ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Short Story #27 : Toko Antik


Di sebelah Selatan kota ada toko barang antik yang sudah berdiri cukup lama. Di tengah gedung-gedung yang terbuat dari beton dan baja, toko itu terlihat mencolok dengan bangunan dua lantai yang terbuat dari kayu hitam.

Toko itu nyaris tak punya pelanggan. Anehnya, toko itu buka setiap hari. Banyak desas-desus mengenai toko itu yang membuatnya terkesan angker, tapi hari ini aku punya keperluan khusus yang mengharuskanku datang ke sana.

Dari luar toko ini memberikan perasaan yang tak nyaman. Di dalamnya terdapat begitu banyak barang sampai-sampai nyaris tak ada ruang untuk berbaring. Mulai dari barang-barang ketinggalan jaman seperti radio dan bakiak hingga barang-barang yang tak pernah kulihat sebelumnya.

“Selamat datang.”

Suara itu nyaris membuat jantungku copot. Sekarang setelah kuperhatikan lagi ada seorang nenek tua yang duduk di meja sudut.

“Halo. Aku … ingin melihat-lihat,” sapaku seramah mungkin.

“Silahkan silahkan.”

Meski agak seram tapi harus kuakui barang-barang di toko ini cukup menarik. Ada buku mantra dari penyihir abad 12, kuku kaki keluarga kerajaan Majapahit, bahkan baju bekas korban pembunuhan lengkap dengan noda darah. Kira-kira mana yang harus kubeli?

“Sepertinya kamu datang kemari gara-gara rumor itu ya?”

Entah sejak kapan nenek penjaga toko sudah berdiri di belakangku. Aku sama sekali tidak mendengar langkahnya padahal aku yakin tak ada yang bisa berjalan melewati tumpukan barang tanpa merubuhkan setidaknya satu tumpukan.

“Umm … jadi itu benar?” tanyaku.

“Aku ingin menjawab tidak, tapi terkadang barang-barang memang menyimpan kenangan. Terutama …” dia berhenti sejenak dan menatapku tepat di mata, “… milik mereka yang mati penasaran.”

Aku merinding. Ada rumor yang beredar bahwa siapa pun yang membeli barang di toko ini akan melihat kenangan barang tersebut dalam mimpi. Sebagai seorang penulis yang tengah kehabisan ide aku merasa sangat tertarik.

“Kalau gitu, aku beli yang ini,” ucapku sembari mengambil baju bekas korban pembunuhan.

“Pilihan yang menarik, Gadis Kecil. Mungkin ini takdir. Kalau ingatan pemilik baju itu membuatmu tertarik, kami masih punya barangnya yang lain.”

Sebenarnya aku heran kenapa dia punya baju korban pembunuhan padahal ini harusnya jadi barang bukti kejahatan. Tapi aku tak mau ambil pusing. Aku membayar dan langsung pulang ke rumah. katanya ingatan itu akan datang lewat mimpi. Karna aku bukan orang yang bisa tidur siang berarti aku harus menunggu sampai malam tiba.

Saat pulang ke rumah tampak Mama sudah menungguku. Entah mengapa dia tersenyum senang.

“Baguslah kau sudah mau keluar rumah, Eca. Sedih memang boleh, tapi jangan terlalu lama. Papa nggak akan senang kalau kau terus berduka.”

Aku hanya membalas dengan tersenyum tipis. Baru seminggu sejak Papa meninggalkan kami. Kematian yang sangat tidak terduga. Papa terlihat sehat-sehat saja dan masih muda, tapi kematian menjemputnya tanpa ada yang tahu.

Rasanya masih seperti mimpi. Setiap malam aku bermimpi dan melihat Papa melambai dari seberang sana. Aku tahu ini tak boleh terus berlanjut. Karena itulah saat mendengar rumor toko antik itu aku langsung pergi ke sana. Kuharap, malam ini aku tak perlu memimpikan Papa lagi.

***


Keesokan harinya aku terbangun dengan keringat dingin membasahi piyama. Mimpi apa aku barusan? Rasanya menyeramkan sekali.

Saat selesai mengatur napas aku mencoba mengingat kembali mimpiku. Benar juga, mimpi ini pasti kenangan dari si pemilik baju yang kubeli. Rasanya aku baru saja melihat saat-saat dia terbunuh. Perasaan apa yang kurasakan saat ini? Apakah ini yang dirasakan korban saat terbunuh?

Rasanya seperti ledakan emosi yang masuk begitu saja ke dalam tubuh mungilku. Tanpa repot-repot berganti pakaian aku langsung meraih laptop dan menulis semua yang kuingat dan kurasakan. Keyboard yang nyaris tak tersentuh selama seminggu langsung bekerja keras menghadapi jari-jari yang bersemangat.

“Eca, sarapan dulu!”

“Sebentar Ma. Aku lagi … tercerahkan.”

Mungkin karena itu bukan ingatanku, rasa takut yang kurasakan dalam mimpi sudah lenyap begitu saja. Sekarang yang ada di pikiranku hanyalah menulis dan terus menulis. Sayangnya, pencerahan itu tak berlangsung lama. Rasanya aku sudah menuliskan semua yang kulihat di dalam mimpi. Aku butuh lebih banyak lagi.

“Kamu mau pergi lagi hari ini?” tanya Mama saat sarapan.

“Iya. Aku … lagi nyari referensi.”

“Baguslah. Kamu udah nggak mimpiin Papa lagi kan?”

Entah kenapa pertanyaan itu membuatku bimbang. Aku yakin aku memimpikan adegan pembunuhan, tapi kenapa rasanya aku melihat Papa dalam mimpiku semalam?
Aku menggeleng untuk membuat mama tenang, tapi rasanya tetap janggal. Rasanya seperti ada sesuatu yang tidak bisa kuingat di dalam mimpi itu.

“Sudah kuduga kau akan kembali. Misteri memang selalu menarik para petualang. Apa yang kau inginkan hari ini, gadis kecil?”

“Apa barang korban pembunuhan itu masih ada?”

“Tentu, bagian mana yang ingin kau ketahui?”

Barang yang kubeli kemarin adalah baju yang dia pakai saat terbunuh yang membuatku tahu seperti apa kejadian pembunuhannya. Namun, aku tak terlalu tahu orang seperti apa dia dan aku ingin mengetahuinya.

Nenek penjaga toko antik menunjukkan dua buah benda padaku. Sebuah kalung dan amplop berisi surat. Aku penasaran isi amplop tersebut tapi Nenek tak mengijinkanku membukanya sebelum membeli. Sayangnya aku hanya punya cukup uang untuk membeli satu dan aku memutuskan membeli kalung.

Aku ingin tahu orang seperti apa dia dan kalung ini pastilah dia kenakan setiap hari. Kalung yang selalu ada di mana pun dia berada, cukup dekat untuk merasakan detak jantungnya. Jika aku ingin mengenal korban lebih dekat kalung ini adalah pilihan terbaik.

***


Saat terbangun keesokan harinya aku bisa merasakan perasaan campur aduk yang tak terbayangkan. Rasanya seperti melihat hidup dari kedua mata gadis itu.

Korban adalah seorang perempuan berusia sekitar pertengahan dua puluh. Dia bekerja di toko pakaian dan tinggal di apartemen terpisah dari orangtuanya. Dari luar dia terlihat menjalani hidup yang biasa-biasa saja, tapi ternyata dia menjalin hubungan gelap dengan seorang pria yang sudah memiliki istri. Hubungan mereka berjalan bertahun-tahun sampai dia hamil.

Rasanya seperti memasuki ladang ranjau. Aku tahu aku tak seharusnya mengetahui semua hal ini, tapi ingatan itu masuk begitu saja melalui mimpi. Dibandingkan mimpi pertama, mimpi kedua membuatku jauh lebih tidak enak. Wanita itu … mati dalam keadaan mengandung.

Dia mungkin hanya lima atau enam tahun lebih tua dariku, tapi hidupnya berakhir sebagai sebuah tragedi. Rasanya pasti sangat menyakitkan. Bahkan aku yang hanya melihat dari mimpi merasa sesakit ini. Seharusnya dia layak mendapat kebahagiaan berkeluarga dan menjadi seorang ibu, tapi dia harus mati sebelum mendapatkan itu semua.

Dia mati … terbunuh.

Pertanyaan itu menghantuiku selama seharian penuh. Kenapa dia dibunuh? Siapa yang membunuhnya? Apakah pembunuhnya sudah tertangkap? Aku merasa jawaban itu bisa kutemukan dalam surat terakhir di toko antik, tapi sayangnya aku sudah tidak punya uang lagi. Apa yang harus kulakukan? Apa aku perlu hutang ke Mama?

Tak bisa menahan penasaran aku pun benar-benar meminjam uang ke Mama dengan alasan membeli buku. Semoga saja semua pertanyaan akan terjawab dengan satu surat itu.

“Kau sudah berempat terlalu jauh pada korban.”

Itulah yang pertama kali dikatakan Nenek penjaga toko antik saat melihat kedatanganku. Aku heran kenapa tokonya sepi seperti kuburan padahal rumor yang beredar benar adanya. Bukankah fenomena gaib seperti ini akan menarik banyak pengunjung?

“Tak semua orang bisa mendapatkan mimpi. Terkadang benda-benda itu tak mau membagi kenangan mereka. Selain itu, orang-orang yang mendapat mimpi terkadang tak lagi bisa membedakan kenangan asli dengan kenangan dalam mimpi. Menerima kenangan orang lain sebenarnya berbahaya, apa kau tetap mau membeli surat ini?”

Tanpa ragu aku mengangguk. Aku tak mau mati penasaran karena tak bisa menyusun semua kepingan puzzle. Yang lebih penting lagi, aku tak ingin meninggalkan gadis itu sendirian dalam kesedihannya. Setidaknya aku ingin menanggung kesedihan itu bersamanya.

Akhirnya surat itu pun berada di genggamanku. Aku bisa menunggu mimpi menceritakan semuanya, tapi aku memilih membaca langsung apa yang tertulis di sana. Ada dua buah surat di dalam amplop. Satu tulisan tangan dan satunya lagi tampak seperti hasil tes kesehatan. Aku membaca suratnya pelan-pelan lalu mencoba memahami apa yang tertulis di surat satunya.

Dan kemudian, aku menangis sepanjang malam.

***


Katanya cinta adalah anugrah sekaligus kutukan bagi manusia. Gadis itu mencintai seseorang yang tak mungkin dia miliki, tapi dia tetap menyatakan perasaannya. Namun, pria itu cuma melihatnya sebagai gadis muda yang bisa dia manfaatkan. Hubungan tak sehat itu berjalan tanpa kepastian sampai akhirnya gadis itu hamil.

Gadis itu berharap keberadaan seorang bayi akan membuat pria itu menjadi miliknya. Namun saat dia menunjukkan hasil tes kehamilan pria itu sadar bahwa hubungan mereka harus segera diakhiri.

Surat yang gadis itu tulis dimaksudkan untuk dikirim ke istri pria yang dia cintai. Dia menjelaskan semuanya dari awal dan juga menyertakan surat keterangan kehamilannya. Dia bilang dia tak keberatan menjadi istri kedua. Namun, surat itu tak pernah terkirim.

Mungkin karena baju, kalung, dan surat terkumpul menjadi satu aku mendapatkan mimpi yang jauh lebih jelas. Sore hari, matahari sudah nyaris terbenam, gadis itu bersiap untuk datang langsung ke rumah pria itu. Dia sudah memantapkan hati untuk mengakui semuanya.

Namun sebelum dia bisa mencapai tempat parkir, seseorang sudah menunggunya dengan batu besar di satu tangan. Dengan batu itu dia menghantam kepala gadis itu berkali-kali hingga si gadis kehilangan nyawanya.

Gadis itu dibunuh oleh kekasihnya sendiri. Ayah dari anak yang tengah dikandungnya.

Dan pria itu … adalah Papa.

Papa membunuh gadis itu dan kabur menggunakan sepeda motornya. Mungkin karena panik dan tidak fokus, Papa terlibat kecelakaan yang merenggut nyawanya. Papa telah berselingkuh dari Mama selama bertahun-tahun dan langsung panik saat gadis itu hamil. Papa tak ingin rumah tangganya dengan Mama rusak dan karena itulah dia mengambil tindakan ekstrim dan menghilangkan seluruh bukti.

Sekarang aku mengerti kenapa barang-barang ini memberikan kenangannya padaku. Inilah kebenaran, kebenaran yang kuharap tak pernah kuketahui. Rasa penasaranku sudah berubah menjadi kutukan yang harus kubawa ke liang kubur.

Aku tak akan pernah menceritakan ini pada siapa pun. Aku tak akan datang ke toko antik itu lagi. Biarlah aku seorang yang menderita karena mengetahui kebenaran. Orang-orang yang tidak mengetahui lebih baik tetap begitu, mereka akan lebih bahagia tanpa mengetahui kebenarannya.

***TAMAT***
Diubah oleh ih.sul 01-03-2024 19:13
amekachi
maxx69
itkgid
itkgid dan 10 lainnya memberi reputasi
11
870
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan