- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mahkamah Rakyat Bacakan Putusan Nawadosa Jokowi ke Kursi Kosong


TS
mabdulkarim
Mahkamah Rakyat Bacakan Putusan Nawadosa Jokowi ke Kursi Kosong

Depok, Jawa Barat, Selasa 25 Juni 2024. Sidang berisikan agenda menggugat Presiden Joko Widodo alias Jokowi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintahannya. Dalam gugatan tersebut, Mahkamah Rakyat Luar Biasa menyebutkan bakal mengadili sembilan dosa atau "Nawadosa" rezim Jokowi selama sepuluh tahun menjabat. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - People’s Tribunal atau Pengadilan Rakyat yang disebut sebagai Mahkamah Rakyat Luar Biasa membacakan putusan atas gugatan “Nawadosa” rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi ke kursi kosong pada Selasa, 25 Juni 2024. Digelar di aula Wisma Makara Universitas Indonesia atau UI, Depok, Jawa Barat, sidang dimulai pada pukul 10.30 WIB dan baru tuntas sekitar pukul 20.00 WIB.
Kursi dengan papan nama “Tergugat” itu seharusnya diduduki Jokowi atau perwakilannya, namun kosong karena tak hadir sekalipun telah diundang. Kursi kosong berwarna putih itu terletak di sisi kiri majelis hakim yang bertugas memimpin sidang. Di seberang ruangan, ada kursi tempat para penggugat duduk.
Di sekitar kursi yang seharusnya diduduki Jokowi itu, terdapat sejumlah figur orang-orangan yang terbuat dari papan kayu. Di antaranya terdapat sosok Munir Said Thalib, Marsinah, Wiji Thukul, Filep Karma, Salim Kancil, hingga Immawan Randy dan Yusuf Kardawi yang wafat saat berdemonstrasi di Kendari, Sulawesi Tenggara pada 2019 lalu.
Figur-figur itu disebut menggambarkan beberapa korban kekerasan oleh negara yang hingga saat ini belum mendapatkan keadilan. Sosok-sosok tersebut berdiri menghadap kursi kosong Jokowi.
Gugatan yang diadili dalam sidang disebut sebagai sembilan dosa atau "Nawadosa" rezim Jokowi. Di antaranya soal perampasan ruang hidup, persekusi, korupsi, militerisme dan militerisasi, komersialisasi pendidikan, kejahatan kemanusiaan dan impunitas, eksploitasi sumber daya alam, sistem kerja yang memiskinkan, serta pembajakan legislasi.
Putusan sidang dibacakan hari itu juga oleh Hakim Ketua Asfinawati. Sebelum membacakan putusan, Asfinawati sempat menyinggung sumpah presiden Republik Indonesia yang dilakukan Jokowi sebelum menjabat.
Sumpah tersebut berbunyi, “Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Asfinawati mengatakan persidangan Mahkamah Rakyat Luar Biasa menunjukkan tak ada keraguan bahwa sumpah tersebut telah dilanggar Jokowi. “Secara umum, kami juga memberikan putusan sebagai berikut. Satu, tergugat terbukti menyebabkan adanya pelanggaran HAM lintas generasi,” ucap Asfinawati saat membacakan putusan.
Kedua, Asfinawati berujar Majelis Hakim memutuskan bahwa Presiden Jokowi terbukti memundurkan demokrasi. Antara lain mengembalikan dwifungsi TNI-Polri, melemahkan lembaga dan gerakan pemberantasan korupsi, serta memberlakukan kembali konsep domein verklaaring dari masa kolonial. Konsep itu berarti tanah yang tidak bisa dibuktikkan kepemilkannya dengan surat, otomatis akan menjadi tanah negara.
“Ketiga, tergugat gagal memenuhi sumpah dan kewajiban Presiden Republik Indonesia,” ucap Asfinawati. Serta keempat, bahwa Presiden Jokowi terbukti melakukan setidak-tidaknya pengkhianatan terhadap cita-cita kemerdekaan dan pendirian negara yang ada dalam pembukaan UUD 45, korupsi dalam arti luas atau terbukti melakukan perbuatan tercela.
Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa Edy Kurniawan mengatakan panitia sidang telah melayangkan panggilan kepada Jokowi untuk hadir di pengadilan rakyat tersebut. Surat pemanggilan itu, kata Edy, telah disampaikan secara langsung ke Kantor Sekretariat Negara dan secara daring ke media sosial milik pemerintah.
Namun, Presiden Jokowi sebagai tergugat tidak memenuhi panggilan Mahkamah Rakyat Luar Biasa hingga putusan dibacakan. Baik Jokowi maupun pemerintah tidak mengirimkan wakilnya untuk datang di tengah-tengah sidang rakyat kali ini.
Menanggapi sidang Mahkamah Rakyat, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan pemerintah terbuka menerima kritik maupun dukungan terhadap jalannya pemerintahan.
"Kritik merupakan hal yang lazim dalam negara demokrasi. Kritik dapat menjadi masukan yang konstruktif untuk memperbaiki semua bidang pemerintahan," kata Ari melalui pesan singkat kepada Tempo pada Selasa, 25 Juni 2024.
https://nasional.tempo.co/read/18840...e-kursi-kosong
PDIP Apresiasi Mahkamah Rakyat Luar Biasa Adili Nawadosa Jokowi
"PDIP mengapresiasi Mahkamah Rakyat yang lantang dan berani menyampaikan kritiknya terhadap kinerja pemerintahan."
KBR, Jakarta - PDI Perjuangan menilai apa yang disuarakan Mahkamah Rakyat Luar Biasa terkait maraknya aksi kriminalisasi dan pembungkaman sangat menggambarkan situasi demokrasi Indonesia saat ini.
Juru bicara PDI Perjuangan Chico Hakim mengatakan pihaknya mengapresiasi Mahkamah Rakyat yang lantang dan berani menyampaikan kritiknya terhadap kinerja pemerintahan.
Menurutnya, tidak ada yang salah jika masyarakat mengkritik pemerintah untuk melakukan hal-hal yang terbaik bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Dia juga turut menyayangkan banyaknya hak-hak masyarakat yang telah direnggut secara tidak langsung oleh pemerintah.
"Kami menilai apa yang disampaikan Mahkamah Rakyat ini tidaklah salah. Apalagi yang terkait dengan upaya pembungkam terhadap anak-anak bangsa yang bersikap dan bersuara kritis dalam menyikapi perilaku dari orang-orang yang duduk dalam kekuasaan maupun aparat. Hari ini demokrasi kita tidak sedang baik-baik saja, kita harus mengaku itu. Banyak hukum yang di akali dengan hukum itu sendiri. Bahkan hukum maupun aparat hukum itu sendiri bukan lagi menjadi tempat untuk mencari keadilan," ujar Chico kepada KBR, Selasa (25/6/2024).
Juru bicara PDIP Chico Hakim mengatakan seharusnya pemerintah tidak membentengi diri dan melakukan tindakan secara semena-mena. Sebab ia menyebut Indonesia adalah negara demokrasi.
Mahkamah Rakyat Luar Biasa menggelar sidang meminta pertanggung jawaban dari Presiden Joko Widodo atas sejumlah pelanggaran hak-hak rakyat dan pelanggaran konstitusi.
Dalam sidang, aktivis HAM Fatia Maulidiyanti menilai praktik kriminalisasi dan pembungkaman terhadap masyarakat kian masif dan sulit dibendung pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Fatia menyebut praktik pembungkaman seringkali menyasar para aktivis, pengacara, peneliti, jurnalis dan pengguna media sosial biasa.
Fatia mengatakan upaya kriminalisasi dan pembungkaman dilakukan pemerintah hanya untuk memuluskan kepentingan tertentu. Seperti pada saat penuntutan penyelesaian Hak Asasi Manusia (HAM), Proyek Strategi Nasional (PSN), hingga Pilpres dan Pilkada 2024.
Menurut Fatia, yang dijadikan dasar pemerintah untuk menjerat adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Berdasarkan catatan KontraS, sebanyak 967 orang ditangkap akibat menyuarakan haknya di ruang publik. Data itu diperoleh dalam periode Januari 2022 hingga Juni 2023 dengan total 183 kasus terkait pelanggaran hak kebebasan berpendapat.
https://kbr.id/berita/nasional/pdip-...awadosa-jokowi
Filep Karma perasaan meninggal karena menyelam, bukan penculikan atau pembunuhan. Ngapa aktivis kemerdekaan Papua dibawa-bawa juga? Apa simbol perlawanan Papua juga atas rezim Jokowi

0
480
39


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan