- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Koalisi Masyarakat Sipil Desak Presiden Hentikan Pendekatan Keamanan di Papua


TS
mabdulkarim
Koalisi Masyarakat Sipil Desak Presiden Hentikan Pendekatan Keamanan di Papua
Koalisi Masyarakat Sipil Desak Presiden Hentikan Pendekatan Keamanan di Papua Usai Peristiwa Wamena

Kompas.com - 03/03/2023, 22:03 WIB 12 Lihat Foto Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam jumpa pers catatan akhir tahun mengenai kondisi penegakan hukum di Indonesia sepanjang tahun 2022 di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022). (KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA) Penulis Singgih Wiryono | Editor Novianti Setuningsih
JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dan Kemanusiaan untuk Papua mendesak presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan pendekatan keamanan di Papua pasca peristiwa kerusuhan di Wamena pada 23 Februari 2023.
Anggota Koalisi yang juga Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, pendekatan keamanan harus dihentikan untuk memutus kekerasan yang terjadi seperti di Wamena.
"Kami mendesak Presiden menghentikan pendekatan keamanan yang selama ini dijalankan pemerintah di Papua, sehingga memutuskan spiral kekerasan yang terjadi," kata Julius dalam keterangan tertulis, Jumat (3/3/2023).
Selain itu, koalisi juga mendesak agar Jokowi memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono melakukan pemeriksaan secara profesional terhadap anggota yang diduga terlibat dalam kerusuhan di Wamena.
Tak hanya itu, pemeriksaan juga harus dilakukan secara transparan dan akuntabel terhadap anggota terduga tersebut.
"Kami (juga) mendesak lembaga negara independen secara aktif melakukan pemeriksaan dalam kasus ini sesuai cakupan wewenangnya," ujar Julius.
Ia juga melayangkan desakan kepada Komnas HAM agar melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran HAM yang berat dalam kasus ini. Desakan juga ditujukan kepada Kapolri untuk mengevaluasi total penggunaan kekuatan dalam tugas kepolisian. Koalisi juga meminta agar Jokowi membentuk tim independen dengan keterwakilan masyarakat sipil yang memadai untuk melakukan kajian evaluasi tentang penggunaan kekuatan kepolisian.
"Terakhir, kami mendesak Presiden dan DPR segera mendorong agenda konkret reformasi kepolisian berkelanjutan secara struktural, instrumental, dan kultural demi memastikan kerja-kerja kepolisian yang profesional, transparan, dan akuntabel," kata Julius.
Terkait kerusuhan Wamena, Kapolda Papua Irjen Marhius D. Fakhiri sempat menyebut kerusuhan muncul karena isu penculikan anak.
“Kericuhan di Wamena dipicu hoaks atau isu yang tidak benar tentang penculikan anak di bawah umur," kata Fakhiri di Mimika, Papua Tengah, Jumat (24/2/2023).
"Hal inilah yang direspons Polres Jayawijaya untuk menghentikan aksi main hakim sendiri sesuai instruksi saya untuk menindaklanjuti isu yang tidak benar yang beredar di tengah masyarakat. Akan tetapi situasi yang terjadi malah berbalik," ujarnya lagi.
Menurut Fakhiri, awalnya polisi hanya ingin menghentikan upaya main hakim sendiri oleh sejumlah warga yang menuduh dua pedagang sebagai pelaku penculikan anak. Namun, ada sekelompok massa yang tiba-tiba datang dan membuat situasi tidak terkendali sehingga aparat keamanan terpaksa melakukan tindakan tegas.
Fakhiri mengatakan, aparat di lapangan kewalahan menghadapi massa yang beringas dan tidak terkendali serta bersikap anarkistis. Hingga akhirnya kerusuhan pecah dan membuat 12 warga tewas. Lalu, korban luka dari aparat keamanan 18 orang dan warga sebanyak 32 orang.
: https://nasional.kompas.com/read/202...n-keamanan-di.
Yakin pendekatan keamanan dihentikan bakal memutus mata rantai kekerasan jika teroris seenaknya bunuh orang termasuk OAP sendiri dengan tuduhan intel Indonesia dan tuntutannya kukuh minta referendum?
Justru pendekatan keamanan dengan kehati-hatian yang sekarang paling terbaik karena jika banyak prajurit non Kodam Cendrawasih dipulangkan bisa jadi teroris makin merajalela.
Komnas HAM Ungkap Dugaan Keterlibatan Aparat dalam Kerusuhan Wamena yang Tewaskan 12 Orang

Foto Sub Komisi Penegakan HAM Komisioner Pengaduan Hari Kurniawan(Dok Komnas HAM) Penulis Singgih Wiryono | Editor Novianti Setuningsih
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga adanya keterlibatan aparat baik dari TNI maupun Polri dalam peristiwa kerusuhan di Wamena, Papua Tengah, yang menewaskan 12 warga.
Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan, hal tersebut baru bersifat dugaan karena proses investigasi kasus tersebut masih berjalan.
"Ada dugaan aparat terlibat di situ, kalau saya belum berani mengungkapkan secara detail karena masih diinvestigasi," ujar Hari saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jumat (3/3/2023).
Dari hasil investigasi Komnas HAM, temuan sementara juga tidak ditemukan indikasi isu penculikan anak sebagai pemicu kerusuhan.
Komnas HAM justru melihat ada tindakan kelompok dari aparat TNI Polri yang menggunakan kekerasan.
"Kalau dari investigasi Komnas HAM di lapangan terkait penculikan anaknya belum ditemukan indikasi ke sana. Cuma, kalau memang tindakan kelompok dari aparat TNI Polri memang ada kekerasan di situ. Kesimpulan awal ya, tapi kita masih perlu pendalaman karena tadi teman-teman masih di kerja Wamena," kata Hari.
Temuan awal ini sedikit membantah kronologi yang dikeluarkan oleh Kapolda Papua Irjen Marhius D. Fakhiri yang menyebut kerusuhan muncul karena isu penculikan anak. Isu tersebut juga membuat 13 rumah toko (ruko) dan 2 rumah warga dibakar massa.
“Kericuhan di Wamena dipicu hoaks atau isu yang tidak benar tentang penculikan anak di bawah umur," kata Fakhiri di Mimika, Papua Tengah, Jumat (24/2/2023).
"Hal inilah yang direspons Polres Jayawijaya untuk menghentikan aksi main hakim sendiri sesuai instruksi saya untuk menindaklanjuti isu yang tidak benar yang beredar di tengah masyarakat. Akan tetapi situasi yang terjadi malah berbalik," ujarnya lagi.
Menurut Fakhiri, pada awalnya polisi hanya ingin menghentikan upaya main hakim sendiri oleh sejumlah warga yang menuduh dua pedagang sebagai pelaku penculikan anak.
Namun, ada sekelompok massa yang tiba-tiba datang dan membuat situasi tidak terkendali sehingga aparat keamanan terpaksa melakukan tindakan tegas. Menurut Fakhiri, aparat di lapangan kewalahan menghadapi massa yang beringas dan tidak terkendali serta bersikap anarkistis. Hingga akhirnya kerusuhan pecah dan membuat 12 warga tewas. Lalu, korban luka dari aparat keamanan 18 orang dan warga sebanyak 32 orang.
https://nasional.kompas.com/read/202...n-wamena-yang.
Dugaan Komans HAM tak ada kaitan soal penculikan anak sama kekerasan TNI dan Polri tapi masih kesimpulan awal...






itilnjepat dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.4K
27


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan