- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Hari Rabu Abu di Geser Pada Saat Masa Pemilu


TS
Novena.Lizi
Hari Rabu Abu di Geser Pada Saat Masa Pemilu
Hari Rabu Abu di Geser Pada Saat Masa Pemilu
Indofakta.com, 2024-01-20 19:07:02 WIB
.jpg)
Ketika negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia ini akan mengadakan pemilihan umum pada tanggal 14 Februari 2024, yang juga bertepatan dengan hari Rabu Abu tahun ini, para uskup di Indonesia membuat persiapan khusus untuk memastikan agar umat Katolik yang jumlahnya minoritas tetap bisa datang ke tempat pemungutan suara.
Pada saat yang sama, para uskup juga menyerukan kepada masyarakat Indonesia untuk menjunjung tinggi ideologi nasional Pancasila, yang sudah ada sejak era Sukarno , serta konstitusi negara, yang menjamin kebebasan beragama.
Namun, para pengkritik terkadang menuduh bahwa jaminan-jaminan tersebut tidak selalu ditegakkan dalam praktiknya.
Pemilu pada 14 Februari di negara Indonesia, yang juga merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat, akan memilih presiden, wakil presiden, anggota DPR dan juga anggota DPRD.
Saat ini, pemilihan presiden tampaknya akan menjadi kontes tiga arah antara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto; Gibran Rakabuming Raka, walikota Solo dan putra dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo; dan Mantan menteri pendidikan dan mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan.
Secara kontroversial, Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia menurunkan batas usia untuk calon presiden dan wakil presiden, sebuah keputusan yang dianggap oleh sebagian besar pengamat sebagai keputusan yang dibuat khusus untuk memungkinkan Gibran yang berusia 36 tahun untuk mencoba menggantikan ayahnya.
Isu-isu yang mendorong kontes ini termasuk rencana pemindahan ibukota Indonesia senilai $30 miliar ke sebuah "kota cerdas", pembangunan ekonomi, kebijakan luar negeri (terutama hubungan dengan Cina) dan juga hak-hak minoritas di negara berpenduduk mayoritas Muslim ini.
Untuk memastikan bahwa sekitar sembilan juta umat Katolik di Indonesia, yang mewakili lebih dari tiga persen populasi, dapat mengambil bagian dalam pemilihan umum, beberapa keuskupan di negara Indonesia telah memutuskan untuk mengadakan kebaktian Rabu Abu pada hari Selasa, 13 Februari, atau Kamis, 15 Februari, tergantung pada situasi setempat.
"Baik pemilihan umum maupun Rabu Abu merupakan hal yang penting bagi kita sebagai umat Katolik dan bangsa Indonesia," kata Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto Bunjamin, Presiden Konferensi Waligereja Indonesia.
"Keterlibatan aktif dalam kedua acara tersebut merupakan tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban kita sebagai warga negara dan panggilan kita untuk bertobat sebagai umat Kristiani," kata Bunjamin kepada Crux. "Kami percaya bahwa kami harus hidup sebagai 100 persen Katolik dan 100 persen Indonesia."
Di keuskupannya sendiri, kata Bunjamin, kebaktian akan tetap diadakan pada hari Rabu seperti biasa, tetapi ia juga memberikan pilihan kepada paroki-paroki untuk menambahkan kebaktian pada hari Selasa atau Kamis sehingga umat tidak akan dipaksa untuk memilih pada hari Rabu antara pergi ke gereja atau menggunakan hak pilih mereka.
Hal ini juga diamini oleh Kardinal Ignatius Suharyo dari Jakarta, yang untuk saat ini masih menjadi ibu kota negara.
"Kami mendorong semua umat Katolik di Keuskupan Agung Jakarta untuk berpartisipasi dan memberikan suara mereka dalam pemilu mendatang sebagai tanda tanggung jawab mereka sebagai warga negara dan kecintaan mereka pada negara ini," kata Suharyo kepada Crux.
"Keputusan untuk tidak merayakan misa Rabu Abu pada hari Rabu pagi terutama didasarkan pada kebijaksanaan pastoral, yaitu agar umat Katolik memiliki waktu yang cukup untuk pergi ke TPS dan memberikan suaranya," kata Suharyo. "Dengan kata lain, kami berharap bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Gereja tidak menghalangi mereka untuk memberikan suara."
Meskipun minoritas agama di Indonesia di masa lalu telah menjadi pendukung kuat Jokowi, para pengamat mengatakan kali ini situasinya lebih rumit, dengan beberapa pihak khawatir bahwa Prabowo dan Anies mendapat dukungan dari partai-partai Muslim radikal, sementara persepsi bahwa petahana mencoba untuk memiringkan timbangan demi kepentingan putranya telah menciptakan kekhawatiran akan adanya sebuah dinasti.
Pastor Franz Magnis-Suseno, seorang pastor dan profesor Jesuit yang telah menulis beberapa buku tentang filsafat politik, mencatat bahwa Indonesia berada dalam "situasi yang berbahaya."
"Pertanyaan dari kita, pertanyaannya adalah bagaimana demokrasi Indonesia akan berlanjut?" Magnis-Suseno baru-baru ini mengatakan kepada Christianity Today. "Di bawah Jokowi, demokrasi sedang mengalami kemunduran."
Sementara para pemimpin Katolik umumnya menghindari kesan mendukung kandidat tertentu, mereka menyerukan kepada para pemilih untuk menjunjung tinggi hak-hak minoritas.
"Kami menyarankan umat untuk memilih berdasarkan hati nurani dan sesuai dengan bisikan Roh Kudus," kata Uskup Bunyamin.
Dalam surat edaran setebal empat halaman pada bulan November yang ditandatangani bersama oleh Uskup Bandung Mgr Bunyamin dan Uskup Bogor Mgr Paskalis Bruno Syukur, keduanya mengutip cita-cita pendirian negara tentang toleransi dan kebebasan beragama.
"Kami mendorong umat untuk terlibat aktif dalam menghasilkan pemimpin baru yang menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945, menghargai kebhinekaan, berintegritas, mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan golongan, berpihak pada rakyat kecil, lemah, miskin, marjinal dan difabel, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan melindungi keutuhan alam ciptaan," kata kedua uskup itu.
"Kami meminta para kandidat eksekutif dan legislatif serta penyelenggara pemilu dan aparat keamanan untuk bersatu mewujudkan pemilu yang damai, jujur, adil, transparan, berkualitas, dan bermartabat," tulis para uskup.
Ada spekulasi berulang bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi Indonesia. Beliau dijadwalkan untuk melakukannya pada akhir 2020, tetapi perjalanan itu ditunda karena merebaknya pandemi Covid-19.(why/cruxnow)
https://indofakta.com/News/33292
Hari raya keagamaan digeser cmn demi milih 3 idiot
Indofakta.com, 2024-01-20 19:07:02 WIB
.jpg)
Ketika negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia ini akan mengadakan pemilihan umum pada tanggal 14 Februari 2024, yang juga bertepatan dengan hari Rabu Abu tahun ini, para uskup di Indonesia membuat persiapan khusus untuk memastikan agar umat Katolik yang jumlahnya minoritas tetap bisa datang ke tempat pemungutan suara.
Pada saat yang sama, para uskup juga menyerukan kepada masyarakat Indonesia untuk menjunjung tinggi ideologi nasional Pancasila, yang sudah ada sejak era Sukarno , serta konstitusi negara, yang menjamin kebebasan beragama.
Namun, para pengkritik terkadang menuduh bahwa jaminan-jaminan tersebut tidak selalu ditegakkan dalam praktiknya.
Pemilu pada 14 Februari di negara Indonesia, yang juga merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat, akan memilih presiden, wakil presiden, anggota DPR dan juga anggota DPRD.
Saat ini, pemilihan presiden tampaknya akan menjadi kontes tiga arah antara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto; Gibran Rakabuming Raka, walikota Solo dan putra dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo; dan Mantan menteri pendidikan dan mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan.
Secara kontroversial, Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia menurunkan batas usia untuk calon presiden dan wakil presiden, sebuah keputusan yang dianggap oleh sebagian besar pengamat sebagai keputusan yang dibuat khusus untuk memungkinkan Gibran yang berusia 36 tahun untuk mencoba menggantikan ayahnya.
Isu-isu yang mendorong kontes ini termasuk rencana pemindahan ibukota Indonesia senilai $30 miliar ke sebuah "kota cerdas", pembangunan ekonomi, kebijakan luar negeri (terutama hubungan dengan Cina) dan juga hak-hak minoritas di negara berpenduduk mayoritas Muslim ini.
Untuk memastikan bahwa sekitar sembilan juta umat Katolik di Indonesia, yang mewakili lebih dari tiga persen populasi, dapat mengambil bagian dalam pemilihan umum, beberapa keuskupan di negara Indonesia telah memutuskan untuk mengadakan kebaktian Rabu Abu pada hari Selasa, 13 Februari, atau Kamis, 15 Februari, tergantung pada situasi setempat.
"Baik pemilihan umum maupun Rabu Abu merupakan hal yang penting bagi kita sebagai umat Katolik dan bangsa Indonesia," kata Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto Bunjamin, Presiden Konferensi Waligereja Indonesia.
"Keterlibatan aktif dalam kedua acara tersebut merupakan tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban kita sebagai warga negara dan panggilan kita untuk bertobat sebagai umat Kristiani," kata Bunjamin kepada Crux. "Kami percaya bahwa kami harus hidup sebagai 100 persen Katolik dan 100 persen Indonesia."
Di keuskupannya sendiri, kata Bunjamin, kebaktian akan tetap diadakan pada hari Rabu seperti biasa, tetapi ia juga memberikan pilihan kepada paroki-paroki untuk menambahkan kebaktian pada hari Selasa atau Kamis sehingga umat tidak akan dipaksa untuk memilih pada hari Rabu antara pergi ke gereja atau menggunakan hak pilih mereka.
Hal ini juga diamini oleh Kardinal Ignatius Suharyo dari Jakarta, yang untuk saat ini masih menjadi ibu kota negara.
"Kami mendorong semua umat Katolik di Keuskupan Agung Jakarta untuk berpartisipasi dan memberikan suara mereka dalam pemilu mendatang sebagai tanda tanggung jawab mereka sebagai warga negara dan kecintaan mereka pada negara ini," kata Suharyo kepada Crux.
"Keputusan untuk tidak merayakan misa Rabu Abu pada hari Rabu pagi terutama didasarkan pada kebijaksanaan pastoral, yaitu agar umat Katolik memiliki waktu yang cukup untuk pergi ke TPS dan memberikan suaranya," kata Suharyo. "Dengan kata lain, kami berharap bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Gereja tidak menghalangi mereka untuk memberikan suara."
Meskipun minoritas agama di Indonesia di masa lalu telah menjadi pendukung kuat Jokowi, para pengamat mengatakan kali ini situasinya lebih rumit, dengan beberapa pihak khawatir bahwa Prabowo dan Anies mendapat dukungan dari partai-partai Muslim radikal, sementara persepsi bahwa petahana mencoba untuk memiringkan timbangan demi kepentingan putranya telah menciptakan kekhawatiran akan adanya sebuah dinasti.
Pastor Franz Magnis-Suseno, seorang pastor dan profesor Jesuit yang telah menulis beberapa buku tentang filsafat politik, mencatat bahwa Indonesia berada dalam "situasi yang berbahaya."
"Pertanyaan dari kita, pertanyaannya adalah bagaimana demokrasi Indonesia akan berlanjut?" Magnis-Suseno baru-baru ini mengatakan kepada Christianity Today. "Di bawah Jokowi, demokrasi sedang mengalami kemunduran."
Sementara para pemimpin Katolik umumnya menghindari kesan mendukung kandidat tertentu, mereka menyerukan kepada para pemilih untuk menjunjung tinggi hak-hak minoritas.
"Kami menyarankan umat untuk memilih berdasarkan hati nurani dan sesuai dengan bisikan Roh Kudus," kata Uskup Bunyamin.
Dalam surat edaran setebal empat halaman pada bulan November yang ditandatangani bersama oleh Uskup Bandung Mgr Bunyamin dan Uskup Bogor Mgr Paskalis Bruno Syukur, keduanya mengutip cita-cita pendirian negara tentang toleransi dan kebebasan beragama.
"Kami mendorong umat untuk terlibat aktif dalam menghasilkan pemimpin baru yang menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945, menghargai kebhinekaan, berintegritas, mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan golongan, berpihak pada rakyat kecil, lemah, miskin, marjinal dan difabel, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan melindungi keutuhan alam ciptaan," kata kedua uskup itu.
"Kami meminta para kandidat eksekutif dan legislatif serta penyelenggara pemilu dan aparat keamanan untuk bersatu mewujudkan pemilu yang damai, jujur, adil, transparan, berkualitas, dan bermartabat," tulis para uskup.
Ada spekulasi berulang bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi Indonesia. Beliau dijadwalkan untuk melakukannya pada akhir 2020, tetapi perjalanan itu ditunda karena merebaknya pandemi Covid-19.(why/cruxnow)
https://indofakta.com/News/33292
Hari raya keagamaan digeser cmn demi milih 3 idiot






aldonistic dan 3 lainnya memberi reputasi
4
492
32


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan