Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah ekonom mencatat proporsi kelas menengah di Indonesia merosot dari populasi setelah masa pandemi Covid-19.

Nyatanya riset yang dilakukan peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) menyebutkan kelas menengah di Indonesia cenderung kesulitan naik ke kelas ekonomi yang lebih tinggi, namun rentan jatuh miskin. 


Menggunakan data panel Indonesia Family Life Survey (IFLS) 1993-2024, LPEM menyebut data itu memberikan gambaran bahwa kelas menengah di Indonesia sangat rentan jatuh miskin atau turun kelas. Dan sebagian kelas menengah di Indonesia terjebak pada kelas yang sama selama lebih dari 20 tahun.
"Hanya sekitar 1 dari 3 orang kelas menengah di Indonesia yang mampu naik kelas menjadi kelompok pendapatan atas selama periode 1993-2024," dikutip dari artikel White Paper LPEM UI bertajuk Menavigasi Jalan Indonesia Menuju 2045: Kesetaraan dan Mobilitas Ekonomi yang ditulis Teguh Dartanto dan Canyon Keanu Can, dikutip Rabu, (31/7/2024).

[table][tr][td]LPEM juga menyebut sebanyak 27% kelas menengah akan mengalami penurunan kelas. Sedangkan, 42% lainnya terjebak di kelas yang sama.
LPEM menyebut fenomena susah naik kelas ini juga terjadi secara lintas generasi. Mobilitas antargenerasi absolut diukur dengan membandingkan kondisi orang tua di tahun 1993 dengan kondisi anak di tahun 2014 setelah mereka berumah tangga sendiri.
Hasilnya, anak-anak yang lahir dari orang tua yang berada di 40% terbawah memiliki mobilitas ekonomi yang cukup tinggi. Mereka mampu melebihi kondisi perekonomian orang tuanya. Sedangkan, anak-anak yang lahir dari 10% kelompok terkaya, termasuk kategori kelas menengah mengalami kesulitan untuk naik kelas melebihi kesejahteraan orang tuanya.
"Kondisi ini bisa memberikan ilustrasi bahwa anak-anak usia 10 tahun yang lahir dari kelas 10% teratas, 21 tahun kemudian di tahun 2040-an banyak yang tidak dapat naik kelas dan terjebak di kelas menengah," kata dia. [/td]
[/tr]
[/table]


Rentannya kelas menengah di Indonesia terejawantahkan ketika dihadapkan pada kontraksi ekonomi selama pandemi Covid-19. Data perekonomian menunjukan jumlah kelas menengah di Indonesia merosot sejak 2019.
Mengacu pada standar Bank Dunia, proporsi kelas menengah di Indonesia menciut dari 21,4% sebelum pandemi menjadi 17,4% dari populasi setelah pandemi Covid-19. Kebanyakan dari mereka jatuh ke kelas ekonomi yang lebih rendah, yaitu aspiring middle class (AMC) dan kelas rentan.
Dengan menimbang kondisi kelas menengah ini, LPEM menyebut ketimbang pemerintah terobsesi untuk menjadi negara berpendapatan tinggi, lebih baik pemerintah mendatang fokus untuk mengentaskan kemiskinan, menurunkan ketimpangan dan membangun kelas menengah yang kuat dan inovatif.
Sebab, sebagian besar rumah tangga di Indonesia mengalami kerentanan ekonomi, yaitu sebanyak 12% rumah tangga mengalami kemiskinan kronis. Sedangkan, kelas menengah sebagian besar terjebak di kelas yang sama selama 21 tahun sekaligus rentan turun kelas, dan kelompok kaya juga rentan jatuh ke kelompok pendapatan di bawahnya.
Selain LPEM UI, Bank Dunia juga sempat mengingatkan mengenai pentingnya peran kelas menengah bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam laporan berjudul "Aspiring Indonesia - Expanding the Middle Class", Bank Dunia menekankan kelas menengah adalah sumber dari hampir setengah total pengeluaran rumah tangga di Indonesia. Maka, jika daya beli mereka dijaga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dari 5%.
Bank Dunia mencatat, 45% penduduk Indonesia atau setara 115 juta orang pada 2020 merupakan kelas menengah rentan atau aspiring middle class (AMC). Mereka adalah kelompok miskin yang berhasil naik kelas, namun masih rentan miskin jika tidak diurus pemerintah melalui kebijakan yang tepat dalam menjaga daya belinya. 


indonesia cemas 2045

bagaimana ini, haruskah kita cemas