mnotorious19150Avatar border
TS
mnotorious19150
“Kalau Dulu, Lebih Bagus Sopir Angkot daripada PNS”


JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Pejaten Timur bernama Hasan Basri (55) mengungkapkan salah satu alasannya mengambil pekerjaan sebagai sopir angkot sewaktu dia pertama kali tiba di Jakarta pada 1989.

Terlepas mengikuti jejak temannya, pria asal Bukittinggi, Sumatera Barat, itu mengingat perkataan orangtuanya mengenai pekerjaan.

“(Alasan utama merantau) bukan (karena pengin jadi) sopir angkot, saya pengin cari pekerjaan saja. Karena enggak dapat pekerjaan lain juga. Kita enggak ada pendidikan, cuma SMP,” kata Hasan saat ditemui Kompas.com di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2024).

“(Tapi) Kalau kata orang dulu, paling bagus itu wiraswasta daripada PNS, sama lebih bagus sopir angkot. Dulu, kalau enggak salah, gaji PNS itu Rp 60.000 per bulan, kalau enggak salah. Jadi, masih kalah sama kita,” lanjut dia.

Hasan kemudian mengingat waktu dia pertama kali menjadi sopir angkot M16 rute Pasar Minggu-Kampung Melayu pada 1994.

“Kalau zaman dulu, sampai zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), itu masih enak sopir angkot. Waktu zaman SBY, kami masih bisa mengantongi Rp 100.000 per hari, itu bersih,” sambung dia.

Oleh karena itu, kata Hasan, di masa kejayaan angkot dan metromini, pekerjaan sopir menjadi rebutan.

Namun, zaman telah berubah. Persaingan antartransportasi umum semakin ketat. Tak jarang, Hasan hanya bisa mengeluh karena biaya hidup yang lebih besar daripada pendapatannya.

“Sejak zaman Jokowi, pendapatan angkot benar-benar menurun. Kita punya keluarga, istri bantuin (kerja) juga. Kalau enggak, kita malah diusir pemilik kontrakan,” ungkap Hasan.

“Sehari dapat Rp Rp 40.000, Rp 50.000, Rp 70.000. Nah, biaya makan gadang (besar) sekarang, gede biaya kehidupan. Jadi enggak imbang. Ibaratnya, enggak cocok. Kalau keluarga enggak dibantu sama istri, bakalan sengsara,” ujar Hasan.

Hasan memastikan, semua para sopir angkot di Jakarta juga merasakan hal serupa. Ia menantang Kompas.com untuk bertanya kepada sopir angkot yang lain.

“Susah, cari setoran saja terkadang mengutang. Besok baru dapat duit, tombok lagi. Enggak dapat duit (pendapatan), pakai duit setoran (buat biaya sehari-hari). Besoknya kita cicil Rp 10.000 per hari, terus gitu,” ungkap dia.

Hasan mengungkapkan, istrinya bekerja sebagai pengamen berkostum badut. Sehari-hari, istri bekerja bersama anak bungsunya yang masih berusia tiga tahun.

“Dia (istri) sudah melamar jadi tukang cuci, dan lain-lain. Tapi sudah penuh semua. Dia dulu Go Clean, karena melahirkan, enggak bisa lagi waktu itu. Sekarang melamar jadi pembantu rumah tangga, enggak diterima,” kata Hasan.

Hanya saja, dia tetap bersyukur kepada Sang Pencipta. Hasan juga tidak menyangka bisa bertahan dengan kerasnya Ibu Kota sampai saat ini.

kompas.com
dexvils
kakekane.cell
kakekane.cell dan dexvils memberi reputasi
2
556
29
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan