- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
The Presidents Club : Reaktivasi DPA Pemayung 3 Mantan Presiden


TS
iqbalballe
The Presidents Club : Reaktivasi DPA Pemayung 3 Mantan Presiden

Sumber : Grid
Revisi Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden secara resmi disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI.
Pengesahan itu berlangsung dalam Rapat Paripurna ke-22 DPR Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, Senayan, Jakarta, Kamis 11 Juli 2024.
Semua fraksi setuju agar RUU Wantimpres dibahas bersama Pemerintah.
"Apakah Rancangan Undang-undang usul inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19/2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui menjadi Rancangan Undang-undang DPR RI? Setuju," ujar Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus diikuti ketukan palu.
Kini, DPR akan menyerahkan draf materi RUU Wantimpres kepada pemerintah. Nantinya, pemerintah akan membalas dengan menyusun daftar inventaris masalah (DIM).
Kemudian, DPR dan pemerintah akan membahas DIM tersebut untuk dicari jalan tengah. Setelah materi disetujui oleh DPR dan pemerintah, baru RUU Wantimpres akan diserahkan menjadi UU.
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan setidaknya ada tiga perubahan yang direncanakan dalam draf awal RUU Wantimpres.
Pertama, perubahan nomenklatur atau tata nama. "Yang tadinya itu Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung. Dari mana berasal? Ya itu dari aspirasi keinginan dari semua fraksi tadi menyetujui seperti itu, tetapi fungsinya sama sekali tidak berubah," kata Supratman, Selasa, 9 Juli 2024.
Kedua, perubahan jumlah keanggotaan. Pada UU Wantimpres jumlah keanggotaan maksimal delapan orang maka kini diusulkan agar tidak dibatas sehingga jumlahnya sesuai keinginan presiden.
Ketiga, perubahan syarat-syarat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, namun belum ada informasi detail tentang perubahan syarat tersebut.
Sumber : https://kabar24.bisnis.com/read/2024...dpa-hidup-lagi
Pelembagaan Wantimpres menjadi DPA diperkirakan akan menjadi pijakan untuk mewujudkan The Presidents Club yang hendak dibentuk Prabowo – Gibran, untuk mewadahi secara layak para mantan presiden (Megawati, SBY, Jokowi) untuk duduk pada posisi yang memiliki legitimasi sebagai pemberi masukan kepada pemerintah, baik kepada eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengatakan pada 6 Mei 2024 lalu bahwa ia mendukung rencara Presiden Terpilih Prabowo membentuk Presidential Club yang berisi para mantan Presiden RI, sebagaimana halnya yang berada di Amerika Serikat (AS).
Jika di AS keberadaan Presidential Club yang diisi para mantan Presiden AS lebih bersifat informal, maka di Indonesia jika Prabowo setuju bisa diformalkan menjadi DPA.
Bamsoet menilai pelibatan para mantan presiden dan wakil presiden sangat penting bagi presiden terpilih dalam memastikan kesinambungan program pembangunan dari para presiden dan wakil presiden periode sebelumnya.
Sekaligus dapat memberikan saran, masukan, dan nasihat yang bernas (banyak isinya), mengingat para mantan presiden sudah memiliki pengalaman dalam memimpin pemerintahan.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/18646...imbangan-agung
Soal The Presidents Club yang memiliki legitimasi sebagai pemberi masukan kepada pemerintah, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif tertuang dalam draf RUU tentang perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres.
"Dewan Pertimbangan Agung adalah lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," bunyi pasal 2 draf RUU tersebut.
Pasal kedua RUU tersebut mengubah ketentuan pasal kedua UU Wantimpres yang menyebut Wantimpres berkedudukan di bawah presiden.
Sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasiona...ga-negara-lain
Oleh karena itulah maka DPA nantinya bukan lah lembaga pemerintah melainkan lembaga negara yang dapat memberikan masukan kepada pemerintah, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Langkah pembentukan DPA ini menunjukkan sinyal kuat bahwa Pemerintahan Prabowo – Gibran akan berkomitmen pada sistem tata kelola negara yang berpegang pada regulasi.
Alih-alih merealisasikan The Presidents Club dalam wujud komunitas tingkat tinggi yang kurang memberi kewenangan pada para mantan presiden ketika memberi masukan kepada pemerintah.
Sebab, biar bagaimana pun, Megawati, SBY, dan Jokowi adalah mantan presiden yang masih hidup dengan pengalaman politik spesial sebagai orang-orang yang pernah menjabat pimpinan tertinggi negara.
Pengalaman itu membuat mereka menjadi figur istimewa yang pernah melihat kinerja sistem sebesar negara dari kursi paling eksklusif, yakni kursi Presiden Republik Indonesia.
Wacana politis boleh saja menganggap pemerintahan si A bagus, pemerintahan si B kurang bagus.
Namun tetap saja, mereka yang pernah duduk di kursi tertinggi, memiliki jangkauan penglihatan yang paling eksklusif dalam masa kerja pemerintahannya.
Oleh karenanya, siapa pun yang akan duduk di kursi tertinggi itu selanjutnya, jelas membutuhkan sudut pandang dari mereka yang pernah duduk di kursi yang sama.
Betapa pun saling berseberangan posisi politik dan ideologinya, pengalaman Megawati, SBY, dan Jokowi melihat masalah bangsa dari kursi tertinggi, mutlak diperlukan oleh siapa pun yang duduk di kursi tertinggi ke depannya.
Dalam riset paling kecil-kecilan saja, seseorang perlu melihat dari segala sisi (360 derajat/helicopter view) agar dapat menghasilkan kesimpulan dari solusi yang mendekati tepat sasaran.
Apalagi untuk keperluan mencari solusi terhadap masalah bangsa. Jelas tidak lengkap dan tidak ilmiah, jika tidak melibatkan sudut pandang dan pengalaman dari mereka yang pernah didaulat sebagai pemimpin tertinggi negara.
Dari sejak berkumandangnya usulan The Presidents Club yang berpijak pada prinsip “mengajak semua pihak duduk satu meja membangun bangsa” saja sudah menunjukkan keseriusan dan komitmen Prabowo – Gibran untuk melihat dari segala jenis kacamata (helicopter view).
Bisa saja bentuk wadahnya tetap dibiarkan non formal (komunitas tingkat tinggi), maupun direalisasikan dalam Wantimpres.
Namun ketika dilembagakan menjadi Lembaga Negara jelas lebih formal dan lebih terlegitimasi.
Seandainya ada yang mengkritik transformasi Wantimpres menjadi DPA sebagai cara Jokowi tetap berkuasa, rasanya kurang masuk akal dan akan sekedar menjadi wacana jangka pendek yang tidak populis.
Sebab, transformasi Wantimpres menjadi DPA, akan menempatkan Megawati, SBY, dan Jokowi bersama-sama duduk di kekuasaan.
Bahkan bukan tidak mungkin para mantan Wakil Presiden RI yang masih hidup, mulai dari Try Soetrisno, Hamzah Haz, Jusuf Kalla, Boediono, dan Maruf Amin juga ikut bergabung dalam DPA.
Itulah mengapa usulan Revisi UU Wantimpres agar bisa bertransformasi menjadi DPA untuk melegitimasi The Presidents Club disetujui seluruh parpol di DPR RI.
Sebab, jika nantinya DPA menempatkan Try Soetrisno, Megawati, Hamzah Haz, SBY, Jusuf Kalla, Boediono, Jokowi, dan Maruf Amin ke dalamnya, bukankah itu kurang lebih mencerminkan seluruh kekuatan / parpol yang ada di Indonesia.
Artinya, postulat transformasi Wantimpres menjadi DPA untuk memberikan kembali kekuasaan, lebih tepat dikatakan untuk memberi penghormatan agar 8 nama Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden yang masih hidup dapat tetap berkontribusi dalam membangun bangsa secara jangka panjang.
Dengan bekal pengalaman panjang mereka melihat dari kursi tertinggi negara ini selama 30 tahun terakhir, sejak Try Soetrisno menjabat Wakil Presiden ke-6 pada tahun 1993.
Jika pada umumnya rezim sebuah kubu politik pasca reformasi di Indonesia lebih mengandalkan masukan dari pengalaman figur-figur dalam gerbongnya sendiri, sehingga tidak memenuhi kriteria komprehensif, maka realisasi The Presidents Club dalam wujud DPA yang akan mewadahi 8 Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden selama 3 dekade terakhir, otomatis akan menjadi modal kuat pemerintahan Prabowo - Gibran melihat dari kacamata yang jauh lebih menyeluruh dalam mencari solusi masalah bangsa.
Dengan adanya DPA, pemerintahan Prabowo - Gibran akan memiliki karakteristik yang berbeda dari biasanya, serta akan lebih mampu berbicara dalam kacamata jangka panjang.
Sebab, suka atau tidak suka dan terlepas dari pro kontra stigma yang lekat dengan Orde Baru, pada faktanya, Era Reformasi 1998 s/d 2024 belum pernah membuat Indonesia memiliki Roadmap Jangka Panjang (20 tahunan).
Selama era Reformasi, setiap warisan rezim suatu gerbong politik yang berkuasa, akan selalu digulung oleh kebangkitan gerbong politik lainnya, sehingga ada satu kenyataan pahit yang harus ditelan semua pihak, yakni : Orde Baru adalah satu-satunya Rezim Pemerintahan di Indonesia yang pernah memiliki Roadmap Jangka Panjang.
Terlepas dari sisi negatif Orde Baru, jangan lupa bahwa 27 tahun rezim Orde Baru (1971 s/d 1998) juga memiliki sisi positif dan capaian yang belum mampu diraih oleh 26 tahun rezim Reformasi (1998 s/d 2024), sehingga tidak tepat mengkritisi reaktivasi DPA sebagai bentuk kebangkitan sisi negatif Orde Baru.
Dari sejak Jokowi mulai meletakkan batu pertama untuk memulai penyusunan Roadmap Jangka Panjang, kemudian Prabowo mengusulkan The Presidents Club untuk mendudukkan seluruh pengalaman para mantan presiden dan wakil presiden yang masih hidup, hingga DPR segera melegitimasi transformasi Wantimpres menjadi DPA untuk menjadi wadah resmi The Presidents Club, sudah terlihat bahwa visi misinya adalah untuk menyiapkan jalan bagi Roadmap Jangka Panjang.
Maka benarlah jika kita ucapkan begini, Prabowo - Gibran hendak mewujudkan Roadmap Jangka Panjang 20 Tahunan seperti era Orde Baru. Dan tidak ada yang salah dengan ini.
Kalau kata orang bijak, yang bagus dipertahankan dan dilaksanakan, yang kurang bagus ditelaah dan diperbaiki atau dicari solusi lain dan baru.
Sederhananya, jika terlalu sibuk saling menyalahkan dan mencari-cari kesalahan, tidak akan menyelesaikan masalah apa pun. Re-Unite adalah solusinya, tanpa lagi melihat embel-embel basi stigma negatif Orde Baru.
Lagipula, kalau terlalu sibuk mengangkat kembali stigma Orde Baru untuk dilabeli kepada pemerintahan Prabowo - Gibran, kemudian pemerintahan Prabowo - Gibran sukses gemilang, bukankah akan membuat stigma Orde Baru menjadi stigma positif di masa mendatang?
Enak jamanku tho?






loudspeake dan 4 lainnya memberi reputasi
5
11.1K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan