Kaskus

News

ganesha09part7Avatar border
TS
ganesha09part7
Gagal Meroket, Ekonomi Era Jokowi Malah Gini-Gini Aja
https://www.cnbcindonesia.com/resear...-gini-gini-aja


Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hanya mencapai 4,2%. Angka tersebut jauh di bawah ambisi besar Jokowi mewujudkan pertumbuhan 7% juga di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Jokowi pada masa kampanye pemilihan presiden (pilpres) 2014 berjanji menciptakan pertumbuhan ekonomi di atas 7% untuk Indonesia. Pada Agustus 2015, Jokowi kembali menegaskan jika ekonomi Indonesia akan meroket bahkan setelah ekonomi Indonesia kuartal II-2015 hanya tumbuh 4,97% (year on year/yoy).


Namun, faktanya jauh berbeda. Dalam 10 tahun pemerintahan Jokowi (2014-2024), rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,2%. Pencapaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata per kuartal era awal reformasi (2000) hingga 2014 yakni 5,34%.

Ekonomi Indonesia memang sempat melambung ke level 7,08% (yoy) pada kuartal II-2021. Namun, lonjakan pertumbuhan lebih disebabkan oleh basis perhitungan yang sangat rendah apda kuartal II-2020 yakni kontraksi sebesar 5,32% (yoy).


Seperti negara lain, ekonomi Indonesia memang luluh lantak setelah diterjang pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak Maret 2020.

Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 10 tahun pemerintahan Jokowi bahkan hampir selalu meleset dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selama 10 tahun terakhir, pemerintah hanya mampu memenuhi target pertumbuhan ekonomi sekali yakni pada 2022.


Realisasi pertumbuhan ekonomi pemerintahan Jokowi juga di bawah target RPJMN, Pada dokumen RPJMN disebutkan jika ekonomi Indonesia diperkirakan akan mencapai 6,5% pada 2023 pada skenario optimis sementara di skenario moderat di 5,2%. Kenyataannya, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,05%.

Bergelut dengan Dampak Pandemi serta Melandainya Konsumsi dan Investasi


Pada saat mengawali pemerintahan, Jokowi langsung melakukan gebrakan dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi hingga 33,57% pada 14 November 2014.

Kenaikan harga BBM pun langsung melambungkan inflasi hingga 1,50% (month to moth/mtm) sementara pada Desember menyentuh 2,46% (mtm).

Kenaikan harga membuat ekonomi Indonesia terpukul. Pada 2015 atau tahun pertama Jokowi menjabat secara penuh, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,8%. Angka tersebut jauh di bawah 2013 yang tercatat 5,7%.


Ekspor Indonesia juga terus melandai karena anjloknya harga komoditas. Rata-rata nilai ekspor mencapai US$ 11,89 milair pada 2015, turun dari US$ 14,85 miliar pada 2014.

Hantaman demi hantaman kenaikan harga sepanjang 2015-2022 juga membuat daya beli lunglai padahal konsumsi rumah tangga memegang porsi 54-56% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.


Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam 10 tahun pemeirntahan Jokowi hanya 3,89%. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata historis sebelumnya di angka 5%.

Hantaman demi hantaman kenaikan harga dan energi sepanjang 2015-2022 juga membuat daya beli lunglai padahal konsumsi rumah tangga memegang porsi 54-56% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.


Pada 2017, pertumbuhan konsumsi jatuh ke 4,94% setelah bertahun-tahun tumbuh di atas 5%. Konsumsi tertekan salah satunya karena kenaikan harga energy. Pemerintah menaikkan tarif listrik sebanyak tiga kali yakni pada Januari, Maret, dan Mei.


Kenaikan tarif listrik berbarengan dengan kebijakan kenaikan biaya penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang naik dua hingga tiga kali lipat pada Januari 2017.

Inflasi pun langsung melambung 0,62% pad Januari 2017. Biaya STNK dan listrik menjadi dua komponen penyumbang inflasi terbesar pada 2017.

Pada 2018, pelemahan daya beli mulai menjadi banyak pembicaraan setelah inflasi terus melandai bahkan deflasi pada dua bulan beruntun pada Agustus dan September.


Inflasi inti yang mencerminkan permintaan bahkan terus melandai hingga ke level 2% padahal biasanya bergerak di kisaran 3-4%.

Pada 2019, pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga sebesar 100%.

Kenaikan iuran menjadi perdebatan panas karena dinilai terlalu tinggi. Pada tahun yang sama, tarif angkutan udara juga terus melambung 40-120%.

Kenaikan tarif sebenarnya sudah terjadi sejak akhir Desember 2018 tetapi tidak juga turun hingga Mei 2019. Kenaikan tarif membuat komponen tersebut terus menerus menyumbang inflasi tinggi pada awal hingga pertengahan 2019.

Pada 2020, ekonomi Indonesia luluh lantak karena pandemi Covid-19. Untuk pertama kalinya sejak Krisis Moneter 1997/1998, ekonomi Indonesia terkontraksi.


Pembatasan mobiitas membuat angka pengangguran dan kemiskinan kembali naik.
Angka kemiskinan sempat melonjak tajam pada September 2020 atau enam bulan setelah pandemi. Pada periode tersebut, jumlah penduduk miskin menyentuh 27,5 juta orang dan tingkat kemiskinan mencapai 10,19%.


Pada 2022, pemulihan ekonomi Indonesia dan konsumsi rumah tangga menghadapi cobaan berat karena kenaikan harga BBM serta lonjakan harga bahan pangan.

Tahun 2022 juga diwarnai dengan melambungnya harga cabai rawit hingga Rp 100.000 per kg sampai hilangnya minyak goreng.


Kebijakan pemerintah mengenai minyak goreng terus bergonta-ganti sejak awal Januari hingga Maret 2022, mulai dari satu harga higgga kemudian dilepas pasar lagi.
Konsumsi rumah tanga dan daya beli kembali menjadi sorotan tajam tahun ini setelah Indeks Harga Konsumen (IHK) turun atau mencatat deflasi tiga bulan beruntun (month to month/mtm). Harga pangan memang ikut mendorong deflasi tetapi indikator ekonomi lain seperti turunnya penjualan ritel hingga melandainya proporsi konsumsi masyarakat menjadi sinyal lain jika daya beli tertekan.


Selain konsumsi, melandainya investasi ikut menekan pertumbuhan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Rata-rata pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi mencapai 3,8% per kuartal pada 2014-2024. Padahal, periode sebelumnya mampu tumbuh 5-6%.

Turunnya investasi membuat peran investasi dalam distribusi PDB dari sekitar 33% kini berada di kisaran 28-29%.



Dari sisi ekspor, pemerintahan Jokowi diberkahi dengan booming komoditas yang laur biasa pada 2022-2023. Ekspor sempat mencetak rekor berkali-kali setelah perang Rusia-Ukraina meletus dan melambungkan harga pangan dan energi.

Rekor surplus tercatat pada Agustus 2022 yakni US$ 27,86 miliar. Jokowi juga mampu mencatat surplus neraca perdagangan selama 50 bulan beruntun dari Mei 2020 hingga Juni 2024.



Komen ts : walau roketnya si plongo mengarah kebawah...ambil sisi positifnya saja seeeprti yang dikatakan seorang plongo mania.efeknya akan dirasakan saat prabowo dan dongo junior menjabat atau efeknya terasa 100 tahun kemudian...dan semoga saja roketnya mengarah ke atas bukan jadi bor beton yg mengarah kebawah




singkawang88Avatar border
soelojo4503Avatar border
bukan.bomatAvatar border
bukan.bomat dan 5 lainnya memberi reputasi
6
552
91
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan