- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Ordo (1300 AD) : Perkumpulan Rahasia


TS
Linecore
Ordo (1300 AD) : Perkumpulan Rahasia
Order 1300 AD : Secret Society

codex regius
Gw share 1 bab sebagai contoh, latihan, atau template. Apa saja yang bisa ditulis dalam 1 Bab. Terdiri dari 2 bahasa indonesian-english jumlah total 22 halaman. Bahasa indonesia saja 1 bab jumlah total 11 halaman (2000 kata kurang).
Ini bagian tulisan gw yang lama yang di reworks. Seperti What ifjika keadaan yang dijalani tokohnya tidak 100% sama seperti tulisan gw dulu. Tokoh-tokohnya masih tetap sama yang dahulu baca familiar.
- - - - - -
BAB 1
Spoiler for Halaman 1-2:

Spoiler for Halaman 3-4:

Spoiler for Halaman 5-6:

Spoiler for Halaman 7-8:

Spoiler for Halaman 9-10:

Spoiler for Halaman 11-12:

Spoiler for Halaman 13-14:

Spoiler for Halaman 15-16:

Spoiler for Halaman 17-18:

Spoiler for Halaman 19-20:

Spoiler for Halaman 21-22:

Bab 1 bahasa Indonesia Hlm 1-22
Quote:
Sayap Malaikat yang terbuka begitu indah, menggambarkan sosok Malaikat Allah yang menghunuskan sabre melawan kejahatan. Pemandangan itu yang dilihat banyak orang di galeri seni ini yang sedang memandang ke arah karya kopian dari Maha Karya St. Michael oleh Anton von Verschaffelt. Menjadi pusat perhatian pengunjung, patung ini juga menjadi perhatian dari lelaki muda itu yang mengenakan jaket hitam panjang melebihi lututnya dan memiliki tudung kepala yang tersibak di punggungnya.
Sa’id Ibrahim adalah namanya. Ia adalah pemuda keturunan Palestina yang kini tinggal menetap di Florence, Italia. Rambutnya hitam ikal agak gondrong, kedua matanya berwarna biru safir. Kulitnya putih terlihat agak pucat. Dikenakan olehnya kemeja putih lengan panjang formal di badannya, yang dibalut jaket hitam panjang selutut dari bahan katun tebal yang memiliki ekstensi tudung kepala pada bagian leher. Celana ia gunakan celana kargo hitam serta sepatu boots hitam militer. Kedua telapak tangannya dibalut sarung tangan kulit hitam.
“Santo Michael, Malaikat Agung yang telah mengalahkan Iblis dan menjatuhkannya bersama 1/3 bintang di langit,” ujar suara pelan seorang wanita di sampingnya. Ibrahim melirik ke arah suara, melihat seorang wanita muda yang memiliki rambut panjang hitam sedikit bergelombang sedang menatap patung Michael sama sepertinya, “namaku Miriam Magdalena, aku yang diminta Paus Vatikan untuk menemuimu, tuan Ibrahim."
Para pengunjung galeri seni itu diabaikan olehnya. Lalu-lalang orangnya ataupun yang sedang diam memandangi karya seni. Kedua mata pemuda itu hanya fokus pada wanita di sampingnya ini yang mengenakan gaun hitam. Dia tidak mengenakan coif sebagaimana biarawati, dia seperti wanita biasa yang cantik dengan rambut terurai berpakaian mewah elegan dengan model belahan dada rendah, sehingga belahan payudaranya terlihat di bawah kalung rosary perak yang melingkar di sekitar lehernya.
Selalu ada kisah tentang benda suci dan relik, seperti tombak longinus dan kain turin Yesus, itu adalah apa yang menjadi perhatian Tahta Suci Vatikan. Namun ini, seorang wanita, adalah permintaan langsung dari Paus Vatikan sendiri kepada Ibrahim. Permintaan langsung melalui surat yang distempel lilin merah bercap, bahkan Grandmaster Ordo sendiri tidak bisa menolak permintaan itu.
Pengusiran setan adalah permintaan khusus yang membutuhkan izin langsung dari Vatikan. Ibrahim menduga ini adalah masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh pastor. Ketika Ordo turun tangan, maka itu seperti sebarisan pembunuh diturunkan untuk membereskan masalah di balik layar. Lalu wanita ini, Ibrahim tidak tahu mengapa paus mengirimnya dan tugas dirinya adalah untuk melindungi wanita ini. Ibrahim tidak pernah menginginkan untuk kembali ke lapangan lagi, sejak insiden terdahulu dia lebih suka untuk hidup menyendiri.
Mereka berdua melangkah berjalan keluar dari gedung galleri. Langkah sepatu boots Ibrahim yang berjalan duluan terdengar beriringan dengan suara hak sepatu hitam yang dikenakan Miriam. Dibalik gaun hitamnya, jenjang kakinya terbalut stocking hitam terikat garter belt. Setiap gerakan tubuhnya, kedua payudaranya bergoyang pelan indah yang mengisyaratkan ia tidak mengenakan bra. Tidak ada percakapan di antara mereka hingga akhirnya keduanya tiba di teras jalanan luar yang membelah dua bagian gedung di kiri-kanannya. Galeri ini adalah Galeri Uffizi.
“Tidak banyak bicara ya?”, tegur Miriam pada Ibrahim. Pria itu tidak menggubris dan hanya membuka pintu depan kemudi BMW M4, lalu melirik Miriam agar masuk juga ke dalam mobil sedannya. Wanita yang terlihat agak kesal itu beranjak dari sampingnya berjalan memutar lalu membuka pintu di samping kemudi. Dia tidak ingin duduk di belakang seperti penumpang. Mereka berdua lalu mengencangkan sabuk pengamannya sebelum akhirnya mesin mobil dinyalakan. “Bismillah,” ucap Ibrahim, lalu menjalankan mobil BMW hitam itu keluar dari wilayah Galeri Uffizi.
Mobil yang diisi dua orang yang dikirim vatikan itu bergerak melewati jalan beraspal berbelok di area Tuscany. Tidak banyak mobil yang lewat, jalanan terlihat lega dengan pemandangan indah di arah kiri dan kanannya; memperlihatkan pegunungan dari kejauhan, padang hijau yang luas juga deretan pohon indah. Miriam di dalam mobil membaca berkas file di map cokelat melihat tulisan data yang disunting hitam dengan spidol. Dia berusaha mengerti info apa yang diberikan walaupun informasinya dirahasiakan. Ada beberapa gambar foto juga yang tersedia seperti luka di kedua telapak tangan yang terus mengeluarkan darah hingga membusuk, begitu juga luka pada kedua tempurung kaki. Seperti fenomena Stigmata.
“Jika dalam kepercayaan penganut katolik ini adalah keajaiban. Merasakan apa yang dirasakan Yesus di Kayu Salib. Akan tetapi vatikan tetap ingin memeriksa apakah ini benar-benar keajaiban yang memperkokoh iman korbannya atau ini semua adalah pekerjaan setan,” bicara pelan Miriam ingin Ibrahim mendengar.
“Itu adalah pekerjaan manusia,” potong Ibrahim membuat Miriam melirik ke arahnya yang sedang mengemudikan mobilnya pada kecepatan 50km/jam. “Jauh di masa lalu sekitar tahun 1980, ada fenomena seperti ini dan itu adalah kasus supernatural. Lukanya pulih dan korbannya dianggap sebagai santa oleh masyarakat sekitar. Dipercaya bisa menyembuhkan, dipercaya diberkati Tuhan. Lalu ia kemudian berakhir dibunuh dengan cara dimutilasi. Pada era 2000 kasus seperti ini muncul kembali yang beritanya diredam vatikan, ketika diselidiki itu adalah luka yang dibuat oleh manusia. Seperti penyiksaan, lukanya adalah nyata namun kisah yang disebarkan itu fiktif. Itu mengapa Ordo ikut campur dalam masalah ini.”
“Karena ini tentang manusia?” tanya Miriam penasaran.
“Jika berkaitan dengan manusia yang bersinggungan dengan pembunuhan atas nama kepercayaan dibalut spiritual ataupun setan, itu menjadi pekerjaan kami,” tegas Ibrahim.
Bagasi belakang mobil BMW M4 itu terbuka. Miriam yang juga telah keluar dari mobil melihat Ibrahim sedang sibuk dengan benda yang ada di bagasi belakang mobil. Dia melihat ke sekelilingnya tidak mengenal tempat ini; sekelilingnya adalah wilayah bangunan kosong terbengkalai di wilayah luar kota. Seperti wilayah kumuh. Miriam menyilangkan kedua tangannya itu di dadanya, mengamati tempat ini yang terlihat sepi walaupun ada gelandangan sedang tidur di ujung jalan diselimuti kardus untuk melindunginya dari hujan. Lagi sudah mulai gelap, tidak ada matahari dan sepertinya akan turun hujan.
Ibrahim mengenakan holster di ketiaknya. Tali holster yang ada pada dadanya ia pasangkan buckle-nya, sehingga holster yang ia kenakan seperti tas pada ketiak-punggungnya, terikat kuat menekan kemeja putih serta jaket hitam panjangnya yang di bawah lutut. Diambilnya satu pistol Beretta 92 berwarna hitam, lalu ia simpan pada holster ikat pinggang di belakang pinggangnya. Miriam melihat itu. Apakah harus membawa senjata api? ujarnya dalam hati namun tidak mengeluarkan suaranya untuk bertanya. Ibrahim lalu juga mengambil arming sword(pedang satu tangan) dengan bentuk seperti salib perak, ini adalah pedang yang biasa digunakan di era perang salib oleh para crusader. Pemuda Palestina itu menyimpan pedang itu di belakang punggungnya masuk ke dalam sarung holster berbentuk persegi panjang strap dari bahan kulit.
“Urusan exorcisme aku serahkan padamu, Miriam,” seru Ibrahim. Wanita itu mengerti dan mengambil senter hitam yang disodorkan kepadanya oleh Ibrahim. “Kamu tidak memberiku senjata?” tanya Miriam. Diberikan pistol Beretta PX4 kaliber 9mm yang mudah dioperasikan, berukuran compact mudah juga masalah recoil dan berat senjatanya. Senjata ini biasa digunakan sebagai pertahanan diri. “Jika ingin menembak, buka dulu safety slide-nya. Tembak hanya untuk melindungi dirimu. Selebihnya aku yang akan menjagamu,” ucap Ibrahim memberikan itu ke genggaman tangan wanita gereja. “Merci (Terima kasih),” jawab Miriam.
Ibrahim menyalakan senter L yang terpasang pada dada atas holster kirinya. Cahaya putih led itu menerangi lantai pertama dari pintu depan. Gedung ini adalah gedung rusun setinggi lima lantai. Terdapat barisan ruangan kamar di lantai satu yang terbengkalai juga tangga L menuju ke lantai atas. Kondisi bangunannya tidak terawat, dindingnya retak dan catnya terkelupas. Tidak ada cahaya selain dari senter pada Ibrahim dan juga Miriam. “Ini alamat yang diucapkan gadis itu. Kita hanya perlu menuju ke nomor ruangan yang disebutkan,” Ibrahim berjalan pelan masuk sambil memegang pistol Beretta 92 dalam posisi membidik siap. Miriam mengikutinya berjarak 2 langkah di belakang, ia merasakan udara di dalam gedung ini dingin. Rasa dinginnya merasuk. “Kerasukan oleh korban dan meminta keadilan, ini jarang terjadi namun pernah terjadi,” ujar Miriam.
“Itu mengapa vatikan khawatir, karena apakah benar ini adalah roh korban yang meminta tolong karena tragedi ataukah tipu daya setan yang ingin kita sampai di tempat ini?” sahut Ibrahim mulai menaiki tangga sambil membidikkan pistolnya ke arah atas, memastikan tidak ada apapun yang muncul, dan mungkin menyerang mereka.
Di lantai dua mereka berdua melihat lilin menyala di atas lantai di ujung lorong. Jika ingin melanjutkan ke lantai atas, mereka tinggal melanjutkan saja menaiki tangga, tetapi nyala lilin itu, serta jejak darah pada tembok mengusik pikiran Ibrahim. Miriam merasa tidak nyaman dengan kondisi lantai dua yang gelap dan mencekam dan rasanya udaranya lebih dingin, itu seperti memberi isyarat bahwa ini buruk jika harus mengecek lantai. Ibrahim tetap melangkah berjalan pelan membidik pistolnya. Miriam yang mulai agak takut mengikutinya dari belakang. Dia melihat bangkai gagak berserakan, begitu juga bangkai tikus yang membuat dirinya mual akibat bau menyengat yang semakin kuat. Bekas darah di dinding juga membentuk simbol-simbol aneh seperti tulisan mesir. Sebagian lagi seperti huruf ibrani dan beberapa itu aramaic. Dupa dibakar di ujung lorong di dekat nyala lilin dengan aroma kayu manis. Ada ritual di lantai dua ini yang disadari Ibrahim dan Miriam.
Dimatikan nyala lilin itu oleh Ibrahim, membuat lorong itu yang kiri kanannya terdapat barisan pintu kamar menjadi gelap. Satu-satunya cahaya didekatnya hanya muncul dari senter keduanya. Di tempatnya sedang berlutut dan Miriam masih berdiri, terdengar suara dari tangga tempat mereka naik di ujung sana. Di areal tangga ada sedikit ventilasi sehingga sedikit cahaya bisa masuk. Miriam melihat sosok wanita berbaju putih dengan rambut panjang hitam dalam posisi membungkuk melayang pelan di ujung tangga untuk naik ke lantai atas. Itu membuatnya kaget, “Kamu melihatnya?!” sontaknya pada Ibrahim yang masih berlutut menoleh ke belakang ke arah ujung lorong tangga. “The Lady in White, Pontianak, atau Banshee,” ujar Ibrahim. Nafas Miriam masih memburu dia masih kaget. Dirinya berusaha tenang agar jantungnya tidak lagi berdetak cepat.
“Kita tidak sendirian. Lilin menyala artinya ada yang menyalakan,” Ibrahim lantas bangkit berdiri membidik ke arah ujung lorong, sambil mulai kembali berjalan ke arah tangga naik. Dia yang mengenakan jaket hitam panjang mulai merasakan rasa dingin ruangan menusuk. Miriam tidak membidikkan pistolnya itu. Tangan kanannya ia arahkan ke bawah, sedangkan tangan kirinya ia pegang senter dan mengarahkannya ke depan membantu penerangan Ibrahim. “Tulisan dinding menggunakan darah itu sedikit bisa kubaca itu bicara tentang gerbang, tuhan lampau, Elohim lain, aramaic mesias. Omong kosong yang tidak membentuk kalimat. Hanya kata berdiri sendiri,” ungkap Miriam.
“Leitmotif yang sering kulihat,” jawab Ibrahim. “dan kutebak kita akan menemukan kata lain yaitu Yaldabaoth, tetragrammaton, Keter.”
“Kamu ahli dibidang ini ya? Aku mengerti kenapa Paus mengirimmu. Kamu masih siaga walaupun melihat fenomena seperti tadi,” celetuk Miriam.
Ibrahim bergumam, “Hanya sering berkonflik dengan kelompok yang sering melakukan ritual dan pembunuhan. Walaupun mantra mereka berbeda, tetapi yang disembah tetap sama. Entitas yang jahat. Mereka yang dicuci otak, terasuki, menjadi keji, hilang rasa kemanusiaannya, itu yang kami lenyapkan.”
Bab 1 Bahasa Indonesia halaman 1-22 End
Sa’id Ibrahim adalah namanya. Ia adalah pemuda keturunan Palestina yang kini tinggal menetap di Florence, Italia. Rambutnya hitam ikal agak gondrong, kedua matanya berwarna biru safir. Kulitnya putih terlihat agak pucat. Dikenakan olehnya kemeja putih lengan panjang formal di badannya, yang dibalut jaket hitam panjang selutut dari bahan katun tebal yang memiliki ekstensi tudung kepala pada bagian leher. Celana ia gunakan celana kargo hitam serta sepatu boots hitam militer. Kedua telapak tangannya dibalut sarung tangan kulit hitam.
“Santo Michael, Malaikat Agung yang telah mengalahkan Iblis dan menjatuhkannya bersama 1/3 bintang di langit,” ujar suara pelan seorang wanita di sampingnya. Ibrahim melirik ke arah suara, melihat seorang wanita muda yang memiliki rambut panjang hitam sedikit bergelombang sedang menatap patung Michael sama sepertinya, “namaku Miriam Magdalena, aku yang diminta Paus Vatikan untuk menemuimu, tuan Ibrahim."
Para pengunjung galeri seni itu diabaikan olehnya. Lalu-lalang orangnya ataupun yang sedang diam memandangi karya seni. Kedua mata pemuda itu hanya fokus pada wanita di sampingnya ini yang mengenakan gaun hitam. Dia tidak mengenakan coif sebagaimana biarawati, dia seperti wanita biasa yang cantik dengan rambut terurai berpakaian mewah elegan dengan model belahan dada rendah, sehingga belahan payudaranya terlihat di bawah kalung rosary perak yang melingkar di sekitar lehernya.
Selalu ada kisah tentang benda suci dan relik, seperti tombak longinus dan kain turin Yesus, itu adalah apa yang menjadi perhatian Tahta Suci Vatikan. Namun ini, seorang wanita, adalah permintaan langsung dari Paus Vatikan sendiri kepada Ibrahim. Permintaan langsung melalui surat yang distempel lilin merah bercap, bahkan Grandmaster Ordo sendiri tidak bisa menolak permintaan itu.
Pengusiran setan adalah permintaan khusus yang membutuhkan izin langsung dari Vatikan. Ibrahim menduga ini adalah masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh pastor. Ketika Ordo turun tangan, maka itu seperti sebarisan pembunuh diturunkan untuk membereskan masalah di balik layar. Lalu wanita ini, Ibrahim tidak tahu mengapa paus mengirimnya dan tugas dirinya adalah untuk melindungi wanita ini. Ibrahim tidak pernah menginginkan untuk kembali ke lapangan lagi, sejak insiden terdahulu dia lebih suka untuk hidup menyendiri.
Mereka berdua melangkah berjalan keluar dari gedung galleri. Langkah sepatu boots Ibrahim yang berjalan duluan terdengar beriringan dengan suara hak sepatu hitam yang dikenakan Miriam. Dibalik gaun hitamnya, jenjang kakinya terbalut stocking hitam terikat garter belt. Setiap gerakan tubuhnya, kedua payudaranya bergoyang pelan indah yang mengisyaratkan ia tidak mengenakan bra. Tidak ada percakapan di antara mereka hingga akhirnya keduanya tiba di teras jalanan luar yang membelah dua bagian gedung di kiri-kanannya. Galeri ini adalah Galeri Uffizi.
“Tidak banyak bicara ya?”, tegur Miriam pada Ibrahim. Pria itu tidak menggubris dan hanya membuka pintu depan kemudi BMW M4, lalu melirik Miriam agar masuk juga ke dalam mobil sedannya. Wanita yang terlihat agak kesal itu beranjak dari sampingnya berjalan memutar lalu membuka pintu di samping kemudi. Dia tidak ingin duduk di belakang seperti penumpang. Mereka berdua lalu mengencangkan sabuk pengamannya sebelum akhirnya mesin mobil dinyalakan. “Bismillah,” ucap Ibrahim, lalu menjalankan mobil BMW hitam itu keluar dari wilayah Galeri Uffizi.
Mobil yang diisi dua orang yang dikirim vatikan itu bergerak melewati jalan beraspal berbelok di area Tuscany. Tidak banyak mobil yang lewat, jalanan terlihat lega dengan pemandangan indah di arah kiri dan kanannya; memperlihatkan pegunungan dari kejauhan, padang hijau yang luas juga deretan pohon indah. Miriam di dalam mobil membaca berkas file di map cokelat melihat tulisan data yang disunting hitam dengan spidol. Dia berusaha mengerti info apa yang diberikan walaupun informasinya dirahasiakan. Ada beberapa gambar foto juga yang tersedia seperti luka di kedua telapak tangan yang terus mengeluarkan darah hingga membusuk, begitu juga luka pada kedua tempurung kaki. Seperti fenomena Stigmata.
“Jika dalam kepercayaan penganut katolik ini adalah keajaiban. Merasakan apa yang dirasakan Yesus di Kayu Salib. Akan tetapi vatikan tetap ingin memeriksa apakah ini benar-benar keajaiban yang memperkokoh iman korbannya atau ini semua adalah pekerjaan setan,” bicara pelan Miriam ingin Ibrahim mendengar.
“Itu adalah pekerjaan manusia,” potong Ibrahim membuat Miriam melirik ke arahnya yang sedang mengemudikan mobilnya pada kecepatan 50km/jam. “Jauh di masa lalu sekitar tahun 1980, ada fenomena seperti ini dan itu adalah kasus supernatural. Lukanya pulih dan korbannya dianggap sebagai santa oleh masyarakat sekitar. Dipercaya bisa menyembuhkan, dipercaya diberkati Tuhan. Lalu ia kemudian berakhir dibunuh dengan cara dimutilasi. Pada era 2000 kasus seperti ini muncul kembali yang beritanya diredam vatikan, ketika diselidiki itu adalah luka yang dibuat oleh manusia. Seperti penyiksaan, lukanya adalah nyata namun kisah yang disebarkan itu fiktif. Itu mengapa Ordo ikut campur dalam masalah ini.”
“Karena ini tentang manusia?” tanya Miriam penasaran.
“Jika berkaitan dengan manusia yang bersinggungan dengan pembunuhan atas nama kepercayaan dibalut spiritual ataupun setan, itu menjadi pekerjaan kami,” tegas Ibrahim.
***
Bagasi belakang mobil BMW M4 itu terbuka. Miriam yang juga telah keluar dari mobil melihat Ibrahim sedang sibuk dengan benda yang ada di bagasi belakang mobil. Dia melihat ke sekelilingnya tidak mengenal tempat ini; sekelilingnya adalah wilayah bangunan kosong terbengkalai di wilayah luar kota. Seperti wilayah kumuh. Miriam menyilangkan kedua tangannya itu di dadanya, mengamati tempat ini yang terlihat sepi walaupun ada gelandangan sedang tidur di ujung jalan diselimuti kardus untuk melindunginya dari hujan. Lagi sudah mulai gelap, tidak ada matahari dan sepertinya akan turun hujan.
Ibrahim mengenakan holster di ketiaknya. Tali holster yang ada pada dadanya ia pasangkan buckle-nya, sehingga holster yang ia kenakan seperti tas pada ketiak-punggungnya, terikat kuat menekan kemeja putih serta jaket hitam panjangnya yang di bawah lutut. Diambilnya satu pistol Beretta 92 berwarna hitam, lalu ia simpan pada holster ikat pinggang di belakang pinggangnya. Miriam melihat itu. Apakah harus membawa senjata api? ujarnya dalam hati namun tidak mengeluarkan suaranya untuk bertanya. Ibrahim lalu juga mengambil arming sword(pedang satu tangan) dengan bentuk seperti salib perak, ini adalah pedang yang biasa digunakan di era perang salib oleh para crusader. Pemuda Palestina itu menyimpan pedang itu di belakang punggungnya masuk ke dalam sarung holster berbentuk persegi panjang strap dari bahan kulit.
“Urusan exorcisme aku serahkan padamu, Miriam,” seru Ibrahim. Wanita itu mengerti dan mengambil senter hitam yang disodorkan kepadanya oleh Ibrahim. “Kamu tidak memberiku senjata?” tanya Miriam. Diberikan pistol Beretta PX4 kaliber 9mm yang mudah dioperasikan, berukuran compact mudah juga masalah recoil dan berat senjatanya. Senjata ini biasa digunakan sebagai pertahanan diri. “Jika ingin menembak, buka dulu safety slide-nya. Tembak hanya untuk melindungi dirimu. Selebihnya aku yang akan menjagamu,” ucap Ibrahim memberikan itu ke genggaman tangan wanita gereja. “Merci (Terima kasih),” jawab Miriam.
Ibrahim menyalakan senter L yang terpasang pada dada atas holster kirinya. Cahaya putih led itu menerangi lantai pertama dari pintu depan. Gedung ini adalah gedung rusun setinggi lima lantai. Terdapat barisan ruangan kamar di lantai satu yang terbengkalai juga tangga L menuju ke lantai atas. Kondisi bangunannya tidak terawat, dindingnya retak dan catnya terkelupas. Tidak ada cahaya selain dari senter pada Ibrahim dan juga Miriam. “Ini alamat yang diucapkan gadis itu. Kita hanya perlu menuju ke nomor ruangan yang disebutkan,” Ibrahim berjalan pelan masuk sambil memegang pistol Beretta 92 dalam posisi membidik siap. Miriam mengikutinya berjarak 2 langkah di belakang, ia merasakan udara di dalam gedung ini dingin. Rasa dinginnya merasuk. “Kerasukan oleh korban dan meminta keadilan, ini jarang terjadi namun pernah terjadi,” ujar Miriam.
“Itu mengapa vatikan khawatir, karena apakah benar ini adalah roh korban yang meminta tolong karena tragedi ataukah tipu daya setan yang ingin kita sampai di tempat ini?” sahut Ibrahim mulai menaiki tangga sambil membidikkan pistolnya ke arah atas, memastikan tidak ada apapun yang muncul, dan mungkin menyerang mereka.
Di lantai dua mereka berdua melihat lilin menyala di atas lantai di ujung lorong. Jika ingin melanjutkan ke lantai atas, mereka tinggal melanjutkan saja menaiki tangga, tetapi nyala lilin itu, serta jejak darah pada tembok mengusik pikiran Ibrahim. Miriam merasa tidak nyaman dengan kondisi lantai dua yang gelap dan mencekam dan rasanya udaranya lebih dingin, itu seperti memberi isyarat bahwa ini buruk jika harus mengecek lantai. Ibrahim tetap melangkah berjalan pelan membidik pistolnya. Miriam yang mulai agak takut mengikutinya dari belakang. Dia melihat bangkai gagak berserakan, begitu juga bangkai tikus yang membuat dirinya mual akibat bau menyengat yang semakin kuat. Bekas darah di dinding juga membentuk simbol-simbol aneh seperti tulisan mesir. Sebagian lagi seperti huruf ibrani dan beberapa itu aramaic. Dupa dibakar di ujung lorong di dekat nyala lilin dengan aroma kayu manis. Ada ritual di lantai dua ini yang disadari Ibrahim dan Miriam.
Dimatikan nyala lilin itu oleh Ibrahim, membuat lorong itu yang kiri kanannya terdapat barisan pintu kamar menjadi gelap. Satu-satunya cahaya didekatnya hanya muncul dari senter keduanya. Di tempatnya sedang berlutut dan Miriam masih berdiri, terdengar suara dari tangga tempat mereka naik di ujung sana. Di areal tangga ada sedikit ventilasi sehingga sedikit cahaya bisa masuk. Miriam melihat sosok wanita berbaju putih dengan rambut panjang hitam dalam posisi membungkuk melayang pelan di ujung tangga untuk naik ke lantai atas. Itu membuatnya kaget, “Kamu melihatnya?!” sontaknya pada Ibrahim yang masih berlutut menoleh ke belakang ke arah ujung lorong tangga. “The Lady in White, Pontianak, atau Banshee,” ujar Ibrahim. Nafas Miriam masih memburu dia masih kaget. Dirinya berusaha tenang agar jantungnya tidak lagi berdetak cepat.
“Kita tidak sendirian. Lilin menyala artinya ada yang menyalakan,” Ibrahim lantas bangkit berdiri membidik ke arah ujung lorong, sambil mulai kembali berjalan ke arah tangga naik. Dia yang mengenakan jaket hitam panjang mulai merasakan rasa dingin ruangan menusuk. Miriam tidak membidikkan pistolnya itu. Tangan kanannya ia arahkan ke bawah, sedangkan tangan kirinya ia pegang senter dan mengarahkannya ke depan membantu penerangan Ibrahim. “Tulisan dinding menggunakan darah itu sedikit bisa kubaca itu bicara tentang gerbang, tuhan lampau, Elohim lain, aramaic mesias. Omong kosong yang tidak membentuk kalimat. Hanya kata berdiri sendiri,” ungkap Miriam.
“Leitmotif yang sering kulihat,” jawab Ibrahim. “dan kutebak kita akan menemukan kata lain yaitu Yaldabaoth, tetragrammaton, Keter.”
“Kamu ahli dibidang ini ya? Aku mengerti kenapa Paus mengirimmu. Kamu masih siaga walaupun melihat fenomena seperti tadi,” celetuk Miriam.
Ibrahim bergumam, “Hanya sering berkonflik dengan kelompok yang sering melakukan ritual dan pembunuhan. Walaupun mantra mereka berbeda, tetapi yang disembah tetap sama. Entitas yang jahat. Mereka yang dicuci otak, terasuki, menjadi keji, hilang rasa kemanusiaannya, itu yang kami lenyapkan.”
******
Bab 1 Bahasa Indonesia halaman 1-22 End
Diubah oleh Linecore 04-03-2024 16:42






syaikhal dan 11 lainnya memberi reputasi
12
3.6K
Kutip
53
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan