- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Short Story #89 : Judi Bola


TS
ih.sul
Short Story #89 : Judi Bola
Belakangan ini kakakku sering bertingkah aneh. Sudah setahun aku tak melihatnya karena dia pergi merantau, saat kembali ke rumah tiba-tiba saja dia beli dua ekor ayam betina. Entah sejak kapan dia suka makan telur, tapi seperti itulah dia sekarang.
Namun kakakku yang dulu pernah bisul karena terlalu banyak makan telor itu ternyata masih tidak suka makan telor. Dia membiarkan kami mengambil telor dari ayamnya sementara dia sendiri nyaris tak pernah makan. Lalu buat apa dia beli ayam petelur?
Satu lagi yang berubah, kakakku jadi suka begadang nonton bola. Padahal dulu saat diajak main bola di lapangan dia nyaris tak pernah mau, tapi sekarang dia menonton bola seolah-olah hidupnya tergantung pada itu.
Entah apa yang dia alami di perantauan sana, kuyakin itu bukan hal baik. Tapi ya sudahlah, toh dia tak merugikan siapa-siapa. Kebiasaan barunya ini malah membuatnya rajin bangun pagi karena harus mengecek ayam-ayamnya. Kami cukup senang dengan Kakak yang baru ini.
Namun suatu hari, semua berubah.
Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja Kakak berteriak marah-marah pada Ibu. Belum pernah kulihat dia seperti itu. Dia mengamuk sejadi-jadinya cuma karena Ibu memasak telor tanpa bilang apa-apa padanya. Lagian itu cuma telor, cuma dua ribu per butir, apa yang perlu dipermasalahkan?
Namun setelah marah-marah tak jelas Kakak langsung ketakutan tanpa sebab. Dia tak mau menjelaskan apa-apa. Tiba-tiba saja dia mengambil tas besar, mengemasi barang-barangnya, dan pergi meninggalkan rumah. Itulah terakhir kalinya aku melihat kakakku.
Awalnya kami kira dia akan kembali sebelum gelap. Atau paling lambat satu dua hari dia seharusnya sudah pulang, tapi ternyata yang datang ke rumah justru gerombolan orang yang mencarinya sambil marah-marah. Mereka menyebut Kakak penipu dan menuntut ganti rugi.
Benar-benar pusing kami menghadapi mereka. Dari yang kudengar, kakakku semacam agen judi bola dan dia kalah bertaruh sehingga semua uang yang dititipkan padanya ludes tak bersisa. Katanya sih uang yang hilang itu mencapai ratusan juta. Pantas saja dia kabur.
Karena kakakku benar-benar hilang ditelan bumi dan tak dapat dihubungi, berangsur-angsur orang-orang itu pun tak datang lagi. Hari demi hari berlalu dan masih tak ada kabar darinya. Tentu saja kami sekeluarga cemas, tapi tak ada yang bisa kami lakukan selain berharap laporan orang hilang yang kami serahkan pada polisi membuahkan hasil.
Butuh setahun lebih sampai akhirnya Ibu melepas harapan dan mulai menerima kenyataan. Kamar yang semula tak pernah diotak-atik karena percaya Kakak akan kembali, akhirnya dikosongkan. Saat pergi, tampaknya Kakak hanya membawa hal-hal penting dan meninggalkan sebagian besar barang pribadinya. Tak ada yang menarik, kecuali buku tulis tua yang kutemukan di laci mejanya.
Kukira itu cuma buku tulis sekolah, ternyata aku salah. Tak mungkin ada sekolah yang mengajarkan mantra-mantra berbahasa sansekerta pada muridnya. Tulisan yang kukenali sebagai tulisan kakakku itu menulis dengan detail langkah demi langkah untuk mengetahui skor pertandingan bola yang akan terjadi.
Semakin aku membaca semakin aku paham kenapa orang-orang itu bilang kakakku terlibat judi bola dan sekaligus membuatku paham kenapa kakakku disebut penipu. Di jaman modern macam ini kok bisa dia masih percaya ilmu hitam? Yang namanya dukun itu kalau nggak cabul yang ngibul. Lihat apa akibatnya dari mencoba mendapat uang haram? Dia harus kabur dari rumahnya sendiri.
Kututup buku itu dan kubawa ke ruang depan. Kutaruh bersama barang-barang yang akan dibakar. Kebetulan Ayah sedang menonton televisi yang membahas prediksi pertandingan minggu depan antara Indonesia dengan Malaysia.
Entah setan apa yang berbisik padaku, aku langsung teringat tulisan di buku. Walaupun tak percaya, tapi tetap saja rasa penasaran itu ada. Aku tahu kalau aku mengabaikannya maka pikiran ini akan menggangguku seumur hidup. Akhirnya, aku pun memilih menyimpan buku itu.
***
Malam harinya aku menyelinap ke kandang ayam di belakang rumah. Kedua ayam yang dulu dibeli Kakak masih kami pelihara karena keduanya masih produktif bertelur. Kubuka buku tua itu dan dengan perasaan amat bodoh aku pun membaca mantra yang tertulis dengan pelan.
“Indonesia, Indonesia,” bisikku sembari mengetuk kepala ayam pertama. “Malaysia, Malaysia,” bisikku lagi sambil mengetuk kepala ayam di sebelahnya.
Saat aku kembali keesokan harinya, ada satu telur di sarang ayam kedua. Menurut yang tertulis di buku, jumlah telur yang dihasilkan tiap ayam adalah skor dari pertandingan yang akan terjadi. Dengan kata lain pertandingan minggu depan akan berakhir 0-1, kekalahan bagi Indonesia.
Aku benar-benar tak percaya alasan kakakku rajin merawat ayam adalah untuk hal semacam ini. Kalau cara semacam ini benar-benar manjur maka seluruh analist sepak bola di dunia akan kehilangan pekerjaannya.
Telur itu pun kuambil dan kugoreng mata sapi untuk sarapan. Kurasa telur itu sudah berakhir di septic tank saat aku melihat dengan kedua mataku hasil akhir dari pertandingan yang diramalkan. 0-1, kekalahan bagi Indonesia.
Hal yang pertama terlintas di kepalaku adalah, pasti cuma kebetulan. Namun malam itu aku mendapati diriku di kandang ayam, mengetuk kepala kedua ayam itu.
***
Sejak saat itu hidupku mulai berubah. Ponsel yang tadinya stupid kini sudah jadi smart. Sepatu yang berlubang sudah kubuang, diganti sepatu yang ada lubang anginnya. Aku yang dulu tak tahan bau kandang ayam kini betah berlama-lama di sana.
Uang yang datang dengan mudah membuatku bisa mentraktir gebetanku makan mewah di kantin. Nia yang biasanya ketus tiap melihatku kini tersenyum sumringah melihat tebalnya isi dompetku. Pantas saja orang-orang ketagihan dapat uang cepat dari berjudi, uang memang bisa membeli segalanya.
“Beb, minggu depan aku ulang tahun,” bisik Nia pada suatu hari.
“Hmm. Terus?”
“Beliin Iphone dong ….”
Siapa yang bisa tahan dengan rayuan imut seorang wanita cantik? Apalagi kalau sudah pakai panggilan ‘Beb.’
“Iphone? Sepuluh aku beliin buat kamu!”
Meski mengucapkannya dengan pede, aku terkejut saat melihat harganya di toko online. Harganya berkali-kali lipat dari uang yang saat ini kupunya, tapi itu cuma masalah kecil.
Mungkin, ini waktunya menaikkan taruhan ke tahap berikutnya.
***
Minggu depan Indonesia dan Malaysia akan kembali bertanding. Kali ini tim U-19 mencoba membalaskan dendam kekalahan timnas senior. Aku sih bodo amat dengan hal itu, yang paling penting adalah tumpukan uang yang akan kudapatkan tak peduli siapa yang menang. Seperti biasa aku mengetuk kepala ayam dengan lembut sambil memberikan cemilan ekstra untuk mereka.
Esok paginya aku terbangun agak siang gara-gara sibuk video call dengan Nia sampai larut. Untungnya hari ini hari minggu. Kucek hp dan melihat pesan dari Nia yang pengen dibeliin sarapan. Sontak saja aku langsung berganti pakaian dan cuci muka. Tak lupa kucek keadaan kandang ayam sebelum berangkat. Tak ada telur, berarti hasilnya 0-0.
“Mau ke mana pagi-pagi? Sini sarapan dulu!” tegur Ibu saat melihatku memanaskan motor.
“Ada janji ketemu teman Bu. Aku makan di luar aja.”
Ibu tampaknya tahu aku mau ke mana, makanya dia tidak tanya lebih jauh. Untung saja aku punya Ibu yang pengertian. Mungkin karena sekarang aku anak semata wayang, dia jadi lebih memanjakanku. Sebagai anak yang baik, tentu aku harus membalas kebaikannya. Kalau uang taruhan minggu depan sudah masuk ke rekeningku, aku harus membeli hadiah untuknya.
***
Pertandingan itu rasanya berjalan sangat lamban. Meski sudah tahu hasil akhirnya, tetap saja aku menonton dan berharap wasit segera meniup peluit. Tinggal lima menit lagi. Entah kenapa, aku merasa resah.
Tiba-tiba saja aku teringat dengan Kakak. Kira-kira apa yang dia lakukan sekarang?
“GOOOOOOLLLLLLL!!!”
Seruan Ayah memudarkan lamunanku. Ternyata, tepat di menit 89, Indonesia berhasil membobol gawang lawan dan resmi membalas kekalahan beberapa bulan balu. Aku berkedip berkali-kali, berharap angka 1 itu akan kembali menjadi 0, tapi bahkan sampai waktu tambahan habis, skor akhir tidak berubah.
Indonesia menang …. Kenapa bisa?
“Bu!”
“Hmm? Apa?”
“Hari minggu itu … ibu masak apa?”
“Nasi goreng pake telor. Emang kenapa?”
“… Telornya ambil dari mana?”
“Ya dari kandang ayam.”
Sebelum otakku sempat memproses apa yang beliau katakan, tanganku sudah melayang dan menampar wajahnya. Tanpa sepat tahu apa yang harusnya kukatakan, mulutku sudah melontarkan cacian penuh amarah.
“KOK IBU AMBIL TELOR NGGAK BILANG-BILANG SIH? SIAPA YANG TANGGUNGJAWAB KALO BEGINI?!”
Tanganku sudah terangkat dan bersiap menamparnya sekali lagi, tapi sebuah tendangan keras menghantam punggungku dari belakang, membuatku terjengkal mencium lantai.
“ANAK NGGAK TAU DIUNTUNG! KAU APAKAN IBUMU! HAA?? SIAPA YANG NGAJARIN BEGITU!?”
Ayah, dengan satu tangan sudah memegang sapu, mulai memukuliku tampa ampun. Seluruh kemarahn sesaat yang sebelumnya menguasaiku mendadak hilang berganti dengan ketakutan. Habis sudah, Ayah akan memukuliku sampai mati.
Namun suara tangisan Ibu membuat Ayah menghentikan pukulannya. Ibu … menangis. Kenapa itu terasa familiar? Rasanya déjà vu. Ahh, benar juga. Satu setengah tahun yang lalu … Kakak juga membuat Ibu menagis gara-gara masalah telur.
“Itu cuma telur,” bisiknya lirih. “Kamu dan kakakmu, kenapa begitu cuma gara-gara telur?”
Sesaat kemudian Ibu bangkit dan berjalan ke belakang rumah. Aku dan Ayah serempak mengikutinya. Ternyata Ibu mengambil parang dari dapur dan langsung masuk ke kandang ayam. Di sana, tanpa basa-basi atau meminta persetujuan siapa pun, dia menyembeli kedua ayam peninggalan Kakak.
Malam itu, tak ada lagi yang bicara. Darah ayam yang menetes seolah memadamkan semua amarah. Aku tak lagi memikirkan berapa banyak uangku yang hilang atau wajah kecewa Nia yang tak jadi kubelikan Iphone. Semua sudah tidak penting lagi.
Esok paginya aku menjelaskan semuanya pada orangtuaku. Kami sepakat membakar buku itu dan tak pernah mencoba-coba lagi ilmu hitam ini. Aku sudah melakukan dosa besar. Bukan judi atau menyekutkan Tuhan, tapi durhaka pada orang tua. Tak ada harta semahal apa pun yang bisa menebus dosa itu.
***TAMAT***






riodgarp dan 29 lainnya memberi reputasi
30
1.2K
28


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan