- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
FALABISAHAYA. Chapter #2 : TORANG SAMUA BASUDARA


TS
bangrobby1372
FALABISAHAYA. Chapter #2 : TORANG SAMUA BASUDARA

Sebelumnya ...... Chapter #1
Sejak menginjakkan kaki di Manado, keluargaku menumpang hidup pada kakak angkat Bapak yang memiliki pabrik kerupuk. Kami memanggilnya pak de Man. Kakak-kakak yang besar membantu pak de di pabriknya, dan upah kami adalah bisa mendapatkan makan sehari-hari. Bagaimana pun juga bapak merasa tak enak bila menjadi beban bagi keluarga Pak De, dan memutuskan untuk tinggal terpisah dan ingin memulai usaha sendiri.
Jika manusia telah membulatkan tekad akan sesuatu yang di yakini maka sesungguhnya Tuhan akan mendengar dan mengabulkan segala doa yang terpanjat.
Atas bantuan seorang anggota TNI kenalan bapak, kami di percaya untuk tinggal di rumahnya yang tidak ditempatinya karena dia bersama keluarganya menempati Mess di Asrama Tentara.
Tinggal lah kami di rumah tersebut, biaya hidup sehari-hari di cukupi oleh ibu yang berjualan sayur keliling kampung di bantu oleh Mbak yu Mah kakak perempuan pertamaku. Sedangkan Bapak yang sakit-sakitan masih juga membantu dengan berjualan Es pada siang hari dan Mie pada malam hari di temani Kang Ron kakak lelaki nomor dua. Kakak lelakiku yang nomor tiga yang bernama Kang Kep masih di rumah pak de. Karena kang kep harus tetap bersekolah di SMP yang biayai oleh pak de. Tetapi kang kep sebelum dan sepulang sekolah harus membantu di pabrik.
Sementara yu har kakak perempuan keempat melanjutkan sekolahnya di sekolah dasar kristen GMIM ( Gereja Masehi Injili Minahasa ) karena sekolah negeri belum memiliki kelas 5. Sedangkan mbak is kakak kelima ku dan aku bersekolah di SD negeri inpres kelurahan kleak yang lumayan jauh dari tempat tinggal kami. Bapak dan ibu bergantian mengasuh adik perempuanku yang masih berusia belum setahun. Perlahan kami memulai menggeluti masa yang sangat berat .
Di sela-sela memulai suatu kehidupan dengan merangkak, mengais bulir demi bulir rejeki di belantara bumi titipan Ilahi, bapak tak lupa mengajari dan memoles akidah kami. Setiap sore bapak mengajari kami anaknya yang masih kecil membaca Al Qur’an. Hampir sebagian besar tetangga rumah kami beragama Nasrani, tapi tak pernah mereka menghalangi kami untuk memperdalam dan mempelajari agama kami.
Malah ketika ada tetangga jauh kami yang muslim datang dan melihat kami belajar membaca Al Qur’an, satu demi satu menitipkan anak-anak mereka pada bapak untuk di ajari membaca Al Qur’an.
Saat itu di kelurahan tempat kami belum ada Mesjid, jika saat hari jum’at kami harus ke mesjid kampus Universitas Sam Ratulangi yang agak jauh. Hingga saat bulan Ramadhan datang beberapa tetangga meminta bapak untuk melaksanakan sholat tarawih di rumah. Bapak pun menyetujui dan meminta ijin kepada tetangga di sekitar rumah karena takut bila ibadah yang akan kami laksanakan mungkin mengganggu mereka.
Syukur Alhamdulillah para tetangga mengizinkan kami untuk melaksanakan sholat tarawih di rumah kami berjamaah dengan tetangga-tetangga yang muslim. Saat itu bapak di percaya untuk menjadi imam karena bacaan surat-surat Al Qur’an bapak yang fasih dan baik.
Lambat laun semakin banyak jamaah yang memadati rumah kami untuk sholat tarwih, semua beralasan karena mesjid yang terdekat tidak ada. Dari situlah muncul sebuah solusi bahwa kelurahan kami harus memiliki sebuah mesjid. Butuh perjuangan yang sangat berat untuk mewujudkan mesjid tersebut. Lelehan keringat dan air mata mengucur dari semua jamaah. Tujuannya hanya satu membuat Rumah Allah di mana kami bisa leluasa beribadah dan membina umat. Awal tahun 1980 mesjid itu akhirnya berdiri walau dengan sederhana, dan bapak diangkat menjadi wakil imam sekaligus menjadi penjaga mesjid yang bertugas memelihara dan membersihkan mesjid. Sebagai wujud penghormatan kepada bapak, jamaah mesjid memberikan sebidang tanah kepada bapak untuk dapat mendirikan rumah sebagai tempat berteduh bagi kami sekeluarga.
Allah tak akan menyia-nyiakan hambaNya yang berharap akan ridhoNya.
Alhamdulillah akhirnya kami bisa mendirikan sebuah rumah yang sangat sederhana yang terbuat dari gedhek atau bambu yang di anyam.
Masih teringat jelas masa-masa awal kami di Manado, kami yang berasal dari luar pulau Sulawesi yang memiliki adat dan keyakinan yang berbeda dengan penduduk asli Manado. Kami diterima dengan tangan terbuka oleh mereka, menganggap kami pun adalah basudara dengan mereka.Sebelum slogan “Torang samua Basudara” menggema dalam kehidupan sehari-hari kami telah merasakan bagaimana dijadikan saudara oleh penduduk lokal tanpa membedakan suku dan keyakinan kami.
Aku teringat saat aku duduk di sekolah dasar dahulu. Ketika pelajaran akan dimulai kami harus berdoa dengan tata cara Kristiani padahal kami dari keluarga Muslim. Itu karena mayoritas yang bersekolah beragama Kristen. Saat murid lain mengunci kedua tangannya dan menutup mata, aku menadahkan kedua tanganku. Tapi doanya adalah sama , yaitu ; “Bapa kami yang di surga aku datang padaMu, Tuhanku yang maha murah dengarlah sembahyangku.Amin.”Doa ini aku sebut doa Bapa kami. Guru kami tak memaksa aku dan beberapa teman yang beragama muslim untuk mengunci tangan seperti yang lain.
Itu saat aku belum lancar melafalkan Surat Al fatihah, tetapi setelah aku duduk di kelas dua, kami umat muslim mendapatkan guru Agama Islam. Guruku mengaharuskan kami untuk menghafalkan Surat Al fatihah.Dan setelah hafalanku lancar aku tak lagi berdoa melafalkan Doa Bapa Kami, tetapi aku melafalkan dalam hatiku Surat Al fatiha saat pelajaran baru di mulai dan usai.
Perawakanku yang kecil menjadikan diriku harus berada di barisan paling belakang saat upacara bendera. Saat aku kelas satu, sekolah kami baru memiliki 3 kelas, yaitu kelas satu sampai dengan kelas tiga. Tetapi walau badanku kecil prestasiku tak sekecil tubuhku. Aku tidak pernah turun dari peringkat 3 besar.
Peringkat 3 besar selalu kami bertiga perebutkan dan selalu bergantian di setiap catur wulannya. Kalau tidak aku yang juara satu bisa nantinya kedua temanku yaitu Vane dan Eva. Keduanya gadis cantik dan berkulit putih bersih. Aku pun sangat dekat dengan mereka berdua.
Kami bertiga sering di utus dalam berbagai pertandingan seperti cerdas cermat dan sebagainya. Pada saat aku duduk di kelas empat, aku dan beberapa teman di panggil ke sebuah ruangan. Di depan ruangan terdapat papan tulis yang tertulis di situ beberapa tulisan dengan bahasa yang menurutku aneh.
Beberapa saat kemudian Ibu Guru Hana Supit dan Pak Guru Yan Rumengan datang memasuki kelas. Mereka menjelaskan pada kami bahwa tulisan yang menurutku aneh tadi adalah syair lagu berbahasa Minahasa. Ternyata kami akan di ajari tari maengket yaitu tari tradisional dari daerah Minahasa. Ibu dan Bapak Guru tadi kemudian mencontohkan gerakan dan lagu yang ada di papan tulis.
Karena aku tak terbiasa dengan bahasa Minahasa jadi agak tersendat aku menghafalnya. Aku kadang tertawa saat beberapa kali melantunkan lagu yang menurutku lucu. Apalagi aku juga harus menghafalkan gerakan tarinya.
Tarian Maengket adalah tarian ungkapan rasa Syukur saat panen telah selesai dan di tarikan berjajar berpasangan pria dan wanita. Diiringi oleh tabuhan gendang yang di pukul kadang lambat dan kadang cepat sesuai irama lagu.
Aku sangat senang terpilih untuk membawakan tari Maengket. Setelah berlatih hampir selama 4 bulan kami mengikuti Lomba Tari Maengket yang di adakan oleh sekolah se Kotamadya Manado. Aku ingat saat itu seragam tari untuk Laki-laki adalah baju tradisional Minahasa yang bentuknya seperti baju petani dengan mengikatkan kain di pinggang dan pada kepala di ikatkan sebuah ikat kepala yang depannya berbentuk segitiga.
Sementara teman kami perempuan memakai kebaya, dengan bawahan memakai kain “bentenan” yaitu kain khas dari sebuah suku di Sulawesi Utara. Rambut mereka di sanggul sehingga teman-teman perempuan kami terlihat seperti wanita dewasa. Apalagi karena wajah mereka di beri riasan yang sangat menor. Aku dan teman-teman lelakiku tertawa saat mereka keluar dari ruangan ganti.
Ada peristiwa menarik saat teman-teman perempuan kami sedang di sanggul. Sebagai hiasan, di rambut mereka akan di selipkan bunga kamboja. Dan bunga itu banyak tumbuh di kuburan yang tak jauh dari sekolah kami. Saat selesai mereka di sanggul Ibu guru menyuruh aku dan temanku bernama Royke untuk mencari bunga kamboja di kuburan itu.
Sebenarnya kami ingin sekali protes karena kami takut pergi berdua. Apalagi Royke yang sangat penakut dan hampir menangis ketika disuruh. Tapi kami tak berani membantah perintah ibu guru.Dengan sedikit menggerutu aku dan Royke pergi juga mengambil bunga kamboja dekat kuburan.
Kami berdua sudah mengumpulkan beberapa bunga kamboja. Kami menjoloknya dengan kayu yang ada di sekitar pohon itu. Karena ibu guru meminta kami mengambil bunga yang masih segar. Saat sedang asik Royke menjolok dan aku memungutinya tiba-tiba terdengar suara yang menegur kami. Kami sangat terkejut dan tanpa pikir panjang kami berdua lari dan membuang bunga kamboja yang telah kami kumpulkan.
Kami berlari ke sekolah dengan wajah pucat pasi dan napas terengah-engah. Ternyata yang menegur kami tadi adalah Pak guru Yan Rumengan yang ingin juga mencari bunga kamboja. Saat pak guru sampai di sekolah di ceritakanlah kejadian itu pada kami semua. Aku dan Royke jadi malu tidak kepalang karena takut hantu pada siang hari bolong.
Ah…..kehidupan di manado sangat indah ku rasakan, apalagi pemandangan alam dan kesejukannya membuat rasanya tak ingin aku meninggalkan kota ini. Indahnya Pantai Malalayang yang berbatu-batu kecil, serta dinginnya suasana Tomohon dan Tondano.
Belum lagi pemandangan indah akan menjulangnya gunung Klabat dan Gunung Lokon walau sesekali semburan abu vulkaniknya membuat panik mereka yang tinggal di sekeliling gunung. Sumber air panas di Desa Kali yang bisa di nikmati kala berendam.
Tebaran bunga-bungaan dan sayuran yang melimpah di sepajang jalan menuju ke daerah tomohon dan Tondano karena rahmat Tuhan yang memberi daerah itu kesuburan tanah yang tiada tara.
Bersambung chapter #3
Terima Kasih Sudah Mampir, Jangan Lupa Komen danCendolnya Gan!
Baca juga Puisi : Biarkan Tentang dia
Baca juga Cerpen : Peci Hitam Suatu pagi maafkan aku ayah Bapa seng perlu sempurna
baca juga Tulisan lain : Kunci Bahagia Kemenangan semu
Bersambung chapter #3
Terima Kasih Sudah Mampir, Jangan Lupa Komen danCendolnya Gan!
Baca juga Puisi : Biarkan Tentang dia
Baca juga Cerpen : Peci Hitam Suatu pagi maafkan aku ayah Bapa seng perlu sempurna
baca juga Tulisan lain : Kunci Bahagia Kemenangan semu
Diubah oleh bangrobby1372 18-07-2024 12:52






MFriza85 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
306
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan