK, pemerintah yang diwakili Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wicipto Setiadi menegaskan, ketentuan Pasal 7 huruf o Undang-Undang Pilkada yang melarang mantan kepala daerah untuk maju menjadi wakil kepala daerah, dibentuk dalam rangka memperbaiki penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Hal tersebut dikatakan Wicipto saat menyampaikan keterangan Pemerintah dalam sidang uji materiil Pasal 7 huruf o Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
Menurutnya, apabila tidak ada pembatasan terhadap mantan kepala daerah yang hendak mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah, pasangan kepala daerah-wakil kepala daerah yang saling bergantian mempunyai empat kesempatan untuk menduduki jabatan pimpinan daerah.
Keadaan tersebut dinilai Pemerintah akan menimbulkan dampak yang tidak baik dalam iklim pemerintahan daerah.
Dari aspek etika moral kemasyarakatan, lanjut Wicipto, kebijakan pembatasan tersebut dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas dan wibawa kepala daerah di mata masyarakat.
“Apabila mantan kepala daerah mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah, maka akan terkesan penurunan derajat demi untuk mengejar kekuasaan semata,” ujar Wicipto dalam sidang lanjutan perkara nomor 80/PUU-XIII/2015 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Pemerintah menegaskan tidak sependapat dengan dalil dan anggapan Pemohon yang menyatakan ketentuan Pasal 7 huruf o UU Pilkada telah memberikan perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum terhadap Pemohon.
Menurut Pemerintah, hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan hukum yang sama di hadapan hukum, tidaklah secara langsung berhubungan dengan kesempatan untuk menduduki jabatan publik atau hak untuk turut serta dalam pemerintahan.
“Hak tersebut lebih pada konteks penerapan prinsip due process of law dalam negara hukum yang demokratis,” imbuhnya.
Adapun Pasal 7 huruf o UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015 menyatakan: Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(o) belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota.Pasal tersebut kemudian diubah dalam Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubenur, Bupati dan Wali Kota menjadi Undang-Undang. Dalam Pasal 7 Ayat 2 huruf o UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 menyatakan:
(1) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.(2) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(o) belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/ Walikota untuk Calon Wakil Bupati/ Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama;
Merujuk Pasal 7 Ayat 2 huruf o UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, Anies dan Ahok tidak bisa berduet dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 meski diusung PDIP.
Baik dalam komposisi Anies sebagai Cawagub Ahok maupun sebaliknya.
Peluang Anies Jadi Cagub DKI Kembali Terbuka Usai Ditendang PKS
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi telah memutuskan perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa (20/8/2024), Ketua MK Suhartoyo mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Gelora.
Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/ gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/ perseorangan/ nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dikutip dari Kompas.com pada Selasa (20/8/2024).
Putusan tersebut secara langsung membuka jalan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk maju Pilkada DKI Jakarta tanpa harus berkoalisi.
Diketahui, terdapat 106 kursi DPRD DKI Jakarta periode 2024-2029, antara lain PKS 18 kursi, PDIP 15 kursi, Gerindra 14 kursi, Nasdem 11 kursi, Golkar 10 kursi.Selanjutnya, PAN 10 kursi, PKB 10 kursi, PSI 8 kursi, Demokrat 8 kursi dan Perindo 1 kursi.
Namun, seluruh partai yang lolos ke Parlemen Kebon Sirih, kecuali PDIP mendukung pasangan Ridwan Kamil dan Suswono.
Deklarasi pasangan Ridwan Kamil Suswono ditandatangani oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yakni 12 Partai Politik dan dibacakan oleh Sekjen Gerindra Ahmad Muzani di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024).
Adapun 12 partai politik diantaranya yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, Gelora, Garuda PKS, PKB, NasDem, PPP, dan Perindo.
Padahal sebelumnya, PKS dan NasDem mengusung Anies sebagai Cagub DKI Jakarta pada Juni 2024.
Namun konstelasi politik berubah.
Anies yang semula diunggulkan itu kini 'ditendang' PKS dan NasDem yang mengusung Ridwan Kamil dari Partai Golkar.
Meski politik kian dinamis, PDIP hingga kini belum mengusung calonnya dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.Terdapat dua sosok yang santer bakal diusung PDIP sebagai Cagub DKI Jakarta, antara lain Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Isu bersamaan bahkan menyebut kekduanya bakal bersandingan di Pilkada DKI Jakarta.
Pencalonan Ridwan Kamil yang sempat menuai polemik karena 'borong tiket' oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) kini dapat berubah.
Anies Baswedan yang sebelumnya kehabisan partai politik dengan perolehan suara 20 persen pada Pileg DPRD DKI Jakarta otomatis punya harapan lewat PDIP.
Sebab, berdasarkan putusan MK ini, threshold pencalonan gubernur Jakarta hanya membutuhkan 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya.
Adapun PDIP memperoleh 850.174 atau 14,01 persen suara pada Pileg DPRD DKI Jakarta 2024.
Syarat pengusungan gubernur
Berdasarkan putusan MK tersebut, partai politik atau gabungan partai politik cukup memenuhi threshold ini untuk mengusung gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10 persen;
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 2-6 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5 persen;
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 6-12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5 persen;
d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5 persen.
Ahok: PDIP tak mungkin usung Anies maju Pilkada Jakarta 2024
Dikutip dari Antara, Ketua DPP Bidang Perekonomian PDI Perjuangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan bahwa partainya kemungkinan tidak akan mengusung Anies Baswedan untuk maju Pilkada Jakarta 2024.
"Jadi, kita itu, yang saya tahu, PDI Perjuangan tidak mungkin mengambil orang dari luar selama kadernya siap. Itu sih," kata Ahok di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa PDIP merupakan partai pelopor dan partai kader, karena itu partai berlambang banteng moncong putih itu selalu mengedepankan kader yang siap diusung untuk maju dalam pilkada.
"Selama ada kader terbaik, itu deretan kader terbaik banyak banget, tidak (bisa) disebut namanya, banyak banget," ujarnya.
Menurut Ahok, partainya akan mengambil sosok di luar PDIP jika memang tidak ada kader yang dianggap mumpuni. Kendati demikian, dia menegaskan PDIP memiliki banyak kader yang mumpuni dan layak diusung.
"Biasanya seperti itu di PDI Perjuangan, kan kita kader dilatih. Kita dididik ya, istilahnya ideologi Marhaenisme Bung Karno, Soekarnois itu bagaimana, kita dilatih," kata Ahok.
Sebelumnya, PDIP memberikan sinyal untuk mengusung Anies Baswedan maju di Pilkada DKI Jakarta 2024 semakin menguat.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menuturkan bahwa cara bicara Anies Baswedan menarik, kala ditanya mengenai kecocokan dengan PDIP.
“Gaya bicaranya menarik, Mbak Puan (Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP) juga sudah berkali-kali menyampaikan sikapnya,” ungkap Hasto di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Kamis.
Di lain sisi, PDIP juga melakukan komunikasi dengan banyak calon-calon potensial yang ada di Jakarta, seperti mantan Panglima TNI Andika Perkasa yang juga diusulkan sebagai calon di Jakarta.
Di lain sisi, PDIP juga melakukan komunikasi dengan banyak calon-calon potensial yang ada di Jakarta, seperti mantan Panglima TNI Andika Perkasa yang juga diusulkan sebagai calon di Jakarta.
Ahok siap lawan Ridwan Kamil
Sebelumnya, Ahok menyatakan siap maju melawan Ridwan Kamil dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2024 bila mendapatkan rekomendasi partai.
"Kalau sebagai kader kemana pun, kita siap-siap saja, diperintah, ya siap. Kan tugas, nanti tugaskan," kata Ahok di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu.
Ia pun menyerahkan keputusan pencalonan Pilkada Jakarta kepada Tim Desk Pilkada DPP PDIP, Sekjen PDIP dan nantinya akan diputuskan oleh Megawati Soekarnoputri.
Adapun Tim Desk Pilkada PDIP terus melakukan komunikasi politik dengan partai lain, terutama PKB dan PKS.
"Dari sekjen sama tim pilkada, ya, mereka memang melakukan komunikasi terus dengan beberapa partai terutama dengan PKS dan PKB," ujarnya.
Ahok mengatakan dirinya akan menjalankan apa pun keputusan PDIP. Sebagai kader, dia mengaku selalu menerima dan menjalankan keputusan dan aturan partai.
"Kalau sebagai kader, ini salah satu syarat jadi kader pelopor PDIP itu adalah disiplin berorganisasi. Apapun keputusan dari partai, itu seluruh kader harus taat. Kalau tidak, ya keluar," pungkas Ahok.
Sebelumnya, PDIP tak akan membiarkan Ridwan Kamil, calon yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) melawan kotak kosong di Pilkada DKI Jakarta 2024.
"Yang jelas PDIP punya kader-kader internal yang potensial. Kita punya Ahok, Bang Rano, itu bisa dipertimbangkan. Selain tadi disampaikan Pak Anies," tambah Ketua DPP Bidang Ideologi dan Kaderisasi PDIP Djarot Saiful Hidayat di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (13/8).
Di sisi lain, ia mengaku PDIP tak bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tanpa berkoalisi dengan partai politik lain karena PDIP tak memiliki cukup kursi di DPRD Jakarta.
"Kita perlu kerja sama dengan partai-partai yang lain artinya apa? di Jakarta itu sebetulnya masih banyak potensi pemimpin yang paham dan punya rekam jejak yang baik di Jakarta, ya. Jadi, bukan hanya Ridwan Kamil saja," ucapnya.
Ia mencontohkan Rano Karno yang memiliki pengalaman memimpin Provinsi Banten. Nama Rano Karno turut dipertimbangkan untuk diusung PDIP pada kontestasi Pilkada Jakarta.
Sementara itu, Djarot berkata partainya kini telah membangun komunikasi politik dengan PKB.
"Karena PDIP perlu 7 kursi lagi, ya, kan, 7 kursi lagi paling tidak, ya. PKS misalkan ya, PKS juga butuh 4 kursi lagi, berani tidak misalnya PKS begitu, ya mengusung Pak Ahok misalkan, nah itu luar biasa, misalnya begitu," pungkas dia.
https://wartakota.tribunnews.com/amp...tah-tahun-2015
Anies maju dari banteng gak mungkin..
Ahok maju dari banteng gak mungkin..
Di duetkan pun mereka berdua apalagi.. GAK MUNGKIN..

Banjir bandang ini mah pada mewek..
Diubah oleh .barbarian. 21-08-2024 05:18




kakekane.cell dan powerostins1527 memberi reputasi
2
436
20


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan