- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Suhartoyo, Anwar Usman dan Praktik Machiavelli


TS
kecimprink
Suhartoyo, Anwar Usman dan Praktik Machiavelli

Dua keputusan MK terkait UU Pilkada mewarnai konflik Suhartoyo Vs Anwar Usman. (Antara)
Tak disangka Mahkamah Konstitusi (MK) masih bertaji. Upaya mendominasi demokrasi dengan taktik borong partai dipatahkan melalui putusan uji materi UU Pilkada yang dibacakan Selasa (20/8). Putusan MK melengkapi dinamika perlawanan Anwar Usman terhadap lembaga sendiri yang kini dipimpin Suhartoyo.
Suhartoyo membacakan dua keputusan penting terkait dengan perkembangan demokrasi kita. Putusan pertama nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah di pilkada. MK memberi sorotan tajam melalui pertimbangan hukum dalam menjatuhkan keputusan.
Putusan kedua nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai syarat usia calon kepala daerah. MK mewanti-wanti KPU agar syarat usia minimum 30 tahun calon kepala daerah berlaku pada saat penetapan, sebagaimana ketentuan perundang-undangan.
Pengamat politik Emrus Sihombing menyorot tajam putusan MK nomor 60. Dia menganggap keputusan dalam perkara yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora berorientasi pada kedaulatan rakyar.
Dirinya menganggap putusan tersebut mematahkan upaya lancung memborong partai, menghindari kompetisi melalui skenario kotak kosong. Emrus mengartikan upaya tersebut sebagai praktik Machiavellinisme negatif, yakni menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.
“Kotak Kosong tak ubahnya dengan politik Machiavellianisme, yaitu menghalalkan semua cara demi memperoleh kekuasaan,” kata Emrus menanggapi putusan MK.
Skenario kotak kosong muncul lantaran UU Pilkada mengamanatkan ambang batas 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya atau 20 persen kursi DPRD untuk mengusung calon kepala daerah. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 40 ayat (1) dan (3) UU Pilkada diturunkan MK dengan didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu pada daerah yang bersangkutan.
Implikasi dari putusan tersebut, partai-partai yang tidak memiliki kursi di parlemen bisa mengusung calon. Dampak lebih luas lagi masyarakat bisa mendapatkan banyak alternatif untuk memilih pemimpin.
“Semoga putusan ini akan mengurangi calon-calon tunggal dalam pilkada atau bahkan menghilangkan calon tunggal karena partai yang tidak dapat kursi juga bisa mencalonkan,” ungkapnya.
MK tak kalah tajam dalam menguji putusan nomor 70. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim konstitusi Saldi Isra menekankan KPU konsisten melaksanakan tahapan pilkada termasuk memerhatikan syarat usia. Putusan MK ini memupus upaya Ketum PSI Kaesang Pangarep berlaga pada pilkada karena belum cukup umur sekaligus mencegah pemaksaan dan menjamurnya politik dinasti.
Suhartoyo Vs Anwar Usman
Dua putusan MK yang penting ini dilakukan seiring perlawanan Anwar Usman. Ipar Presiden Jokowi terhempas dari jabatan Ketua MK karena melanggar etik terkait putusan kontroversial yang meloloskan Gibran Rakabuming berkontestasi pada Pilpres 2024.
Anwar menggugat putusan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK melalui PTUN Jakarta. Gugatan tersebut dikabulkan sebagian. PTUN Jakarta menyatakan pengangkatan Suhartoyo tidak sah dan meminta harkat dan martabat Anwar Usman yang telah dinyatakan melakukan pelanggaran berat untuk dipulihkan.
Sekalipun begitu, PTUN Jakarta tidak menerima permohonan Anwar Usman untuk dijadikan kembali sebagai ketua MK. Berkaitan ini, MK menyatakan banding. Sikap banding didasarkan rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang dihadiri 8 hakim konstitusi minus Anwar Usman pada Rabu (14/8).
Sepekan setelah MK mengajukan banding, muncul dua putusan yang menggerkan sekaligus menyegarkan demokrasi. Antara Suhartoyo dan Anwar Usman, praktik Machiavellianisme harus diremukkan.
https://www.obsessionnews.com/suhart...k-machiavelli/
0
237
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan