Kaskus

News

mbiaAvatar border
TS
mbia
Rumahnya Dihargai Rp 1,2 M, Yayat Tukang Las Kesusahan Bayar Pajak Rp 2,3 Juta
Rumahnya Dihargai Rp 1,2 M, Yayat Tukang Las Kesusahan Bayar Pajak Rp 2,3 Juta


Seorang tukang las bernama Yayat Supriadi merasa bingung karena rumahnya dihargai Rp 1 miliar lebih.

Karena rumahnya diharga Rp 1,2 miliar, pajak yang ia harus bayar juga besar.

Yayat merupakan satu dari warga Kota Cirebon yang mengajukan gugatan Judicial Review (JR) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Cirebon, Jumat (2/8/2024).

Itu setelah adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).


Yayat Supriadi, menyuarakan keberatannya terkait kebijakan tersebut yang dinilai tidak adil bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Warga Jalan Ahmad Yani nomor 45, Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk ini menyampaikan keluhannya saat diwawancarai di sela-sela aksi.

Menurutnya, kenaikan pajak yang terjadi tahun ini sangat memberatkan, terutama bagi mereka yang pendapatannya tidak tetap.

"Tahun kemarin saya harus bayar pajak Rp 389 ribu."


"Tapi tahun sekarang, saya kena pajak Rp 2,3 juta."

"Dapat stimulus 25 persen, jadi saya harus bayar pajak rumah Rp 1,8 juta," ujar Yayat, Jumat (2/8/2024), melansir dari TribunJabar.

Ia mengungkapkan, bahwa sebelumnya telah mengajukan keberatan dan mendapatkan diskon 50 persen.

Namun jumlah yang harus dibayarnya masih sekitar Rp 900 ribuan, yang tetap dirasakannya berat.

"Kalaupun iya saya bayar yang Rp 900 ribu itu, tahun depan pasti saya tetap bayar Rp 2,3 juta itu karena diskon itu belum tentu ada lagi tahun depan."

"Dengan pendapatan saya hanya Rp 100 sampai Rp 125 ribu, tentu saya sangat-sangat keberatan dengan kenaikan PBB ini," ucapnya.

Yayat menjelaskan, bahwa rumahnya berada di Pegambiran, tepatnya di Jalan Ahmad Yani, sebelah kantor Kelurahan Pegambiran.

Ia menekankan bahwa tidak semua rumah di pinggir jalan dimiliki oleh orang mampu.

"Yang perlu saya tegaskan, bahwa tidak semua rumah pinggir jalan itu orang mampu."

"Sehingga, merasa keberatan dengan kenaikan PBB ini karena penghasilan saya tidak tetap."

"Kalau ada kerja buat kebutuhan sehari-hari, kalau gak ada kerjaan ya tidak ada penghasilan. Saya buruh tukang las," jelas dia.

Ia juga menceritakan beban finansial lainnya, seperti kebutuhan sehari-hari yang naik dan biaya sekolah dua anaknya yang saat ini duduk di bangku SMA.

Yayat berharap, dengan ikut serta mendukung warga lainnya yang mengajukan Judicial Review ke PN Cirebon, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bisa kembali turun.

"Harapan saya, NJOP-nya bisa kembali turun."

"Rumah saya NJOP-nya sampai Rp 1,2 miliar."

"Saya contohkan, tetangga saya bangunannya sudah besi baja 2 lantai, mau dijual Rp 650 juta saja tidak laku."

"Artinya, gimana rumah saya dihargai Rp 1,2 miliar," katanya.

Saat Yayat mendatangi Badan Keuangan Daerah (BKD) untuk protes, ia bahkan menawarkan rumahnya kepada pejabat yang bertugas.

"Saya minta rumah saya dijual ke pejabat tersebut, lalu saya pergi."

"Pejabat tersebut hanya bengong saja," ujarnya.


Sementara itu, gugatan ini diwakili oleh lima warga, yakni Suryanapranatha, Beni Yonatha, Marlinah Ongkowidjojo, Dani Suprapto dan Bobby Hendrawan, dengan dukungan 25 saksi dari lima kecamatan di Kota Cirebon.

Kuasa hukum dari perwakilan lima warga tersebut, Hetta Mahendrati menyampaikan, materi lengkap gugatan ini dalam wawancara selepas melakukan pengajuan ke MA di Pengadilan Negeri Cirebon, Jalan Dr. Wahidin, Kota Cirebon.

“Ya, kami (tim advokasi rakyat Kota Cirebon) di sini membantu masyarakat Kota Cirebon dalam hal ini untuk pengajuan Judicial Review terkait Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang pajak dan retribusi,” ujar Hetta, Jumat (2/8/2024).

Hetta menjelaskan, bahwa sebelum mengajukan gugatan JR, pihaknya telah menempuh berbagai langkah, mulai dari urun rembuk, pertemuan dengan Pj Wali Kota, hingga demonstrasi terkait kenaikan PBB.

Namun, upaya tersebut belum mendapatkan tanggapan dari pemimpin Kota Cirebon.

“Oleh karena itu, pengajuan Judicial Review ini merupakan langkah terakhir kami yang Insya Allah semoga didengar oleh Tuhan,” ucapnya.

Menurut Hetta, terdapat banyak kejanggalan formil dalam penerbitan Perda tersebut yang tidak dilampaui oleh pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif.

Pihaknya telah menyertakan seluruh bukti dalam pengajuan gugatan ini, termasuk keterangan saksi ahli dan dokumen pendukung lainnya.

“Seluruh bukti sudah kami berikan ke Pengadilan Negeri Cirebon tadi dan bukti ini semoga menjadi lillah selama ini selama 7 bulan berjuang."

"Kami juga sudah mengupayakan mati-matian dengan cara bersurat ke Kemendagri, Kementerian Keuangan, Gubernur Jawa Barat, Kementerian Informasi dan Polda Jabar."

"Mungkin, tinggal malaikat saja yang belum kami surati,” jelas dia.

Hetta juga menyebutkan, bahwa pihaknya berharap pengajuan JR ini dapat membatalkan Perda Nomor 1 Tahun 2024.

Keterangan hasil review dari Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) yang merekomendasikan pencabutan Perda tersebut juga menjadi salah satu bukti yang diajukan.

“Sebenarnya yang kami kuasakan ada lima orang warga Kota Cirebon, tapi kami didukung oleh 25 saksi yang mewakili lima kecamatan di Kota Cirebon serta masyarakat Cirebon lainnya."

"Harapan kami, pengajuan JR ini bisa dikabulkan dengan harapan 99 persen,” katanya.

Dengan adanya upaya ini, masyarakat Kota Cirebon menunda pembayaran PBB sampai ada keputusan yang baru.

Adapun pihak yang menjadi tergugat dalam pengajuan JR ini adalah Pemerintah Kota Cirebon (Pj Wali Kota dan Pj Sekda), DPRD Kota Cirebon dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Sementara, salah satu warga, Hendrawan Rizal (56) mengaku keberatan dengan munculnya perda tersebut.

Di mana, perda tersebut mengatur atas kenaikannya PBB yang sangat besar.

"Tentunya keberatan, pajak tahun ini saya naik 165 persen dengan angka yang di luar kewajaran, makanya kami protes dan minta perda tersebut dibatalkan," ujar warga Perumahan GSP tersebut.

Berita Terkait Pajak Lainnya

Tim Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wilayah V memasang plang bertuliskan "objek pajak belum melunasi kewajiban pajak daerah" di dua hotel elite di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dua hotel itu adalah Hotel Loccal Colletion dan La Cecile Labuan Bajo.

Kepala Satgas Korsup KPK Wilayah V Dian Patria mengatakan, pihaknya bersama Pemkab Manggarai Barat telah mengunjungi dua hotel kelas premium yang kedapatan menunggak pajak tersebut.

"Pada hotel pertama diketahui belum melaporkan omzetnya dalam 3 bulan terakhir pada tahun 2024, sehingga belum menuntaskan kewajiban pajaknya," kata Dian dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (6/8/2024).

"Sementara di hotel kedua, terdapat kekurangan bayar Pajak Hotel dan Restoran (PHR) yang bahkan menjadi temuan Badan Pengelola Keuangan (BPK) pada periode Januari - Desember 2023 dengan kurang bayar mencapai lebih dari Rp 239 juta," jelasnya.

Ia menjelaskan, hasil monitoring Center for Prevention (MCP) 2023 tingkat kepatuhan pembayaran pajak di Pemkab Manggarai Barat mencapai 85,15 persen, khusus untuk area optimalisasi pajak daerah mencapai 91 persen.

“Dengan kata lain, Pemda Manggarai Barat sudah baik dalam tata kelola pemerintahan. Namun, masyarakat atau pelaku usaha di sini harus bersinergi dengan pemerintah daerah, untuk membangun Manggarai Barat lebih baik lagi dan menjadi percontohan bagi pemerintah daerah lain,” ungkap Dian.


Karena itu, lanjut dia, temuan Tim Satgas Korsup KPK Wilayah V di lapangan harus disikapi oleh Pemkab Manggarai Barat, masyarakat dan pelaku usaha sebagai efek jera.

"Jika pelaku usaha yang masih nekat dan bersikeras, meski sudah dipasang plang dan terekspose media, kalau tidak ada malu, Pemda harus melakukan langkah lain, bisa juga dibekukan izin usahanya,” timpal Dian.

Kepala Bapenda Manggarai Barat Maria Yuliana Rotok menjelaskan, Hotel Loccal Collection dipasang plang karena tidak melaporkan omzet dan tidak membayar pajak sejak Maret sampai Juli 2024.

Sementara Hotel La Cecile, berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), melakukan kurang bayar atau penggelapan pajak sejak tahun 2023.

"Temuan kurang bayar dampaknya selisih di laporan. Antara yang dilaporkan dengan riil tidak sesuai," jelasnya, Selasa pagi.

Wakil Bupati Manggarai Barat Yulianus Weng berharap dengan adanya pemasangan plang itu, kedua hotel bisa melunasi kewajiban mereka.

Pihaknya akan terus mengejar semua wajib pajak yang lalai membayar pajak.

"Daerah ini sangat penting untuk mendapatkan PAD. Kehadiran KPK di Manggarai Barat sangat membantu Pemda," imbuh dia.

https://jatim.tribunnews.com/amp/202...ji-tidak-tetap

Orang bijak bayar pajak..
mnotorious19150Avatar border
hhendryzAvatar border
viniestAvatar border
viniest dan 4 lainnya memberi reputasi
5
840
44
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan