- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Kenyataan Pahit, Rakyat Palestina Merasa Dunia Tinggalkan Gaza


TS
4574587568
Kenyataan Pahit, Rakyat Palestina Merasa Dunia Tinggalkan Gaza

GAZA - Kenyataan pahit bagi rakyat Palestina di Gaza adalah mereka merasa sendirian, terkepung, dikepung, dan ditinggalkan, bahkan oleh mereka yang seharusnya menjadi saudara. Pembantaian biadab oleh Israel selama hampir sembilan bulan telah merenggut nyawa lebih dari 37.000 warga Palestina, banyak di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Para korban tewas termasuk dokter dan perawat yang bertugas di rumah sakit, mahasiswa, dan orang-orang yang melakukan pekerjaan rumah tangga.
Seluruh keluarga telah dibantai di siang bolong, di tengah penghancuran sistematis Israel terhadap ribuan rumah di Gaza. Lebih dari 11.000 orang lainnya hilang, diyakini telah meninggal dan terkubur di bawah reruntuhan. Namun, Amerika Serikat (AS) masih menyalahkan warga Palestina, sambil mengkritik pengadilan internasional (ICJ dan ICC) karena mencoba meminta pertanggungjawaban Israel atas genosida yang sedang berlangsung.
Warga Palestina telah ditinggalkan sendirian untuk membela diri terhadap serangan negara penjajah yang didukung oleh militer terkuat di dunia. AS telah memasok Israel dengan persenjataan bernilai miliaran dolar, termasuk bom dan jet tempur, untuk memperpanjang genosida di Gaza. Sementara itu, tragedi kemanusiaan di Gaza telah mencapai tingkat yang tak terbayangkan. Beberapa rumah sakit yang tersisa berjuang untuk mengatasi masuknya warga sipil yang terluka. “Rezim negara-negara Arab tidak melakukan apa pun selain mengeluarkan pernyataan kutukan yang malu-malu, sambil menjadi penengah antara penindas dan yang tertindas,” ungkap Dr Haidar Eid, Associate Professor di Departemen Sastra Inggris, Universitas Al-Aqsa, Jalur Gaza, Palestina. Dr Haidar Eid menambahkan,
“Memang, rezim Arab telah mengecewakan warga Palestina sejak 1948, melalui kombinasi antara kepengecutan dan kemunafikan. Mereka telah gagal mengakhiri pengepungan Israel selama 17 tahun di Gaza, atau bahkan gagal menawarkan solidaritas yang berarti dengan rakyat Palestina, yang menjadi sasaran serangan militer brutal Israel.”
Ribuan mayat wanita dan anak-anak gagal meyakinkan mereka tentang perlunya bertindak. Warga Palestina telah menyadari bahwa mereka hanya memiliki satu pilihan yang dapat dipertahankan: kekuatan rakyat, yang merupakan satu-satunya kekuatan yang mampu mengatasi asimetri kekuasaan yang sangat besar dalam konflik Palestina-Israel. Selama 17 tahun terakhir, dua pilihan bagi warga Palestina di Gaza adalah mati perlahan di tengah blokade Israel yang menyesakkan, atau berjuang demi martabat mereka sendiri dan martabat generasi mendatang. “Banyak yang memilih untuk berjuang, meninggalkan tahun-tahun penipuan diri sendiri yang menggambarkan ketundukan kepada penjajah sebagai kenyataan yang sudah pasti,” ungkap dia. Dr Haidar Eid menjelaskan, “Dalam konteks ini, inisiatif gencatan senjata yang diusulkan tidak memperhitungkan tujuan Israel dalam perang Gaza: melenyapkan sebanyak mungkin warga Palestina dengan menargetkan rumah dan infrastruktur sipil, dan menyingkirkan sumber potensial perlawanan terhadap pendudukan Israel di kamp pemusnahan terbuka yang kita kenal sebagai Gaza.”
Akar Penyebab
Sebaliknya, inisiatif yang telah diajukan menyamakan perlawanan Palestina dengan rezim Israel yang melakukan penindasan sistematis, apartheid, dan kolonialisme pemukim.
“Tampaknya dunia mengharapkan warga Palestina untuk menerima kematian mereka yang lambat tanpa bentuk pemberontakan apa pun. Namun, warga Palestina, di Gaza dan di tempat lain, tidak akan menurutinya,” papar dia. Setiap perjanjian yang tidak mengarah pada gencatan senjata segera, pencabutan blokade Israel yang menghancurkan, dan pembukaan kembali permanen semua penyeberangan perbatasan dengan cara yang memungkinkan masuknya bahan bakar, obat-obatan, dan barang-barang pokok lainnya, tidak akan diterima oleh rakyat Gaza. Kesepakatan itu juga harus mengatur penarikan pasukan Israel tanpa penundaan. Perang saat ini tidak dapat dilihat secara terpisah dari akar penyebab situasi di Gaza: usaha kolonial-pemukim Israel, pendudukan, apartheid, dan pembersihan etnis.
“Konflik ini harus ditempatkan dalam tuntutan kita atas hak Palestina untuk kembali ke tanah tempat ratusan ribu orang diusir pada tahun 1948. Dua pertiga penduduk Gaza adalah pengungsi yang memiliki hak ini berdasarkan hukum internasional,” tegas Dr Haidar Eid.
sumber
0
497
27


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan