- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Gadis Penganut Kepercayaan di Purwokerto Ngaku Dibully dan Dipaksa Pakai Hijab


TS
Cupeake
Gadis Penganut Kepercayaan di Purwokerto Ngaku Dibully dan Dipaksa Pakai Hijab

NR (14) salah seorang siswa di Purwokerto saat menceritakan pengalamannya saat masih duduk di sekolah menengah pertama yang mendapat bullying dari guru karena menganut kepercayaan di acara Dialog di Pendopo Si Panji, Purwokerto, Kamis (15/8/2024).
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - NR (14) salah seorang siswi di Purwokerto menceritakan pengalamannya mendapat bullying dari guru karena menganut kepercayaan.
Cerita ini terjadi saat ia masih duduk di sekolah menengah pertama (SMP) di Banyumas.
Pengalaman kurang menyenangkannya itu ia alami saat duduk di kelas 8 semester 2 sampai kelas 9 SMP.
Dia adalah satu-satunya siswi SMP kala itu yang tidak mengenakan hijab.
Karena menjadi minoritas ditengah mayoritas Islam, ia dipaksa oleh oknum guru untuk mengenakan hijab.
Awalnya saat masuk SMP, NR masih mengikuti ajaran agama Bapaknya yaitu Islam, namun belum 100 persen murni ikut Islam.
"Di depan ruang guru dibully, Di BK juga sama. Guru mapel juga sering menekan mempertanyakannya kenapa saya menganut kepercayaan.
Saya maunya kepercayaan kenapa harus dibilang harus Islam," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (15/8/2024).
Dia berpikiran kenapa sekolah negeri mengharuskannya berpakaian harus serba panjang dan dipaksakan.
Dalam proses pembelajaran dia mengatakan tidak ada ruang khusus yang bisa digunakan untuk dia belajar kepercayaan.
Apalagi guru khusus yang mampu dan paham dalam memberikan pemahaman tentang kepercayaan.
Dia hanya kenal dari seorang penyuluh yang tidak selalu datang.
Namun saat ini ia sudah kelas 10 di salah satu SMK di Purwokerto.
Saat ini ia sudah tidak mendapat bullying lagi dan dapat menunjukan kepercayaanya dengan terbuka tanpa takut ditekan dan diintervensi.
Orangtua dari NR, Sulistiani mengatakan sudah sering mendengar keluhan dan cerita anaknya yang mendapat bully dan intervensi supaya mengenakan hijab di sekolah anaknya itu.
Sulistiani sendiri tergabung dalam paguyuban kepercayaan Kawruh Rasa Sejati, yang pengikutnya kurang lebih 57 orang yang kebanyakan sudah sepuh.
"Dia sempat cerita pada kelas 7 sampai 8 satu satunya yang tidak mengenakan jilbab dan dia ditekan terus supaya mengenakan jilbab," ungkapnya.
Sulistiani mengatakan saat ini ia sedang mengambil pendidikan S1 tentang kepercayaan di Untag, Semarang.
"Saya bebaskan si anak sesuai dengan apa yang dia mau.
Suami saya Islam.Kadang saya support juga apabila anak ingin mengaji," terangnya.
Sebagai seorang penghayat kepercayaan dia memang sering mendapat perkataan kurang menyenangkan.
Contohnya dianggap PKI, tidak pernah salat, dan dapat stigmatisasi, tidak punya kitab dan sebagainya.
"Kita mengedepankan budi pekerti luhur, lebih kepada religinya," jelasnya.
Sebagai orangtua keinginannya adalah supaya tidak ada lagi upaya penekanan dari berbagai pihak soal kepercayaan.
"Inginnya pendidikan keprcayaan adalah ada guru tetap yang mengajar secara tetap.
Atas dasar itulah saya ingin mengambil peran agar dapat mengajar kepercayaan," jelasnya.
Ia bercerita apabila kegiatan kepercayaan adalah sepertu latihan semedi olahrasa.
Ia saat ini juga tengah merancang kurikulum sebagai bahan ajar yang diajarkan ke anak SD hingga kuliah.
Pernyataan NR (14) itu ia sampaikan dalam sebuah diskusi publik mengenai hak-hak dan kesetaraan bagi penganut kepercayaan di Banyumas, Kamis (15/8/2024) di Pendopo Si Panji, Purwokerti.
Diskusi ini menghadirkan Pramono Ubaid Tanthowi (Wakil Ketua Komnas HAM), Hirawan Danan Putra (Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Banyumas), Ahmad Fathoni (Kabid Kebudayaan Kabupaten Cilacap), dan Feby Lestari (penghayat kepercayaan) sebagai pembicara.
Diskusi ini diharapkan dapat mendorong saling belajar baik bagi pihak pemerintahan maupun Organisasi Penghayat Kepercayaan demi mempercepat pemenuhan hak bagi Penghayat Kepercayaan melalui praktik baik yang telah terjadi di beberapa wilayah.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Hirawan Danan Putra mengatakan di Banyumas total kurang lebih ada 1.000 orang penganut penghayat.
Namun baru ada kurang lebih
60 yang baru mengurus perubahan administrasi kependudukan.
"Kita juga memberikan kesempatan kepada para penganut penghayat supaya dapat mengurus administrasi kependudukan secara kolektif merubahnya," katanya.
Sementara itu, Feby Lestari salah satu penghayat Kepercayaan yang juga menjadi penyuluh menyampaikan pemerintah memiliki kehendak baik memenuhi hak bagi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan.
Namun, dalam implementasi layanannya diperlukan kajian bersama agar tidak tumpang tindih.
Negara telah mengakui dan menjamin hak penghayat Kepercayaan, melalui konstitusi dan berbagai peraturan, termasuk Pasal 29 ayat (2) dan Pasal 28E ayat (2) UUD 1945, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PPU-XIV/2016. Meskipun secara konstitusional dan legal. (jti)
Sumber






RubahBetutu dan 3 lainnya memberi reputasi
4
838
84


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan