Gaya hidup anak muda masa kini, atau sering disebut sebagai generasi milenial dan Gen Z, mengalami perubahan signifikan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Faktor teknologi, globalisasi, dan perubahan sosial mempengaruhi bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari-hari. Perubahan ini tidak hanya memengaruhi aspek personal, tetapi juga memiliki dampak besar pada prospek pekerjaan dan karir mereka di masa depan.
Beberapa waktu yang lalu viral di salah satu sosial media pernyataan dari salah satu seleb TikTok yang mengatakan bahwa Gen Z adalah generasi yang malas. Pernyataan ini memicu banyak diskusi dan perdebatan di berbagai kalangan. Banyak orang berpendapat bahwa pernyataan ini tidak adil dan tidak akurat. Sementara itu, sebagian lainnya mungkin merasakan adanya benang merah dengan persepsi mereka tentang pola perilaku generasi ini.
Untuk memahami lebih dalam, penting untuk melihat dari berbagai perspektif mengapa label "malas" seringkali ditempelkan pada Gen Z dan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Spoiler for 1. Perbedaan Nilai:
Gen Z sering kali lebih menekankan pada keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi daripada generasi sebelumnya. Mereka tidak menganggap kerja keras tanpa henti sebagai satu-satunya jalan menuju kesuksesan. Sebaliknya, mereka menghargai waktu untuk diri sendiri, keluarga, dan hobi, dan mereka cenderung mencari pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas.
Disamping itu, alih-alih hanya mengejar gaji besar, banyak dari mereka mencari pekerjaan yang menawarkan makna dan kontribusi sosial. Gen Z lebih tertarik pada perusahaan yang misi dan nilai-nilainya sejalan dengan mereka, dan yang memberikan dampak positif pada masyarakat atau lingkungan.
Spoiler for 2. Teknologi sebagai "game changer":
Gen Z dikenal sebagai generasi yang mahir teknologi. Mereka terbiasa dengan penggunaan teknologi untuk menyederhanakan tugas dan meningkatkan efisiensi. Ini sering kali disalahartikan sebagai kemalasan oleh generasi yang kurang familiar dengan teknologi tersebut, yang mungkin melihat penggunaan alat-alat canggih sebagai bentuk menghindari kerja keras.
Mereka lebih memilih untuk bekerja cerdas dengan memanfaatkan alat digital dan otomasi untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dan efektif. Ini adalah pendekatan yang berbeda dari etos kerja tradisional yang lebih menekankan pada jumlah waktu yang dihabiskan daripada hasil yang dicapai.
Spoiler for 3. Tantangan Ekonomi dan Pasar Kerja:
Gen Z tumbuh dalam era ketidakstabilan ekonomi, termasuk krisis finansial global dan pandemi COVID-19. Ini memengaruhi pandangan mereka terhadap pekerjaan dan karir, mendorong mereka untuk mencari stabilitas dalam bentuk yang berbeda, seperti pekerjaan paruh waktu atau freelance, yang mungkin tampak kurang stabil namun memberikan fleksibilitas yang mereka hargai.
Selain itu, pasar kerja yang terus berubah dan semakin berfokus pada keterampilan digital dan inovasi mendorong Gen Z untuk mengejar pendidikan dan pengembangan diri secara mandiri. Mereka cenderung lebih fleksibel dan siap beradaptasi dengan berbagai jalur karir yang tidak konvensional.
Spoiler for 4. Keberanian dalam Menerima Perubahan:
Banyak dari Gen Z yang memilih untuk menjadi wirausahawan atau content creator, memanfaatkan platform digital untuk menciptakan dan memonetisasi konten. Ini mencerminkan kemandirian dan inovasi, namun sering kali dilihat sebagai kurangnya komitmen terhadap pekerjaan tradisional.
Gen Z juga merasa lebih nyaman dengan adanya gig economy, di mana mereka dapat bekerja pada proyek-proyek jangka pendek atau sebagai freelancer. Ini memberikan mereka kebebasan untuk mengejar minat mereka sambil tetap mempertahankan aliran pendapatan.
Quote:
Pandangan TS:
Bagaimanapun pandangan generasi-generasi sebelumnya kepada Gen Z, tetap saja Gen Z adalah pilar penting keberlanjutan Indonesia untuk menjadi negara maju.
Label "generasi yang malas" yang sering kali dilekatkan pada Gen Z adalah hasil dari kesalahpahaman tentang nilai-nilai dan pendekatan mereka terhadap kehidupan dan pekerjaan. Sebenarnya, Gen Z adalah generasi yang adaptif, kreatif, dan sangat menghargai keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Mereka memanfaatkan teknologi dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mencari makna yang lebih dalam dalam pekerjaan mereka.
Untuk memaksimalkan potensi Gen Z, perusahaan dan masyarakat perlu mengakui dan menghargai perbedaan ini, serta beradaptasi dengan cara kerja dan nilai-nilai baru yang mereka bawa. Dengan begitu, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif, inovatif, dan fleksibel, yang tidak hanya memenuhi kebutuhan generasi ini tetapi juga mendorong perkembangan dan kesuksesan jangka panjang.
Sumber:
McKinsey & Company. (2022). How millennials and Gen Z are reshaping the future of work.
Forbes. (2023). The Rise Of The Gig Economy: A New Era Of Work.
Harvard Business Review. (2020). Understanding Gen Z: How the next generation is shaping the future of work.