iqbalballeAvatar border
TS
iqbalballe
Prioritas Prabowo - Gibran : Rekonsiliasi Merah dan Pertahankan Kuning



Sumber : Kompas


Pemilu sudah selesai, namun masalah belum usai. Masih banyak yang harus dilakukan, khususnya bagi paslon yang unggul telak di Pemilu 2024 versi Quick Count (QC) yakni Prabowo – Gibran.

Sebelum memulai memimpin negeri ini, Prabowo – Gibran membutuhkan tandem politik yang mumpuni agar kebijakan paslon 02 dapat dieksekusi dengan baik tanpa banyak hambatan.

Caranya adalah dengan sekuat tenaga mengupayakan solidnya kekuatan koalisi status quo di legislatif. Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo – Gibran membutuhkan partai kuning (Golkar) dan merah (PDIP).

Mengapa harus Golkar dan PDIP? Mari simak penjelasan berikut.

Hasil QC sementara tertanggal 16 Februari 2024 menempatkan Golkar dan PDIP dalam posisi yang bersaing ketat memperebutkan posisi pertama dan kedua.

Persaingan ketat ini terutama terlihat dari QC Poltracking, Populi Center, dan Litbang Kompas yang datanya sudah hampir 100 %, dibanding QC lainnya yang masih di bawah angka 95 %.

Selisih sementara dari semua QC hanya berkisar antara 0,5 – 1 % -an antara PDIP dan Golkar. Oleh karena itu PDIP dan Golkar akan menjadi tumpuan utama dalam persaingan Koalisi Status Quo kontra Koalisi Oposisi di DPR RI 2024 – 2029.

Sumber : https://pemilu.kompas.com/quickcount

Fakta – fakta di atas akan menyebabkan prioritas Prabowo – Gibran mengerucut pada upaya taktis mempertahankan posisi Kuning dalam koalisi Status Quo, khususnya dalam Bursa Ketum Golkar di akhir tahun 2024.

Prioritas Prabowo Gibran juga mengebut rekonsiliasi Merah (Jokowi – Megawati) guna mengamankan komposisi Koalisi Status Quo yang lebih dominan dari Koalisi Oposisi.

Akan tetapi mengapa tidak pada partai lain di barisan oposisi seperti Nasdem, PKB, PPP dan PKS? Jawabannya ada pada faktor historis dan terkini yang mendorong kecenderungan tersebut.

Pertama, baru-baru ini mencuat kembali pernyataan dari politikus kawakan PDIP Bambang Pacul yang pernah viral tentang jangan menyerang Jokowi karena akan rugi sendiri sebab Jokowi adalah presiden yang dicintai rakyat.

"Mati lo approval ratingnya di Pulau Jawa 82 persen di Jawa Barat 73 persen, di Jawa Tengah 92 persen, kita mau ngomong apa? jadi orang ini dianggap orang baik jangan salah lo," kata Bambang Pacul.

Sumber : https://www.suara.com/lifestyle/2024...l-jangan-lawan

Mencuatnya kembali pernyataan Bambang Pacul jelas merupakan tekanan di internal PDIP yang meningkat terhadap Megawati agar mengedepankan prinsip menyelamatkan partai lebih penting ketimbang Pilpres.

Perhatikanlah pesan Bambang Pacul yang menyatakan jangan menyerang Jokowi karena Jokowi orang baik menyiratkan makna bahwa jangan sampai berteman dengan orang ga bener.

Orang ga bener ini bisa kita artikan sebagai Anies yang dulunya Gubernur DKI dan sering dibilang simpatisan PDIP sebagai gabener.

Perkataan Bambang Pacul terbukti dengan keoknya Ganjar Pranowo di posisi terbawah hasil QC dari berbagai lembaga survei di mana Paslon 03 hanya meraup suara sekitar 16 %.

Mantan Gubernur Jawa Tengah itu bahkan kalah suara di kandang banteng yakni Jawa Tengah dan Bali.

Begitu juga suara PDIP di Pileg yang tergerus ke kisaran 16 – 17 % mendekati suara yang diperoleh PDIP di 2009, sebelum mengusung Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.

Sumber : https://www.antaranews.com/berita/14...ol-pemilu-2009

Ditambah lagi itikad baik dari Presiden Jokowi yang mengirim bunga di Ultah Megawati, hingga Megawati yang tidak bersikap terlalu keras kepada Jokowi dan Gibran di sepanjang Pilpres meski PDIP bersikap sangat keras

Sumber : https://news.detik.com/berita/d-7157...un-ke-megawati

Tak lupa pula jika kita meninjau persahabatan lama Megawati dan Prabowo yang terlihat dari putri proklamator yang mengutus untuk menjemput Prabowo dari Yordania, membentuk koalisi MegaPro di Pilpres 2009 dan Pilkada DKI 2012, hingga perdamaian Pilpres 2019.

Semua faktor tersebut akan memudahkan upaya rekonsiliasi Jokowi – Megawati. Apalagi, Sri Sultan juga telah bersedia untuk menjadi faslitator dari rekonsiliasi tersebut.

Sumber : https://yogyakarta.kompas.com/read/2...engan-megawati

Oleh karena itu, siapa yang memenangkan kursi Ketum baru PDIP pada pertengahan tahun (Juli – Agustus 2024), akan menentukan posisi partai Merah di legislatif, apakah condong bergabung ke pihak Status Quo atau tetap berbaris di oposisi.

Seandainya rekonsiliasi Jokowi – Megawati mengarah pada Jokowi menjadi Ketum baru PDIP, maka PDIP akan berbaris bersama Koalisi Status Quo.

Namun jika Puan Maharani yang menggagas Koalisi PDIP dengan AMIN saat Pilpres 2024 menjadi Ketum baru PDIP, maka arah politik PDIP sulit ditebak alias bola liar.

Sebab, posisi Bambang Pacul yang merupakan mentor dari Puan Maharani sedari awal menolak PDIP berkonfrontasi dengan Jokowi.

Lantas bagaimana dengan Prananda anak lanang Megawati? Bukankah dia bisa jadi ikut dalam bursa Ketum PDIP?

Prananda sudah tidak perlu diperhitungkan lagi karena kekalahan telak Ganjar – Mahfud yang merupakan proyek Prananda telah melemahkan posisi tawar Prananda dalam bursa Ketum Banteng.

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasiona...enangan-ganjar

Kedua, posisi Kuning atau Golkar yang berpeluang menjadi partai teratas dalam penghitungan QC maupun KPU, menyebabkan partai yang dipimpin Airlangga Hartarto itu menjadi bandul keseimbangan penting bagi rivalitas Koalisi Status Quo dan Koalisi Oposisi di DPR RI.

Seandainya PDIP masuk status quo, lalu Golkar hengkang ke oposisi, maka komposisi tak berubah. Koalisi Oposisi akan tetap lebih kuat.

Akan tetapi Golkar cenderung sulit berada di oposisi. Hal yang lebih memungkinkan adalah jika terjadi pergantian Ketum Golkar di bursa ketum partai pada akhir 2024, dan posisi itu jatuh ke poros yang terafiliasi tak langsung dengan Jusuf Kalla dan Surya Paloh, maka Kuning akan memainkan standar ganda.

Standar ganda ini dapat diwujudkan dalam wujud secara de facto Golkar tetap di barisan status quo dan menempati posisi di kabinet, namun dalam pergulatan di DPR RI akan diwanari ragam keberpihakan Golkar pada Koalisi Oposisi untuk mengganjal kebijakan-kebijakan eksekutif Prabowo – Gibran.

Oleh karena itu, mempertahankan posisi Golkar tetap di status quo akan menjadi prioritas utama Prabowo – Gibran dalam menghadapi bursa Ketum Golkar di akhir tahun (Nov – Des 2024).

Ketiga, peluang Prabowo – Gibran merangkul Nasdem jauh lebih mustahil. Komunikasi Gerindra – Nasdem yang sempat terjalin beberapa waktu lalu, bisa terjadi sebelum ada Sjafrie Sjamsuddin, yang sejak kasus Aceh 3 dekade lalu, hingga hari ini, masih bersitegang, tak pernah padam dengan Surya Paloh.

Peran sentral Sjafrie Sjamsuddin dalam pemenangan paslon 02 membuat kecil kemungkinan Prabowo – Gibran sejalan dengan Surya Paloh. Apalagi, secara visi misi soal IKN juga tidak sejalan, sehingga mustahil terjadi kerjasama Prabowo – Gibran dan Nasdem di pemerintahan 2024 – 2029.

Bahkan hingga saat ini, Tom Lembong sang pengepul investor di balik Anies – Imin masih bersikap menolak IKN.

Sumber :
https://news.detik.com/pemilu/d-7050...timpangan-baru
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...tungnya-berapa

Keempat, peluang Prabowo – Gibran merangkul partai-partai Islam, khususnya partai berhaluan NU seperti PKB dan PPP juga sangat minim.

Stigma negatif Prabowo soal status ke-Islaman Prabowo yang dilancarkan politisi-politisi partai NU (PKB dan PPP) dan stigma negatif soal status ke-Islaman Jokowi yang dilancarkan politisi-politisi PKS, jelas memastikan Jokowi dan Prabowo tak akan merangkul partai Islam untuk berinteraksi dengan pemilih muslim.

Apalagi, perdamaian Jokowi – Prabowo di Pilpres 2019 menyingkap kelakuan para politisi partai-partai NU menjual suara ke Jokowi – Maruf dan Prabowo – Sandi.

Itulah sebabnya, aliansi Jokowi – Prabowo dalam Pilpres 2024, tak berupaya sekuat tenaga menggunakan elemen politik NU untuk meraih dukungan pemilih NU.

Apalagi Said Aqil sudah digulingkan, diganti Yahya Staquf yang mengedepankan depolitisasi NU, apar partai – partai NU tak menjual posisi sebagai pengendali suara pemilih NU.

Lagipula selama 2014 dan 2019, hubungan politik Jokowi maupun Prabowo dengan elemen-elemen politik NU murni didasar transaksional, sehingga usai depolitisasi NU yang memutus relasi pemilih NU dan partai penjual nama NU, Prabowo – Gibra memilih pola yang lebih tepat sasaran untuk menjangkau pemilih NU tanpa melalui elemen politik NU.

Yakni melalui figur, bukan organ. Contohnya, Nusron Wahid (aktivis NU yang berlabuh ke Golkar), kemudian Habib Luthfi bin Yahya yang meainkan peran penting di Jawa Tengah, juga ada Khofifah dan Gus Ipul yang memainkan peran penting di Jawa Timur.

Tak lupa pula ada Erick Thohir dan Arif Rosyid yang memainkan peranan penting di masyarakat syariah.

Semua pencapaian Prabowo – Gibran bobol kandang banteng dan kiai dilakukan tanpa perlu membeli organ politik NU, cukup merangkul figur-figur utamanya saja.

Fakta mengatakan ada 40 juta pemilih NU di 2024, akan tetapi total suara PKB dan PPP hanya meraih 14 persen (28 juta suara). Jika kita asumsikan 28 juta pemilih NU mencoblos PKB dan PPP, maka ada 12 juta suara NU yang menolak tunduk pada elemen politik NU.

Sumber : https://www.nu.or.id/nasional/survei...res-2024-uqHiN

Pilpres 2024 memperlihatkan peningkatan resistensi pemilih NU terhadap partai penjual NU secara tajam karena sudah mencapai angka 12 juta. 12 juta pemilih NU ini adalah mereka yang loyal pada gagasan depolitisasi NU Yahya Staquf dan loyal pada figur bukan pada organ NU.

Fakta ini menunjukkan, dalam 1 hingga 2 dekade mendatang, seluruh kekuatan politik yang berdiri di atas label organ politik NU akan punah, dimana penguasaan terhadap figur NU akan menjadi fitur utama politik di masa mendatang.

Kemenangan fantastis Prabowo – Gibran menggunakan pola akuisisi figur NU ketimbang akuisisi organ NU di Pilpres 2024, menunjukkan haluan utama Prabowo – Gibran dalam melobi pembentukan Koalisi Status Quo di legislatif, tidak akan tergiur dengan bujuk rayu partai-partai Islam, termasuk partai penjual nama NU.

Tidak ada kebutuhan yang realistis bagi Prabowo – Gibran mengedepankan akuisisi PKB, PPP, dan PKS, shingga hampir dapat dipastikan ketiganya akan berada di barisan oposisi selama 2024 – 2029.

Semua aspek politik baik secara historis dan kondisi terkini yang sudah disebutkan di atas menunjukkan bahwa prioritas Prabowo – Gibran untuk mengamankan komposisi Koalisi Status Quo di legislatif akan mengerucut pada dua langkah saja, yakni pertahankan soliditas Golkar (Kuning) dan rekonsiliasi Jokowi – Megawati (Merah).

Prabowo – Gibran tidak akan berupaya melobi Nasdem, PKB, PPP, dan PKS, sehingga TS (Thread Starter / Penulis) memperkirakan Pemerintahan Prabowo – Gibran akan cenderung membentuk karakteristik Rivalitas Status Quo Nasionalis kontra Oposisi Islam di legislatif, dengan asumsi PDIP gabung Koalisi status quo dan Nasdem tetap berbaris dengan tiga partai Islam di oposisi.
iwan.agus
mubafirs
tritomchan
tritomchan dan 8 lainnya memberi reputasi
9
22.7K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan